Quique Setien, Si Keras Kepala dari Betis yang Berani Ambil Risiko

13 November 2018 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatih Real Betis, Quique Setien. (Foto: AFP/Cristina Quicler)
zoom-in-whitePerbesar
Pelatih Real Betis, Quique Setien. (Foto: AFP/Cristina Quicler)
ADVERTISEMENT
Berani ambil risiko dan keras kepala, adalah dua karakter yang sebenarnya saling mendukung satu sama lain. Jika ingin melihat keduanya dalam satu persona, ada sosok yang bisa mewakilinya: Quique Setien, pelatih Real Betis.
ADVERTISEMENT
Setien sebenarnya bukan pelatih kemarin sore. Sejak 2001, dia sudah memulai karier kepelatihan bersama klub yang juga pernah jadi tempat dia menghabiskan masa sebagai pemain, Racing Santander. Memang, setelah Racing, klub-klub yang dia latih adalah klub-klub yang tidak kelewat besar, macam Poli Ejido, Logrones, dan Lugo. Dia malah pernah jadi pelatih Equatorial Guinea pada 2006 silam.
Menilik karier kepelatihannya yang tidak terlalu cemerlang tersebut, wajar jika tidak banyak yang mengenal sosok Setien. Namun, mulai 2015, namanya menanjak. Bukan karena prestasi yang dia torehkan, karena dua musim menangani Las Palmas, dia hanya mampu mengantarkan klub tersebut duduk di posisi 11 dan 14, tapi karena gaya main yang dia terapkan di Las Palmas.
ADVERTISEMENT
Gaya main yang atraktif dan menyerang, serta penuh dengan keberanian menjadi ciri dari Las Palmas asuhan Setien. Meski pada akhirnya hal tersebut tidak membuahkan hasil di Las Palmas, setidaknya, apa yang pernah dia catatkan di Gran Canaria menjadi sebuah kenangan tersendiri, bahwa di bawah Setien, Las Palmas tampil begitu menghibur.
Sekarang, sudah dua musim, Setien menjadi bagian dari Real Betis. Apakah dia tetap menerapkan gaya main yang sama di Betis ini? Jawabannya, iya. Lalu, seperti apakah gaya main Setien itu?
***
Sekilas, memerhatikan gaya main dari Real Betis, terutama ketika mereka mengalahkan Barcelona, mengingatkan pada satu sosok yang dulu pernah begitu saklek dengan metode pass and move serta possession football: Pep Guardiola. Ya, Setien memang mengagumi sosok Johann Cruyff, (salah satu) guru sekaligus mentor semasa Pep masih jadi pemain.
ADVERTISEMENT
"Saya memang mengagumi gaya main Barcelona, bahkan sejak saya masih jadi pemain di Spanyol ini," ujar Setien usai Real Betis menang atas Barcelona di laga pekan 12 La Liga musim 2018/19.
Setien tidak hanya asal ngomong. Dia membuktikan kekagumannya pada permainan a la Cruyff ini lewat sebuah tindakan nyata. Selama dua musim di Betis, dia sukses mengubah Betis menjadi tim yang memiliki identitas: permainan menekan, umpan-umpan pendek, serta permutasi posisi yang cepat.
Ketika menyerang, Setien senang dengan sepak bola yang dimulai dari bawah. Mengakomodir kesenangannya ini, Setien pun memasang bek-bek yang andal dalam membagikan bola. Dia menemukan sosok bek itu dalam diri Marc Bartra dan Aissa Mandi. Persentase umpan sukses keduanya juga menjanjikan sejauh ini, yaitu 89,4% (Bartra) dan 93,8% (Mandi). Setien juga tidak senang dengan bola-bola panjang.
ADVERTISEMENT
Setien tepuk pundak Joaquin. (Foto: REUTERS/Albert Gea)
zoom-in-whitePerbesar
Setien tepuk pundak Joaquin. (Foto: REUTERS/Albert Gea)
Lalu, karena memulai serangan dari bawah, dia juga butuh gelandang bertahan yang, tidak hanya andal dalam melapis bek, tapi juga andal dalam soal menjadi pengalir bola dari belakang ke tengah. Di sinilah sosok Javi Garcia berfungsi, karena ketika Betis berada dalam fase menyerang, dia akan menjadi penghubung lini tengah dan lini belakang. Permainan dari belakang ini juga menjadi ciri khas dari permainan Betis.
Serangan Betis juga terbilang cukup cair. Meski musim ini mereka harus kehilangan beberapa kunci mereka, seperti Fabian Ruiz, mereka tetap bisa menjaga kecairan dari lini serang. Hadirnya sosok Takashi Inui, Giovani Lo Celso, dan William Carvalho, membuat cara menyerang Betis musim lalu tidak banyak berubah. Bedanya hanya dari sisi tenaga saja.
ADVERTISEMENT
Inui didatangkan untuk menggantikan peran dari Fabian sebagai gelandang kreatif Betis. Mereka akan membuka ruang untuk para winger dan bek sayap, atau malah mereka juga memanfaatkan ruang hasil dari pergerakan winger dan bek sayap. Sedangkan Lo Celso dan Carvalho, dia didatangkan sebagai bala bantuan untuk lini tengah, membantu Guardado dalam mengatur tempo permainan Betis.
Khusus untuk Lo Celso, dia pun menjadi salah satu transfer apik yang dilakukan Setien musim ini. Dia memiliki peran yang signifikan, baik itu ketika bertahan (rataan tekel 2,6 kali per laga serta rataan intersep 0,6 kali per laga) maupun menyerang (rataan umpan kunci 1,1 kali per laga, rataan tembakan 1,4 kali per laga, 6 gol, dan 2 assist).
ADVERTISEMENT
Lalu, ketika bertahan, Betis juga tak ragu untuk menerapkan garis pertahanan tinggi, dengan tujuan untuk memberikan tekanan lebih kepada lawan. Ketika menekan tinggi ini, dua bek sayap Betis akan maju jauh meninggalkan pos mereka. Hal ini dilakukan untuk membebaskan pergerakan para pemain sayap, dan membiarkan winger turut serta bersama
Lo Celso menjajal peruntungan di Real Betis. (Foto: Dok. Real Betis Balompie)
zoom-in-whitePerbesar
Lo Celso menjajal peruntungan di Real Betis. (Foto: Dok. Real Betis Balompie)
Intinya, dengan pertahanan tinggi ini, Betis berusaha ingin merebut bola secepat mungkin dari lawan. Bahkan, ketika menekan, bisa jadi ada 7 pemain Betis yang berada di lini pertahanan lawan. Cara ini mirip dengan apa yang diterapkan oleh Pep Guardiola saat dia masih menangani Barcelona.
Setien memang sosok yang berani. Selain berani, dia juga keras kepala. Menghadapi lawan apapun, di ajang apapun, dia akan tetap menerapkan gaya yang sama, dan jikapun ada sedikit perubahan yang dilakukan, maka perubahan itu sifatnya hanya susunan pemain saja. Basis dari permainannya tetap sama.
ADVERTISEMENT
Hal inilah yang kerap menjadi sebuah blunder tersendiri bagi Betis, terutama ketika menghadapi tim dengan sistem taktikal mumpuni.
***
Sistem menyerang cair milik Betis memang bisa berfungsi ketika menghadapi tim yang terbuka. Ambil contoh terdekat, saat mereka menghadapi Barcelona, sistem ini jaya mengobrak-abrik pertahanan lawan karena Barcelona bermain begitu terbuka. Lain cerita ketika mereka bermain dengan tim yang bertahan dengan rapat.
Ketika kalah dari Getafe, Betis kerepotan menghadapi pertahanan zona yang diterapkan oleh para pemain Getafe. Alhasil, ruang gerak mereka untuk menyerang menjadi sempit, dan hal itu membuat mereka gagal mencetak gol sepanjang laga. Betis pun kalah dari Getafe di laga tersebut.
Lalu, menyoal garis pertahanan tinggi, tiga gol dari Barcelona sudah mencerminkan tingginya risiko dari tingginya garis pertahanan Betis. Dua gol dari Messi dan satu gol dari Vidal, awal mulanya, terjadi karena Barcelona berhasil memaksimalkan ruang kosong yang ada di lini pertahanan Betis. Ruang itu dieksploitasi lewat cara yang mirip: umpan terobosan yang memanfaatkan gerakan pemain yang punya kecepatan apik.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, meski musim lalu Betis sempat menggebrak dan duduk di peringkat 6 klasemen akhir La Liga, di musim 2018/19 ini, Betis masih kesulitan bicara banyak. Mereka kini berada di peringkat 12 dengan torehan 16 poin, hasil dari 4 kali menang, 4 kali imbang, dan 4 kali kalah.
***
Sistem ala Cruyff ini, meski menghibur penonton dengan paduan umpan pendek, pergerakan pemain, dan stamina yang seolah tiada habis, memiliki risiko yang tinggi. Risiko untuk kebobolan banyak, berjalan seiring dengan kemungkinan untuk mencetak banyak gol. Hal inilah yang menjadi ciri khas dari Betis kini. Keras kepalanya Setien, tampak dari permainan Betis yang tak pernah berubah, siapapun lawannya.
ADVERTISEMENT
Yah, meski kelak bisa saja Real Betis gagal menorehkan prestasi seperti halnya musim lalu, setidaknya, klub Andalusia ini sudah mencuri perhatian La Liga lewat permainan atraktif, menghibur, sekaligus keras kepala. Jika harus menunjuk siapa dalang di balik semua ini, maka Quique Setien-lah orangnya.