Rivaldo dan Memori Kekalahan Brasil di Piala Dunia

17 Juni 2018 18:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Brasil kalah 1-7 dari Jerman, PD 2014. (Foto: PEDRO UGARTE / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Brasil kalah 1-7 dari Jerman, PD 2014. (Foto: PEDRO UGARTE / AFP)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hanya karena Brasil disebut-sebut surganya sepak bola, bukan berarti mereka tak menenteng-nenteng nerakanya sendiri. Bagi tim sekelas Brasil, neraka itu mewujud dalam kekalahan 1-7 dari Jerman di Piala Dunia 2014.
ADVERTISEMENT
Brasil memang sudah lima kali menjuarai Piala Dunia, tapi mereka pun pernah kalah di partai krusial. Salah duanya, ketika bertanding di babak final Piala Dunia 1950 dan 1998. Rivaldo, menjadi salah satu nama yang ikut menangisi kekalahan timnya di Piala Dunia 1998. Ia menjadi bagian dari skuat yang berlaga melawan Prancis di partai puncak.
Bagi Rivaldo, kekalahan di partai puncak Piala Dunia punya dayanya sendiri. Efek kekalahan itu dirasakannya bertahun-tahun, bahkan saat Brasil kembali menjejak di Piala Dunia 2002.
Rivaldo beruntung karena ia menjadi salah satu pemain yang dapat menggunakan kekalahan tersebut sebagai cambuk yang membuatnya bermain mati-matian, sehingga ia dapat membantu timnya meraih gelar juara dunia pada 2002.
ADVERTISEMENT
"Kehilangan gelar Piala Dunia terasa begitu menyakitkan. Kami sampai ke final, dan kembali ke rumah tanpa membawa trofi kemenangan memang begitu menyedihkan. Orang-orang Brasil tidak memaafkan kekalahan itu. Brasil selalu menjadi negara yang berbeda menyoal sepak bola," papar Rivaldo, dalam wawancaranya kepada ESPN.
"Di negara lain, orang-orang tetap akan menyambutmu sebagai pahlawan walaupun kamu pulang dengan status sebagai runner up, bahkan bila kamu pulang di peringkat tiga atau empat. Hal macam itu tidak pernah terjadi di Brasil."
"Jadi, pada 2002, kami selalu membicarakan kekalahan itu menjelang laga dan sesi latihan. Kami harus menang, untuk keluarga dan orang-orang Brasil. Di setiap pertandingan, kami menjadi begitu berhasrat untuk meraih kemenangan."
"Ini tidak hanya terjadi pada saya, tapi juga pada Cafu, Roberto Carlos, bahkan Ronaldo. Kami sudah melalui masa-masa yang berat, makanya, kami tak ingin lagi menderita kekalahan," jelas Rivaldo kepada ESPN.
ADVERTISEMENT
Rivaldo, Timnas Brasil 2002 (Foto: ANTONIO SCORZA / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Rivaldo, Timnas Brasil 2002 (Foto: ANTONIO SCORZA / AFP)
Atas pengalaman itu, Rivaldo paham bahwa kekalahan 1-7 dari Jerman, walaupun tak terjadi di final, menjadi pukulan yang begitu dahsyat bagi Brasil. Terlebih, Piala Dunia 2014 itu digelar di rumah mereka sendiri.
"Saya selalu menilai kekalahan melawan Jerman itu sebagai kecelakaan. Seandainya saja pertandingan itu bisa diulang, saya yakin hasilnya tak akan sama. Banyak pemain di skuat Timnas sekarang yang tidak bertanding di laga itu."
"Dalam sepak bola, Anda tidak dapat hidup di masa lalu. Saya pikir, efek dari kekalahan itu sudah bisa diatasi. Yang harus dipikirkan sekarang adalah menghadapi apa yang ada di depan," tegas Rivaldo.
Di Piala Dunia 2018, tugas pertama Brasil adalah mengalahkan Swiss, lantas memikirkan cara untuk merebut kemenangan atas Serbia dan Kosta Rika. Setelahnya, laga sesungguhnya akan dimulai. Tim-tim unggulan yang menjejak di fase knock-out siap menjegal upaya Brasil merebut gelar juara dunia keenam mereka.
ADVERTISEMENT
Sebagai bagian dari Timnas Brasil di masa lampau, Rivaldo pun menyadari tugas yang tak ringan ini. Namun, bagi negara sekelas Brasil, Piala Dunia yang sebenarnya baru dimulai di fase knock out. Bagi orang-orang Brasil, fase grup belum Piala Dunia, itu adalah pertandingan-pertandingan yang wajib mereka menangi.
Selebrasi gol Brasil ke gawang Kroasia. (Foto: Andrew Boyers/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi gol Brasil ke gawang Kroasia. (Foto: Andrew Boyers/Reuters)
"Untuk Brasil, Piala Dunia baru akan benar-benar dimulai di fase knock out. Lolos dari fase grup itu bukan persoalan pertandingan, tapi kewajiban. Artinya, setiap pemain bahkan harus tidur dengan memikirkan pertandingan."
"Bayangkan kemenangan, tapi juga harus bersikap realistis, bahwa kekalahan juga bisa jadi menjadi bagianmu. Jadi, setiap malam kamu harus berpikir: Besok, mungkin saja saya sudah harus mengepak pakaian dan pulang ke Brasil."
ADVERTISEMENT
"Itulah sebabnya, setiap pemain tangguh secara mental. Kamu tidak bisa cemas terus-menerus, kamu harus berdarah dingin saat bertanding. Karena begitu kehilangan konsentrasi, kamu akan pulang. Satu kelemahan, bahkan bagi tim yang punya sejarah kemenangan, berarti keluar dari turnamen," tutur Rivaldo mengakhiri.