Pratinjau Brasil vs Peru: Kualitas vs Kolektivitas

5 Juli 2019 17:04 WIB
Penyerang Brasil, Gabriel Jesus, melepaskan tembakan di pertandingan Copa America 2019 melawan Peru. Foto: REUTERS/Ueslei Marcelino
zoom-in-whitePerbesar
Penyerang Brasil, Gabriel Jesus, melepaskan tembakan di pertandingan Copa America 2019 melawan Peru. Foto: REUTERS/Ueslei Marcelino
ADVERTISEMENT
Brasil vs Peru di final Copa America 2019. Ini mungkin sedikit absurd. Kenyataannya, Peru membutuhkan jalur peringkat tiga terbaik untuk lolos dari babak penyisihan. Cuma 4 angka yang diraih La Blanquirroja di sana, dari masing-masing satu kemenangan, imbang, dan kekalahan. Ya, kekalahan itu tercipta dengan telak 0-5 dari Brasil, tim yang bakal mereka hadapi di babak final Copa America pada Senin (8/7/2019).
ADVERTISEMENT
Peru
Uruguay dan Cile, dua kandidat juara Copa America itulah jadi korban dari Peru di fase perempat final. Tim yang disebut pertama berhasil mereka singkirkan via drama adu penalti. Sementara Cile sukses dihantam tiga gol tanpa balas. Lebih hebatnya lagi, pasukan Ricardo Gareca berhasil menjaga kebersihan gawangnya.
Format satu penyerang masih jadi andalan Gareca, 4-2-3-1 tepatnya. Sebuah langkah pragmatis mengingat hanya Paolo Guerrero striker mumpuni yang mereka punya. Selain itu, penggunaan double pivot juga bertujuan untuk memaksimalkan skema defensif mereka. Untuk urusan ini, Gareca menyerahkannya kepada Renato Tapia dan Yotun.
Menariknya, justru dari sepasang gelandang itu Peru berhasil mengeksploitasi pertahanan Cile. Tapia menyumbang assist kepada Guerrero, sedangkan Yotun sukses mencetak satu gol.
ADVERTISEMENT
Para pemain Peru merayakan gol. Foto: REUTERS/Ueslei Marcelino
Kolektivitas jadi cara Peru memberantas keterbatasan timnya. Proses pembangunan serangan dan bertahan dilakukan secara masif. Toleh saja tingginya intensitas aksi bertahan Christian Cueva dan Andre Carrillo yang mengemas lebih dari satu tekel per laganya.
Well, angka yang tergolong tinggi untuk seorang gelandang serang. Sebagai gambaran, Cueva juga memimpin untuk urusan penciptaan peluang dengan rata-rata 2,2 di tiap pertandingan.
Kolektivitas serangan-bertahan itulah yang kemudian membuat lini depan Peru menjadi cair. Tak sekadar menggunakan Guerrero sebagai corong tunggal. Gol-gol ke gawang Cile bisa menjadi acuan, khususnya dua gol pertama. Bagaimana kejelian lini kedua Peru dalam memanfaatkan peluang.
Satu hal lagi yang jadi kelebihan Peru: Mematikan pemain andalan lawan. Luis Suarez dan Edinson Cavani jadi target mereka saat berhadapan dengan Uruguay. Sementara di laga versus Cile, Arturo Vidal dan Alexis Sanchez yang jadi objeknya.
ADVERTISEMENT
Pemain yang disebut belakangan bahkan tercatat telah kehilangan penguasaan bola sebanyak 7 kali --tertinggi bersama Guerrero. Lebih parah lagi karena Sanchez cuma mampu mengukir masing-masing satu shot on target dan umpan kunci.
Pemain timnas Chile Eduardo Vargas (kedua kiri) berebut bola dengan pemain Timnas Peru pada pertandingan semifinal Copa America 2019 di Stadion Arena do Gremio, Porto Alegre, Brazil. Foto: REUTERS/Amanda Perobelli
Nah, Peru bisa membidik Philippe Coutinho untuk melumpuhkan daya serang Brasil esok. Pasalnya, ia merupakan pemain yang paling banyak mengumpulkan tembakan dan umpan kunci bagi Brasil sejak awal turnamen. Untuk target kedua, ya, Roberto Firmino --penyerang yang tajam, juga amat fasih dalam menciptakan ruang dan peluang untuk rekan-rekan setimnya.
Brasil
Sementara itu, grafik peningkatan performa juga terpapar di kubu Brasil. Penyelesaian akhir yang jadi penyakit mereka berhasil dientaskan. Kemenangan 2-0 atas Argentina jadi bukti sahih akan itu.
ADVERTISEMENT
Brasil hanya butuh 4 upaya untuk menyarangkan sepasang gol ke gawang 'Tim Tango' tersebut. Bandingkan dengan kegagalan mereka kala gagal mengonversi sepeser pun dari 26 upaya saat bersua Paraguay.
Pada akhirnya Tite memenangi perjudian dengan memasang Gabriel Jesus. Dikatakan demikian karena peyerang Manchester City itu sebelumnya telah puasa gol selama 9 pertandingan. Kepercayaan yang kemudian dijawab Jesus lewat sumbangsih masing-masing satu gol dan assist ke gawang Argentina.
So, besar kemungkinan Tite masih akan menurunkan komposisi yang sama seperti di laga sebelumnya. Jesus bersama Everton bakal menemani Coutinho untuk menyokong Firmino.
Selain itu, Brasil juga bisa kembali mengeksploitasi sisi sayap, sebagaimana yang mereka terapkan di perjumpaan fase grup lalu. Total 5 dari 9 tembakan tepat sasaran yang dilepaskan 'Tim Samba' pada matchday ketiga itu berasal dari sisi tepi.
ADVERTISEMENT
Pun demikian dengan penciptaan peluang yang juga diawali dari sektor yang sama. Lebih dari itu, Brasil juga sukses mendominasi penguasaan bola dan mengebiri build-up serangan Peru dengan menyasar Tapia.
Eh, tapi perlu diingat bahwa Peru saat itu tidak diperkuat oleh Andre Carillo dan Edison Flores, dua komponen penting yang sukses mendongkrak kolektivitas Peru. Kedinamisan keduanya untuk aktif bermain lebih dalam penting untuk menjembatani departemen pertahanan dengan lini depan.
Buktinya, mereka berandil besar pada kemenangan Peru atas Cile, di mana Carillo mencetak 2 assist dan Flores menyumbang sebiji gol.
Selebrasi Everton setelah mencetak gol untuk Brasil di laga Copa America 2019 melawan Peru. Foto: REUTERS/Ueslei Marcelino
Besar kemungkinan duel antara Brasil dan Peru esok bakal berbeda alias tak sama dengan perjumpaan sebelumnya di fase grup. Peru tak lagi mengandalkan permainan bertahan. Mereka mengalami peningkatan kolektivitas baik itu dalam aksi ofensif dan defensif.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan Brasil. Setelah sempat terhambat saat menghadapi Paraguay, Thiago Silva dan kawan-kawan berhasil mengasah alternatif serangan dan hanya bersandar kepada Coutinho saja.