Serie A Bukan Masalah bagi Juventus yang Sedang Tertatih

28 Februari 2019 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Allegri tertunduk lesu. Foto: MIGUEL MEDINA / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Allegri tertunduk lesu. Foto: MIGUEL MEDINA / AFP
ADVERTISEMENT
Ada semacam kesepakatan tidak tertulis di persepakbolaan Italia yang sudah berlaku setidaknya dalam lima musim terakhir. Kesepakatan itu berbunyi: Juventus akan mencapai puncak performa mereka pada musim semi dan itu akan mengantarkan mereka ke hasil terbaik entah di Serie A maupun kompetisi antarklub Eropa.
ADVERTISEMENT
Ini adalah tahun kelima kesepakatan itu berlaku sekaligus tahun kelima Juventus bermain di bawah asuhan Massimiliano Allegri. Sampai sekarang, banyak orang masih percaya bahwa Juventus bisa segera mencapai gigi lima pada musim semi nanti, tetapi tak sedikit pula dari mereka yang meragukan itu bakal terjadi lagi. Penyebabnya, tak lain adalah karena penampilan Juventus sendiri.
Kedatangan Cristiano Ronaldo di awal musim membuat Juventus digadang-gadang bakal menjadi kekuatan paling mengerikan di Eropa. Ronaldo, bersama Mario Mandzukic, Paulo Dybala, Federico Bernardeschi, dan Douglas Costa, membuat Juventus menjadi salah satu kesebelasan dengan lini depan paling berbahaya. Namun, yang orang sering lupa adalah betapa buruknya kualitas lini tengah Juventus saat ini.
Ada suatu masa di mana Juventus punya Andrea Pirlo, Arturo Vidal, Claudio Marchisio, dan Paul Pogba di sektor tengah. Kini, mereka cuma punya Miralem Pjanic, Rodrigo Bentancur, Sami Khedira, Emre Can, dan Blaise Matuidi. Kualitas pemain yang seadanya itu membuat Juventus seringkali kehilangan lini tengah mereka di sebuah pertandingan, tak hanya ketika menghadapi tim besar, tetapi juga saat melawan tim yang seharusnya bisa dengan mudah dikalahkan.
ADVERTISEMENT
Pemain-pemain Juventus merayakan gol Sami Khedira di laga melawan Sassuolo. Foto: REUTERS/Alberto Lingria
Saat ini, boleh dibilang cuma Pjanic pemain tengah Juventus yang bisa disejajarkan dengan gelandang-gelandang terbaik Eropa. Matuidi dan Khedira memang masing-masing punya trofi Piala Dunia, tetapi mereka adalah sosok dengan spesialiasi terbatas. Matuidi cuma bisa bekerja keras, sementara Khedira cuma bisa membaca permainan. Sementara, Bentancur dan Can masih butuh waktu untuk jadi pesepak bola top.
Buruknya kualitas lini tengah ini menjadi problem karena pelatih Juventus, Massimiliano Allegri, adalah orang yang tidak terlalu percaya pada taktik. Bagi Allegri, yang terpenting adalah bagaimana mengakomodasi talenta di pemain-pemain terbaiknya. Masalahnya, talenta yang ada di lini tengah Juventus memang pas-pasan saat ini.
Ketika Allegri memiliki Pirlo dan Pogba serta Marchisio yang ada di puncak performa, lini tengah sama sekali bukan problem bagi Juventus. Justru, ketika itu Juventus masih bermasalah di lini depan dengan minimnya striker berkualitas yang dimiliki. Namun, keberadaan pemain-pemain tengah berkualitas tersebut bisa menutupi cela yang kala itu masih dimiliki oleh 'Si Nyonya Tua'.
ADVERTISEMENT
Yang terjadi saat ini adalah kebalikannya. Juventus punya lini depan yang oke, tetapi hampir tidak pernah mendapatkan sokongan yang layak. Pjanic memang merupakan salah satu pengatur serangan terbaik di Eropa, tetapi, mau itu Matuidi, Khedira, Bentancur, atau Can, tidak ada satu pun yang bisa menjalankan peran gelandang box-to-box seperti Pogba, Marchisio, atau Vidal dulu.
Terlebih, Allegri sendiri tidak memberi instruksi khusus soal apa yang harus dilakukan seperti bagaimana dan kapan melakukan pressing dan sebagainya. Ini yang membuat Juventus hampir tidak pernah mampu bermain bagus. Juventus selama ini lebih sering bertumpu pada kegeniusan individual para pemainnya untuk lolos dari situasi sulit.
Selebrasi Paulo Dybala bersama Cristiano Ronaldo. Foto: REUTERS/Alberto Lingria
Dengan cara bermain seperti itu Juventus pada akhirnya tetap mampu meraih hasil optimal. Akan tetapi, pertandingan melawan Lazio dan Parma di Serie A, melawan Atalanta di Coppa Italia, serta melawan Atletico Madrid di Liga Champions pada Januari-Februari membuat kekhawatiran itu menjadi nyata. Apakah Juventus memang sudah habis? Lalu, bagaimana kans mereka musim ini?
ADVERTISEMENT
Musim ini target utama Juventus adalah menjuarai Liga Champions. Namun, kini mereka harus menghadapi kemungkinan tersingkir di babak 16 besar. Ini terjadi setelah Atletico mampu mencetak dua gol via bola mat di menit-menit akhir. Namun, sebelum dua gol itu tercipta, Juventus sudah harus mendapat dua ancaman serius.
Pada babak kedua pertandingan tersebut Juventus berusaha untuk mendominasi Atletico dan mencetak gol tandang. Akan tetapi, minimnya kreativitas dari lini tengah membuat Juventus gagal menembus pertahanan Atletico. Kegagalan itu semakin diperparah dengan buruknya antisipasi pemain-pemain Juventus menghadapi serangan balik Atletico yang berujung dua peluang dari Diego Costa dan Antoine Griezmann.
Apa yang terjadi pada pertandingan kontra Atletico itu membuat Juventini paling optimistis pun mendadak jadi pesimis. Seburuk itulah penampilan Juventus dan inilah kekhawatiran yang sesungguhnya, bahwa mereka menghamburkan duit ratusan juta euro untuk merekrut Ronaldo dan si pengkhianat Leonardo Bonucci tetapi hasilnya nihil. Bagi Juventus, ini adalah satu-satunya kegagalan yang ditakutkan.
ADVERTISEMENT
Kekecewaan para pemain Juventus usai kalah 0-2 dari Atletico Madrid. Foto: REUTERS/Sergio Perez
Di ajang domestik sendiri, kans Juventus untuk jadi juara tinggal kini cuma ada di Serie A. Untungnya, Juventus sudah punya keunggulan 13 poin atas Napoli yang ada di urutan dua dan meskipun selama ini menunjukkan penampilan buruk, Bianconeri seharusnya tidak akan kehilangan gelar juara Serie A musim ini. Pertandingan melawan Bologna akhir pekan lalu bisa jadi contoh di mana Juventus tampil mengenaskan tetapi masih bisa memetik kemenangan. Di Serie A, ini sudah cukup.
Senin (4/3/2019) dini hari WIB mendatang Juventus akan berhadapan dengan Napoli di San Paolo. Kalaupun Juventus nantinya kalah, sebenarnya takkan jadi soal karena besarnya keunggulan poin mereka tadi. Namun, pertandingan ini punya arti lebih besar dari sekadar perebutan poin. Laga itu adalah soal momentum.
ADVERTISEMENT
Bagi Juventus, mengalahkan Napoli adalah cara untuk memastikan agar perjalanan mereka ke depan semakin nyaman. Sementara bagi Napoli, mengalahkan Juventus adalah sebuah pernyataan bahwa mereka belum bisa begitu saja dicoret. Siapa pun yang keluar sebagai pemenang nantinya akan mendapatkan suntikan semangat baru dalam menjalani musim.
Walau begitu, tetap saja kans Napoli untuk bisa menggusur Juventus dari puncak klasemen nantinya tetaplah kecil. Pasalnya, Juventus adalah Juventus. Mereka adalah juara bertahan yang sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk juara. Di sisi lain, Napoli sendiri masih kerap kesulitan mengalahkan diri sendiri sehingga harus gagal di laga-laga yang semestinya bisa mereka menangi dengan mudah.
Maka dari itu, pertandingan menghadapi Napoli ini tetap harus dihadapi dengan fokus seratus persen oleh Allegri. Kemenangan akan membuat dirinya, beserta pemain-pemain Juventus, lebih tenang dalam mempersiapkan pertandingan di kompetisi yang jadi target utama mereka: Liga Champions.
ADVERTISEMENT