Sergio Ramos Bukan Begundal Biasa

28 Mei 2018 16:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ramos mencium trofi Liga Champions. (Foto: Reuters/Paul Hanna)
zoom-in-whitePerbesar
Ramos mencium trofi Liga Champions. (Foto: Reuters/Paul Hanna)
ADVERTISEMENT
Untuk seorang yang menggemari adu banteng, Sergio Ramos tampil sesuai ekspektasi orang darinya. Bagi Ramos, lawan yang dia hadapi bukan sekadar lawan, melainkan orang yang wajib dia habisi.
ADVERTISEMENT
Laga di Stadion Olimpiade Nasional Kiev baru berusia 30 menit ketika Ramos menjatuhkan banteng tertangguh milik Liverpool. Sampai pada titik itu, Real Madrid masih berada di bawah tekanan. Liverpool sudah melancarkan sembilan tembakan meski tak semuanya mengancam gawang Keylor Navas secara serius. Namun, indikasinya jelas: Real Madrid ada dalam masalah.
Mohamed Salah adalah alasan di balik kesulitan Real Madrid itu. Oleh para pemain Liverpool, serangan ditumpukan kepada sang 'Raja Mesir'. Salah hampir melakukan semuanya; mendribel, mengumpan, menembak, mengomando rekan-rekannya. Logika sederhana saja sudah bisa dijadikan dasar untuk menarik kesimpulan bahwa jika tak ada Salah, Liverpool takkan segahar itu.
Di lapangan, Ramos bermain di sisi yang berdekatan dengan tempat Salah beroperasi. Di jantung pertahanan Madrid, Raphael Varane bertugas mengawal sisi kanan, Ramos kebagian sisi kiri.
ADVERTISEMENT
Pada menit ke-30 itu, Ramos dan Salah akhirnya terlibat dalam duel keras. Kedua pemain berebut bola. Di situasi seperti itu, Salah berupaya menghambat akselerasi Ramos dengan mengaitkan lengan kanannya di lengan kiri Ramos.
Perlu dicatat bahwa tubuh Salah lebih kecil ketimbang Ramos. Pemain asal Mesir itu bertinggi 175 cm dan berbobot 72 kg. Ramos, sementara itu, berbobot 82 kg dan bertinggi 184 cm. Jika ini merupakan laga tinju, otoritas terkait pasti akan memberi label ilegal untuknya.
Ramos tahu bahwa kaitan lengan Salah itu tidak akan berpengaruh apa-apa dan kalau dia mau, pemain 32 tahun ini bisa saja melakukan body charge dan perkara bakal selesai.
Namun, Ramos bukan bek biasa. Dia adalah perwujudan dari sinisme itu sendiri. Di balik tampilan dan olah bolanya yang flamboyan, ada kebrutalan era Paolo Montero yang tertinggal. Celaka bagi Salah, pada momen itu, yang berbicara adalah insting primal Ramos sebagai seorang pemain bertahan.
ADVERTISEMENT
Oleh Ramos, Salah dibanting ke tanah. Cara mendarat Salah pun tidak elok. Bahu kirinya menjadi tumpuan. Setelah itu, kepalanya menyusul dan kemudian, barulah tubuh mungil sang penyerang sayap yang mencium rumput Kiev.
Ramos membanting Salah. (Foto: Reuters/Gleb Garanich)
zoom-in-whitePerbesar
Ramos membanting Salah. (Foto: Reuters/Gleb Garanich)
Salah pun mengaduh, tidak bisa tidak. Sejurus kemudian, tim medis Liverpool berlari ke lapangan. Di seantero stadion, napas pendukung Liverpool tercekat. Kalau Salah sampai ditarik keluar, habislah mereka.
Dan itulah yang terjadi. Salah tidak bisa meneruksan pertandingan. Air mata meleleh di pipi pemain 25 tahun itu ketika dirinya berjalan dengan langkah gontai ke ruang ganti.
Tanpa Salah, Liverpool hanya mampu melepas empat tembakan. Dua di antaranya berasal dari Sadio Mané yang berupaya sedemikian rupa mengompensasi ketiadaan Salah. Satu sepakan Mané itu berbuah gol, satu lagi mencium tiang gawang. Apa pun itu, upaya Mané tidak cukup. Dibantu oleh dua blunder Loris Karius, Real Madrid akhirnya mengangkat 'Si Kuping Besar' untuk kali ke-13.
ADVERTISEMENT
Gareth Bale memang menjadi pencetak dua gol bagi Real Madrid di laga yang berkesudahan 3-1 itu. Akan tetapi, Ramos-lah antagonis yang sebenarnya bagi Liverpool. Karena pelanggaran kerasnya -- yang ngomong-ngomong, tidak diganjar kartu kuning oleh wasit Milorad Mazic -- itu, Salah terkapar dan Liverpool pun tersungkur.
Sehari selepas pertandingan, Ramos yang dihujat oleh seisi dunia itu akhirnya buka suara.
"Terkadang sepak bola menunjukkan sisi baik dan buruknya. Namun, di atas itu semua, kita adalah profesional. Lekaslah sembuh, Salah. Masa depan sudah menantimu," tulis Ramos di akun media sosialnya.
Bagi Ramos, itu adalah permintaan maaf. Bagi para suporter Liverpool, kata-kata Ramos itu adalah hipokrisi. Namun, Ramos sebetulnya telah berusaha sejujur-jujurnya dalam berucap.
ADVERTISEMENT
Dalam pernyataannya itu, Ramos menekankan bahwa profesionalisme ada di atas segalanya. Sebagai seorang profesional, Ramos memang telah menjalankan tugasnya. Dia punya misi menghentikan Salah dan itulah yang dia lakukan. Oleh karenanya, Ramos tak meminta maaf karena telah melanggar Salah karena pelanggaran itu adalah bagian dari pekerjaannya. Ramos hanya berharap Salah cepat pulih dan semestinya, itu semua sudah cukup.
Sial bagi Ramos, para penggemar sepak bola tak pernah melihat olahraga ini sebagai sebuah pekerjaan. Apalagi, di sini kita berbicara soal suporter Liverpool. Klub ini adalah klub yang manajer legendarisnya pernah mengatakan bahwa sepak bola lebih besar dari perkara hidup dan mati.
Bagi para suporter, sepak bola adalah jalan hidup dan bagi mereka yang mendukung Liverpool, Salah adalah pahlawan. Dengan logika demikian, Ramos pun secara otomatis diberi cap sebagai penjahat.
ADVERTISEMENT
Profil Sergio Ramos. (Foto: kumparan/Putri Sarah Arifira)
zoom-in-whitePerbesar
Profil Sergio Ramos. (Foto: kumparan/Putri Sarah Arifira)
Para Kopites bukan orang-orang pertama yang memberi label itu kepada Ramos. Tanyakan soal Ramos kepada para Cules dan jawaban serupa pasti bakal Anda terima. Hampir di tiap edisi Clasico, Ramos pasti berulah dengan segudang antiknya. Pelanggaran, sumpah serapah, provokasi, semua dia lakukan dengan satu tujuan: membawa timnya menang.
Sebetulnya, bukan cuma para pendukung Barcelona yang membenci Ramos. Sepanjang kariernya, pemain satu ini sudah menerima 24 kartu merah yang artinya, sudah banyak orang yang dia sakiti. Namun, itu semua tentu tak ada artinya jika disejajarkan dengan deretan trofi yang telah diperoleh Ramos dengan cara kotornya itu. Total, pria asal Sevilla ini sudah memberi 19 gelar untuk Los Blancos.
Yang menarik, sikap Ramos di lapangan ini sangat berbanding terbalik dengan tingkahnya di kehidupan sehari-hari. Bayangkan sosok Rhoma Irama dalam film-filmnya yang picisan itu di dekade 1970-an dan Anda akan melihat sosok Ramos yang asli.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang pria, Ramos adalah stereotip yang memuakkan. Dia mahir bermain gitar dan merupakan sosok romantis. Ketika melamar sang pujaan hati, Pilar Rubio, Ramos menjelma menjadi sosok 'Satria Bergitar' yang mampu membuat hati mana pun luluh.
Selain itu, Ramos juga merupakan sosok yang dekat dengan keluarga. Bahkan, tanpa sokongan ayah, ibu, serta dua saudara kandungnya, Ramos takkan jadi pesepak bola.
Ketika kecil, Ramos bercita-cita menjadi matador. Namun, sang ibu menganggap olahraga khas Spanyol itu terlalu berbahaya. Ramos lantas diminta oleh ayahnya untuk bermain sepak bola saja dan akhirnya, rute itulah yang ditempuhnya.
Lahir dan besar di Sevilla, Ramos kemudian masuk ke akademi Los Nervionenses pada usia 10 tahun. Tujuh tahun di sana, Ramos dipromosikan ke Sevilla B pada 2003. Semusim berselang, namanya muncul di daftar pemain senior Sevilla.
ADVERTISEMENT
Di klub asal Andalusia itu, Ramos mencuat sebagai bek serbabisa. Dulunya, dia beroperasi sebagai bek kanan karena dia memang punya modal untuk itu. Kecepatan dan agresivitas jadi modal utamanya untuk mengarungi kompetisi level tertinggi di usia belia. Potensi itu tercium oleh Real Madrid dan pada musim panas 2005, Ramos ditarik ke Santiago Bernabéu dengan rekor transfer 27 juta euro.
Sisanya, tentu saja, adalah sejarah. Di Real Madrid, kini dia sudah menjadi kapten. Pun demikian halnya dengan di Tim Nasional Spanyol di mana dirinya menjadi pemain yang punya jumlah penampilan terbanyak kedua (151) setelah Iker Casillas (167).
Kini, Ramos telah menjadi identik dengan kesuksesan itu sendiri. Namun, menjadi menjadi pemain sukses saja tidaklah cukup untuk dikenang oleh khalayak. Ramos punya ciri khas dan terlepas dari cap begundal itu, namanya bakal terus terekam di memori orang-orang.
ADVERTISEMENT