Ricko Andrean

Ricko Sempat Koma 4 Hari, Meronta karena Merasa Masih di Stadion

9 Juli 2019 17:13 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ricko Andrean. Foto: Instagram / @susilawatiefendi2
zoom-in-whitePerbesar
Ricko Andrean. Foto: Instagram / @susilawatiefendi2
ADVERTISEMENT
Ricko Andrean Maulana melepas syal Persib Bandung dan membuka bajunya saat turun minum laga Persib versus Persija di Stadion Gelora Bandung Lautan Api pada 22 Juli 2017 silam. Ia hendak mencari makanan sambil menunggu babak kedua dimulai.
ADVERTISEMENT
Ricko lalu melihat kericuhan yang pecah di tribunenya. Sambil membawa boks makanan berisi nasi plus ayam goreng, Ricko yang penasaran segera menghampiri keramaian itu.
Alih-alih rasa ingin tahunya tuntas, Ricko malah mendapat nahas. Begitu masuk kerumunan dalam kekisruhan itu, ia malah dituduh sebagai The Jakmania--sebutan suporter Persija.
Bogem mentah langsung mendarat tanpa henti. Ricko sejatinya sempat menunjukkan KTP bahwa dirinya warga Kel. Cicadas, Bandung, tetapi usaha tersebut tetap tak menghentikan pukulan demi pukulan yang kadung melayang.
Sampai akhirnya, Ricko ditemukan rekan-rekannya dalam kondisi babak belur. Bantuan medis segera dicari untuk menyelamatkan Ricko.
“Begitu babak belur, teman-temannya cerita sulit sekali mencari bantuan medis. Mereka menggotong Iko (sapaan Ricko) menuju ambulans, tapi tidak ada sopirnya. Iko baru bisa dilarikan ke rumah sakit setelah pertandingan selesai,” kata Kakak Ricko, Susilawati, ketika ditemui kumparanBOLA di kediamannya, Jalan Tamim Abdul Syuku, Cicadas, Bandung.
ADVERTISEMENT
Ricko kemudian koma selama empat hari di Rumah Sakit Santo Yusup, Bandung. Sampai detik Ricko meninggal, tak ada pesan terakhir darinya.
“Datang temannya naik motor ke rumah. Awalnya, tidak dikasih tahu apa yang terjadi dengan Iko. Kata teman-temannya kepukul. Tapi, pas saya lihat, jidatnya ada tapak sepatu, seperti diinjak-injak. Dia tidak sadar sampai meninggal. Cuma dia sempat memanggil 'mamah' beberapa kali,” ujar Susilawati.
Pada saat koma, lanjut Susilawati, Ricko sering meronta sampai pihak Rumah Sakit harus mengikat kedua tangannya. Susilawati mengatakan dokter mendiagnosis bahwa Ricko terkena gegar otak parah. Jika mendengar suara, ia langsung meronta, seakan-akan masih berada di dalam stadion.
"Waktu koma, dia seringnya meronta, sampai diikat tangannya. Kata suster gegar otak parah, jadi dia masih kayak di stadion. Kalau dengar orang ngobrol, dia berasa berisik. Jadi, seakan-akan Ricko masih menganggap ada di dalam stadion. Kayak ketakutan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Kamis, 27 Juli 2017, Ricko akhirnya mengembuskan napas terakhir. Ia mengalami luka dalam sangat parah sehingga tak tertolong.
Ricko merupakan salah satu korban dari permusuhan suporter 'Macan Kemayoran' dan 'Maung Bandung'. Mirisnya, Ricko meregang nyawa akibat kebencian Bobotoh kepada Jakmania yang salah sasaran.
“Sudah dua tahun ditinggal Ricko, sedih masih terasa. Apalagi, meninggalnya dengan cara seperti itu,” tutur Susilawati.
Kecintaan Ricko kepada Persib sejatinya sudah tertanam sedari kecil. Ia mengumpulkan pernak-pernik berbau 'Maung Bandung' sejak Sekolah Dasar. Bahkan, Ricko sering berkunjung ke mes pemain Persib untuk sekadar meminta tanda tangan.
“Dia punya kliping, entah itu koran soal Persib atau tanda tangan pemain. Jersi dan pernak-pernik Persib pun lengkap,” katanya.
Rekonstruksi kasus suporter Persib Ricko Andrean Foto: ANTARA FOTO/Fahrul Jayadiputra/
ADVERTISEMENT
Beberapa hari sebelum meninggal, Ricko sempat menginap di rumah beberapa temannya. Begitu pulang, ia selalu meninggalkan barangnya seperti jersi, syal, jaket, ataupun topi.
“Pas dia meninggal, pernak-perniknya tidak ada di kamar. Terus teman-temannya datang mau mengembalikan pernak-pernik yang dia tinggal saat nginap. Seperti dikasih-kasihin begitu barang-barang ke teman-teman dekatnya,” ujar Susilawati.
Bukti loyalitas lain, Ricko tak pernah absen menonton Persib. Ia bahkan rela membolos Ujian Nasional saat kelas 6 SD demi menonton 'Pangeran Biru'.
Tak cuma itu, pada 2014 silam, Ricko juga sempat ikut bertandang ke Palembang dan menjadi saksi Persib juara Indonesia Super League (ISL). Demi menyaksikan laga itu, Ricko bahkan rela resign karena tak mendapat izin untuk libur dari kantornya.
ADVERTISEMENT
Sembari mengenang kepergian sang adik bungsu, Susilawati mengaku tak dendam dengan sepak bola. Hanya saja, ia begitu mengutuk perseteruan suporter Persib dan Persija itu.
“Saya tidak menyesal kalau Iko suka sepak bola. Yang kami sayangkan, kenapa bisa salah sasaran. Mau orang mana pun seharusnya tidak pantas diperlakukan demikian. Saya cuma trauma kalau harus ke stadion. Meskipun keluarga dikasih tiket gratis seumur hidup oleh Persib, kami tidak mau. Suporter kedua belah pihak ini masih belum dewasa,” tuturnya.
Susilawati menekankan meninggalnya Ricko menjadi bahan pembelajaran semua pihak. Sejauh ini, ia melihat tak ada hukuman yang membuat jera kedua suporter. Panitia pelaksana pertandingan (Panpel), menurut Susilawati, juga harus berbenah. Keamanan dan medis juga harus pembenahan.
ADVERTISEMENT
Berkaca dari kasus Ricko, pihak medis terlambat membawa ke Rumah Sakit. Begitu pula pengamanan yang dinilai Susilawati sangat minim.
“Teman-teman Ricko meminta bantuan polisi, tapi tidak ada satu pun polisi. Terus, telat juga membawa ke Rumah Sakit karena sopir ambulansnya tidak ada. Panpel harus belajar, jangan maunya tribune penuh dan tiket habis. Pikirin juga kesiapannya,” katanya.
Perjanjian damai pun tak ada buahnya. Jakmania dan Bobotoh tetap bertikai hingga kini. Jika terus demikian, Susilawati menginginkan partai Persib versus Persija lebih baik tanpa penonton.
“Katanya mau damai, tapi setelah Ricko ada korban, ada lagi Haringga Sirla (suporter Persija). Sampai kapan pun tidak bakal berhenti. Sanksi harus tegas biar jera kedua suporter. Tidak usahlah ada penonton biar mereka mikir,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dengan kematian Ricko, diikuti Haringga, Susilawati meminta permusuhan Jakmania dan Bobotoh segera diakhiri. Ia mengajak kedua suporter untuk berempati terhadap trauma keluarga yang ditinggalkan akibat fanatisme buta dari kedua kelompok pendukung itu.
“Suporter harus dewasa. Ini hanya sebuah permainan. Tidak harus ada korban. Kalaupun tim rival ada di sana, tidak harus dipukuli. Bagaimana kalau yang menjadi korban itu keluarga kalian? Ini kejadian yang sering terulang. Mau sampai kapan? Semua pihak harus belajar. Bagaimana perasaan kami yang kehilangan. Padahal, Ricko datang untuk menonton. Dia memang suka Persib, itu saja. Tujuannya cuma menonton bola. Dia tidak pernah memprovokasi keributan kedua suporter,” ucap Susilawati.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten