Piala Dunia: Miroslav Klose Bukan Penyerang Klise

17 Mei 2018 20:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Klose saat membela Jerman pada Piala Dunia 2002 (Foto: PEDRO UGARTE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Klose saat membela Jerman pada Piala Dunia 2002 (Foto: PEDRO UGARTE / AFP)
ADVERTISEMENT
Pemuda kurus asal Jerman itu pulang dari Sapporo Dome setelah mengemas tiga gol. Siapa pula yang menyangka jika nantinya dia bakal mengukir rekor sebagai pencetak gol terbanyak di Piala Dunia.
ADVERTISEMENT
Bukan, pemuda itu bukan Ronaldo ataupun Pele, bukan juga Gerd Mueller. Pemuda itu adalah Miroslav Klose.
16 tahun lalu, pada gelaran Piala Dunia 2002, Sapporo Dome jadi saksi bisu mencuatnya sosok Klose. Kala Itu Jerman hanya akan menghadapi Arab Saudi, yang di atas kertas akan mereka kalahkan dengan mudah -- kelewat mudah malah pada praktiknya. Die Mannschaft mencukur salah satu dari empat utusan Asia itu dengan mudahnya: 8-0.
Sempat muncul celotehan jika bola yang digunakan saat itu dibuat dari kulit babi. Alasannya, Mohammed Al-Deayea terkesan ogah-ogahan menangkap 'si kulit bundar' yang jadi dianggap haram itu.
Namun, tentu saja itu tak benar. Fevernova yang jadi bola resmi Piala Dunia edisi 2002 tersebut justru menjadi salah satu bola yang paling canggih di eranya. Dominasi Jerman memang tak tertandingi, apalagi didukung dengan lini depan yang klinis, seperti Klose.
ADVERTISEMENT
Ia membuka keran gol Jerman di menit 20 lewat sundulan kepalanya. Lima menit berselang, Klose menggandakan torehannya dengan skema yang sama. Tak cuma sampai di situ, ia sukses melengkapinya menjadi hat-trick di menit ke-70.
Klose berhasil membuktikan jika aksi impresifnya bukanlah sebuah kebetulan. Pada laga berikutnya, ia diduetkan bersama Carsten Jancker dan sukses mencetak gol ke gawang Republik Irlandia. Meski begitu, kemenangan Jerman sirna setelah Robbie Keane menyamakan kedudukan pada injury time.
Klose juga turut menyumbang satu gol saat Jerman unggul 2-0 atas Kamerun di laga pamungkas fase grup. Sayang, lesakan tersebut jadi yang terakhir untuknya pada Piala Dunia 2002. Pemain yang saat itu baru menginjak usia 23 tahun tersebut gagal mengukir angka hingga Jerman takluk dari Brasil di babak final.
ADVERTISEMENT
Empat tahun berselang, Klose makin menancapkan dominasinya sebagai pencetak gol papan atas. Dwigolnya ke gawang Kosta Rika dan Ekuador plus sebiji gol yang dicetaknya saat Jerman bersua Argentina di perempat final, membuat torehannya menjadi 5 gol. Meski Jerman cuma menempati peringkat ketiga, Klose bisa sedikit berbangga karena tampil sebagai topskorer turnamen.
Klose sempat mengalami inkonsistensi pada Piala Dunia 2010. Kartu merah yang didapatnya saat Jerman keok 0-1 dari Serbia di fase grup praktis mengurangi jatah mainnya. Itulah mengapa hanya sebiji gol yang diukir Klose di babak penyisihan.
Situasinya menjadi berbeda saat Jerman telah menapaki fase gugur. Klose mengamuk, ia mencetak tiga gol yang mengantar negaranya ke semifinal. Tak tanggun-tanggung, gol-golnya itu diceploskan ke gawang tim kuat macam Inggris dan Argentina.
ADVERTISEMENT
Namun, torehan gol Klose pada ajang yang dihelat di Afrika Selatan itu akhirnya berhenti di angka empat. Namun, tambahan gol tersebut telah membuatnya setara dengan penyerang legendaris Jerman, Gerd Mueller.
Usianya tak muda lagi saat Jerman tampil Piala Dunia 2014, 36 tahun --tujuh tahun lebih tua dibanding Lukas Podolski, penyerang tertua kedua yang dipilih Joachim Loew. Namun, jangan salah, justru di Piala Dunia kali ini jadi happy ending bagi Klose.
Pertama, ia sukses mencetak dua gol tambahan pada pagelaran tersebut --termasuk satu gol yang dibuatnya saat Jerman membungkam Brasil 7-1. Suntikan gol yang menahbiskan dirinya sebagai pencetak gol terbanyak Piala Dunia dengan 16 gol. Torehan tersebut makin lengkap saja saat Jerman berhasil keluar sebagai juara usai mengalahkan Argentina via babak tambahan.
ADVERTISEMENT
Jerman juara Piala Dunia 2014. (Foto: FIFA)
zoom-in-whitePerbesar
Jerman juara Piala Dunia 2014. (Foto: FIFA)
Bukan hal mudah untuk menjadi topskorer Piala Dunia. Selain keberuntungan --kebugaran dan juga faktor negara dengan tradisi yang kuat-- kerja keras juga dibutuhkan untuk menjaga konsistensi dalam jangka waktu yang tak sebentar.
Berbicara mengenai kerja keras, Klose sendiri pernah mendalami profesi sebagai tukang kayu sebelum akhirnya bergabung dengan Kaiserslautern saat berusia 20 tahun. Tentu ia tak bisa mengesampingkan begitu saja DNA pesepak bola mengalir dalam darahnya. Maklum, Josef Klose sang ayah, merupakan mantan pemain AJ Auxerre.
Kaiserslautern tak bisa dijauhkan dari Klose. Di sanalah ia mulai dilirik pelatih Timnas Jerman waktu itu, Rudi Voeller, setelah penampilan impresifnya di musim 2001/2002. Usianya yang baru menginjak 23 tahun dianggap layak untuk bersaing dengan penyerang veteran macam Oliver Bierhoff serta penggawa yang lebih senior macam Oliver Neuville dan Casrten Jancker.
ADVERTISEMENT
Klose hidup di era transisi. Saat Jerman mulai menggeser gaya bermain mereka yang kaku menjadi cair.
Peralihan pelatih dari Voeller yang masih mengutamakan kekuatan fisik, lalu Juergen Klinsmann, dan puncaknya terjadi pada rezim Loew, yang tak jauh berbeda dengan permainan Bayern Muenchen di bawah arahan Pep Guardiola.
Build-up serangan boleh berbeda, tapi perihal lini depan tak bisa berubah seutuhnya. Figur target-man macam Klose masih diperlukan. Apalagi Jerman tak memiliki banyak penyerang utama. Jika menyebut satu nama, mungkin hanya Mario Gomez nama lain yang tersisa.
Di samping itu, penyerang yang kini membela Stuttgart itu tak lebih konsisten dari Klose di level klub. Meski sama-sama merumput di Serie A --Gomez di Fiorentina dan Klose bersama Lazio-- produktivitas keduanya timpang.
ADVERTISEMENT
Gomez cuma mencetak 3 gol untuk La Viola di Serie A musim 2013/2014, bandingkan dengan Klose yang sukses menyarangkan 7 gol. Itu belum dihitung dengan keberhasilannya mengukir 15 gol di edisi sebelumnya.
Itulah mengapa Jerman terus membutuhkan Klose hingga ia gantung sepatu usai Piala Dunia 2014. Percayalah, Klose bukanlah penyerang klise.