Pratinjau Swedia vs Inggris: Eksploitasi Kelemahan adalah Kunci

7 Juli 2018 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Selebrasi Kieran Trippier, Jordan Pickford, dan Harry Kane usai Inggris menang adu penalti atas Kolombia di babak 16 besar Piala Dunia 2018. (Foto: Reuters/John Sibley)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi Kieran Trippier, Jordan Pickford, dan Harry Kane usai Inggris menang adu penalti atas Kolombia di babak 16 besar Piala Dunia 2018. (Foto: Reuters/John Sibley)
ADVERTISEMENT
Akankah sepak bola pulang ke rumah? Well, kemungkinan itu saat ini cukup terbuka. Akan tetapi, sebelum memulangkan sepak bola ke rumahnya, Tim Nasional (Timnas) Inggris harus terlebih dahulu melewati adangan Swedia pada babak perempat final Piala Dunia 2018, Sabtu (7/7/2018) malam WIB, di Cosmos Arena, Samara.
ADVERTISEMENT
Pertarungan Inggris dan Swedia ini merupakan pertarungan antara dua tim yang sudah lama tidak merasakan nikmatnya perempat final Piala Dunia. Terakhir kali Inggris mencapai babak ini adalah pada 2006. Sementara, Swedia bahkan harus menunggu lebih lama lagi karena terakhir kali mereka lolos ke perempat final adalah pada 1994.
Secara historis, Swedia adalah lawan yang alot bagi Inggris. Total, mereka sudah bertemu dalam 24 kesempatan dan dari sana, selisih jumlah kemenangan dua tim ini hanyalah satu. Inggris menang delapan kali, Swedia tujuh kali. Kemenangan ketujuh Swedia itu didapat pada 2012 lalu yang kebetulan merupakan kali terakhir kedua tim bertemu sebelum ini.
Piala Dunia sendiri, pertandingan kedua tim selalu berakhir imbang 1-1, yakni pada 2002 dan 2006. Meski demikian, Inggris harus benar-benar waspada karena Swedia punya rekor yang sangat bagus tiap kali berlaga di perempat final.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah, Swedia memang baru bisa empat kali berlaga di perempat final, yakni pada 1934, 1938, 1958, dan 1994. Namun, pada tiga kesempatan (1938, 1958, dan 1994) mereka selalu menang. Pada 1958 mereka bahkan akhirnya lolos jadi finalis sebelum dihantam Brasil di Rasunda.
Catatan-catatan di atas sudah seharusnya membuat Inggris betul-betul mewaspadai Swedia. Namun, Harry Kane dkk. juga tidak perlu memikirkan rekor-rekor terdahulu secara berlebihan. Para pemain Timnas Inggris harus sadar bahwa kutukan masa silam nyatanya tak berlaku bagi mereka. Ini terbukti dari keberhasilan Inggris menang atas Kolombia di babak 16 besar lalu via adu penalti.
Tak cuma itu, Inggris punya materi pemain yang lebih baik. Selain Kane yang saat ini memimpin daftar topskorer dengan enam gol, Inggris juga masih memiliki pemain-pemain berkualitas lain dalam diri Dele Alli, Raheem Sterling, maupun Jesse Lingard di lini serang. Belum lagi John Stones yang lewat dua golnya membuktikan bahwa pemain belakang Inggris pun memiliki ketajaman di depan gawang lawan, khususnya lewat skema bola mati.
ADVERTISEMENT
Bicara soal bola mati, Inggris adalah jagonya. Bersama Uruguay (yang sudah tersingkir), mereka adalah tim dengan jumlah gol bola mati terbanyak dengan empat gol. Banyaknya jumlah gol bola mati itu tentu tidak bisa dilepaskan dari banyaknya upaya mencetak gol yang mereka lancarkan lewat skema ini. WhoScored mencatat bahwa dalam empat pertandingan, Inggris mampu membukukan 30 upaya lewat bola mati.
Aktor krusial di balik kehebatan Inggris dalam mengeksekusi serangan lewat bola mati ini adalah Kieran Trippier. Bersama Tottenham Hotspur di level klub, Trippier sudah dikenal karena kualitas umpan silangnya dan oleh manajer Timnas, Gareth Southgate, potensi itu dimaksimalkan.
Kini, Trippier adalah eksekutor utama bola mati Inggris. Lewat sini, pemain 27 tahun tersebut sanggup mengkreasi 12 peluang, terbanyak ketiga setelah Neymar Junior dan Kevin de Bruyne.
ADVERTISEMENT
Aksi Kieran Trippier pada pertandingan menghadapi Kolombia. (Foto: Reuters/Maxim Shemetov)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Kieran Trippier pada pertandingan menghadapi Kolombia. (Foto: Reuters/Maxim Shemetov)
Selisihnya memang masih jauh karena Neymar sanggup menciptakan 22 kans dari lima laga, sementara De Bruyne 15. Namun, yang spesial dari Trippier adalah sebagian besar peluang yang dia ciptakan berasal dari bola mati, tak seperti Neymar dan De Bruyne yang lebih banyak membuat peluang dari open play.
Menonjolnya Trippier ini adalah penegas lain dari bagaimana Southgate mengakali kekurangan utama di timnya, yakni ketiadaan playmaker. Dengan tidak adanya pengalir bola mumpuni, mau tak mau Inggris harus mencari cara lain. Selain lewat bola mati, Inggris juga sangat, sangat menonjol dalam melancarkan serangan lewat sayap. Tercatat sampai pada laga melawan Kolombia, 76% serangan Inggris dilakukan dari sisi kanan dan kiri.
Dengan cara bermain seperti ini, Inggris mampu membuat publik teryakinkan bahwa sepak bola bakal benar-benar pulang ke rumah tahun ini. Akan tetapi, sejauh ini masih ada satu kekurangan utama dari permainan Inggris, yakni menurunnya konsentrasi ketika sudah unggul.
ADVERTISEMENT
Menurunnya konsentrasi itu terlihat dalam tiga dari empat gol yang telah mereka derita sejauh ini. Saat menghadapi Tunisia, pemain belakang Inggris membuat kesalahan dengan melakukan pelanggaran di kotak penalti setelah unggul 1-0. Lalu, saat menghadapi Panama, gol Felipe Baloy juga terjadi saat Inggris sudah unggul 6-0. Pun demikian halnya dengan gol Yerry Mina pada laga melawan Kolombia di mana saat itu Inggris sudah unggul 1-0.
Menghadapi Swedia, kelengahan-kelengahan itu harus diminimalisir, bahkan ditiadakan. Pasalnya, Emil Forsberg dkk. adalah tim yang tahu caranya memanfaatkan hal itu. Gol Ola Toivonen ke gawang Jerman dan gol Forsberg ke gawang Swiss adalah buktinya.
Forsberg mencetak gol ke gawang Swiss. (Foto: Reuters/Darren Staples)
zoom-in-whitePerbesar
Forsberg mencetak gol ke gawang Swiss. (Foto: Reuters/Darren Staples)
Secara umum, Swedia adalah sebuah tim yang tidak dibekali aura kebintangan. Namun, dari sanalah justru kekuatan mereka berasal. Kolektivitas adalah mantra yang selama ini menyertai langkah Swedia sampai ke perempat final. Cara mereka bermain sangatlah sederhana. Soliditas pertahanan jadi senjata utama, dan efek kejut mereka gunakan untuk membunuh lawan yang lengah.
ADVERTISEMENT
Dalam bertahan, Swedia terhitung sebagai tim yang agresif dengan catatan 55 pelanggaran dengan enam di antaranya berbuah kartu kuning. Sebaliknya, Inggris adalah tim yang paling banyak dilanggar kedua setelah Brasil (60). Ini membuktikan bahwa pertemuan antara kedua tim bakal jadi tumbukan dua gaya berbeda.
Namun, dari situ justru peluang untuk Inggris bakal lebih banyak tercipta. Semakin banyak pelanggaran yang dibuat oleh Swedia, semakin besar pula kans Inggris mencetak gol lewat bola mati. Oleh karenannya, Janne Andersson harus mencari cara yang lebih bersih untuk mencegah Inggris menciptakan peluang lewat open play kalau tidak mau celaka lantaran bola mati.
Adapun, satu modal berharga yang dimiliki Swedia pada laga nanti adalah pengalaman sejumlah pemainnya di Liga Inggris, entah itu Premier League maupun Championship. Di sebelas awal reguler Swedia, ada empat pemain yang masih dan pernah bermain di Premier League. Di bangku cadangan, masih ada dua nama dengan pengalaman bermain di Inggris. Ini belum termasuk Mikael Lustig yang membela Celtic di Liga Skotlandia.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, di lapangan nanti situasinya jelas tidak seratus persen sama. Terlebih, Inggris di bawah Southgate sudah tak lagi memainkan gaya tradisional. Ini membuat Inggris punya keuntungan tersendiri yang membuat mereka lebih layak difavoritkan. Namun, perlu dicatat bahwa Swedia adalah tim yang tidak bisa ditebak. Sekali saja Inggris lengah, sepak bola bisa jadi takkan pulang ke rumah tahun ini.
Jawal 8 besar Piala Dunia 2018. (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jawal 8 besar Piala Dunia 2018. (Foto: Basith Subastian/kumparan)