Serumit Apa, Sih, Musim Pertama Pogba di Manchester United?

9 Juni 2017 16:59 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paul Pogba tidak seburuk itu, kok. (Foto: Reuters/Michael Dalder)
zoom-in-whitePerbesar
Paul Pogba tidak seburuk itu, kok. (Foto: Reuters/Michael Dalder)
ADVERTISEMENT
Mencibir Paul Pogba memang mudah dan menyenangkan. Akan tetapi, perlu saya peringatkan di sini bahwa perbuatan itu adalah perbuatan yang malas.
ADVERTISEMENT
Kita mulai dulu dari awal. 9 Agustus 2016 silam, dunia sepak bola akhirnya mendapat konklusi atas sebuah saga yang telah berlangsung selama berbulan-bulan. Pada hari itu, diumumkanlah sebuah transfer dengan nilai yang memecahkan rekor dunia. Hari itu, Paul Labile Pogba pindah dari Juventus ke Manchester United dengan biaya transfer 89,25 juta poundsterling.
Harga mahal Pogba itu sontak mengundang kontroversi. Pasalnya, pemain berusia 24 tahun ini baru saja tampil buruk bersama Prancis di Euro 2016. Meski Les Bleus melaju ke partai puncak, performa Pogba dianggap berada di bawah standar.
Penampilan buruk itu, ditambah dengan reklame-reklame menyebalkan dari apparel yang mensponsorinya, membuat sumbu publik makin pendek saja. Ini belum termasuk penilaian dari para analis yang menyebut bahwa Pogba tak layak dihargai (se)mahal (itu) karena dia tidak mencetak banyak gol. Bla bla bla.
ADVERTISEMENT
Tetapi, Pogba dan semua pihak yang terlibat dalam proses transfer itu -- termasuk sang agen, Mino Raiola --, bergeming. Toh, Manchester United memang sudi mengeluarkan uang sebesar itu untuk menebus kembali "Si Anak Hilang" yang diasuh dan dibesarkan oleh "Si Nyonya Tua" di Italia sana. Jadilah pada hari itu, 9 Agustus 2016, Paul Pogba kembali ke pelukan "Setan Merah".
Paul Pogba selebrasi dengan dab. (Foto: Giorgio Perottin/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Paul Pogba selebrasi dengan dab. (Foto: Giorgio Perottin/Reuters)
Harga Pogba itu memang sangat mahal. Akan tetapi, bagi Manchester United, Pogba bukan sekadar pemain hebat. Lebih dari itu, dia adalah sebuah merek dagang yang potensial. Dengan gayanya yang sangat kekinian dan selebrasi dab-nya yang masyhur itu, Pogba dianggap sebagai salah satu jalan untuk membuat merek Manchester United makin mengglobal dan menggurita.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kita semua sudah tahu kalau harga pemain sepak bola dewasa ini semaking ngawur saja. Lihat saja John Stones. Bagaimana mungkin pemain seperti itu dihargai lebih dari 47 juta poundsterling? Seperti kata Silvio Berlusconi, uang minyak yang masuk ke sepak bola telah mengubah tatanan. Intinya, siapa yang kaya, dialah yang menang.
Ya, idealnya memang begitu. Akan tetapi, nasib Pogba dan Manchester United musim 2016/17 lalu tidak begitu. Meski berhasil meraih "treble" -- Community Shield, Piala Liga, dan Liga Europa --, prestasi United jelas masih jauh dari harapan. Setelah membelanjakan uang sebesar 455 juta poundsterling dalam tiga tahun terakhir, prestasi mereka di Premier League masih begitu-begitu saja. Lolos ke Liga Champions saja, seperti kata Arsenal, sudah seperti juara.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa, setelah pada proses transfernya mengundang kontroversi, harga mahal Pogba kini kembali diungkit-ungkit. Pemain yang pernah menimba ilmu di akademi Le Havre itu dianggap belum bisa menjustifikasi harganya yang selangit. Setelah Pogba mencetak salah satu gol kemenangan The Red Devils di final Liga Europa pun, orang-orang masih belum mau mengakui kehebatan Pogba di United.
Lalu, sebenarnya seperti apa, sih, musim perdana Pogba setelah kembali ke Old Trafford?
"Cukup bagus, tetapi agak rumit," ungkap Pogba seperti dilansir Independent. "Aku harus beradaptasi lagi dengan sepak bola Inggris. Waktu itu, aku tidak ikut latihan pramusim, sehingga aku pun harus langsung turun bermain."
"Tetapi, semakin banyak aku berlatih, rasanya semakin mudah. Sejak awal, aku sudah merasa nyaman dengan para pemain lain. Walaupun kami sebenarnya masih bisa lebih baik lagi, tujuan kami sebenarnya sudah tercapai dan menurutku, musim lalu cukup bagus."
ADVERTISEMENT
Cukup bagus. Ya, memang cukup bagus. Akan tetapi, bagi klub seperti Manchester United, "cukup bagus" saja sebenarnya tidak cukup. Status sebagai klub terkaya di dunia seharusnya membuat United setidaknya sejajar dengan Barcelona atau Real Madrid dalam hal prestasi. Namun, faktanya tidak demikian.
Manchester United belum optimal. (Foto: Andrew Couldridge/Reuters )
zoom-in-whitePerbesar
Manchester United belum optimal. (Foto: Andrew Couldridge/Reuters )
Bahwa sampai sekarang Manchester United masih belum keluar dari masa transisi, itu adalah benar. Setelah tiga musim tampil tanpa juntrungan bersama David Moyes dan Louis van Gaal, pekerjaan rumah Jose Mourinho sebagai manajer baru pun menumpuk.
Mourinho pun terpaksa mengulang lagi dari awal. Karena tim yang dia miliki tidak bisa diajak untuk bermain cepat dan atraktif seperti ketika dia menangani Real Madrid dulu, maka Mourinho memilih untuk fokus kepada pertahanan sebagai senjata utama. Kalau tidak bisa menyerang dengan baik, setidaknya pertahanan jangan sampai jebol juga.
ADVERTISEMENT
Celaka bagi Mourinho, pertahanan yang kuat bukan salah satu ciri-ciri Manchester United. Old Trafford tidak dijuluki Theatre of Dreams karena Manchester United memainkan sepak bola bertahan yang baik. Di bawah Sir Alex Ferguson, United merupakan sebuah tim yang dikenal dengan gayanya yang ofensif dan agresif. Lawan mau bikin lima gol? Tak masalah. Yang penting kita bisa bikin enam gol. Kira-kira seperti itu.
Nah, langkah Mourinho untuk memperkuat pertahanan itu sebenarnya berhasil. Di Premier League, Michael Carrick dkk. hanya kebobolan 29 kali. Catatan itu adalah yang terbaik kedua di liga setelah Tottenham Hotspur (26) yang notabene merupakan kandidat juara.
Akan tetapi, sisi positif itu juga memiliki efek samping. Pasalnya, permainan United jadi terlalu berhati-hati, lambat, dan membosankan. Implikasinya, Paul Pogba yang merupakan salah satu pemain ofensif di tim pun jadi salah satu sasaran tembak. Apalagi, Pogba didatangkan dengan status pemain termahal dunia.
ADVERTISEMENT
Namun, seperti yang sudah saya sebutkan di paragraf pembuka, mencibir Paul Pogba adalah perbuatan yang malas. Mengapa?
Well, terlepas dari permainan Manchester United yang masih jauh dari kata mengesankan, Paul Pogba adalah salah satu penampil terbaik mereka, baik itu di Premier League maupun Liga Europa.
Pogba, masih yang terbaik di United. (Foto: Reuters/Lee Smith)
zoom-in-whitePerbesar
Pogba, masih yang terbaik di United. (Foto: Reuters/Lee Smith)
Sebagai seorang gelandang tengah, tugas utama Pogba memang bukan mencetak gol dan itulah mengapa, tolol rasanya jika kita mengkritik dirinya hanya karena minimnya jumlah gol yang dia cetak. Lagipula, sembilan gol dari 51 laga sebenarnya tidak buruk-buruk amat, kok. Perlu diingat pula bahwa musim lalu, banyak upaya Pogba yang gagal berbuah gol akibat bola membentur tiang.
ADVERTISEMENT
Untuk menilai performa Pogba sebagai gelandang tengah secara objektif, barangkali kita bisa menggunakan data umpan dan take-ons sang pemain. Menurut catatan Squawka, Pogba adalah pengumpan terbaik Manchester United di Premier League dengan total raihan 1.812 umpan berhasil. Rinciannya, di setiap pertandingannya, Pogba melepas 72,6 umpan dengan persentase keberhasilan mencapai 85,1%, menurut WhoScored. Yang istimewa, 65% dari umpan Pogba itu merupakan umpan yang arahnya ke depan, tak seperti Leon Britton ketika Swansea City masih dilatih Brendan Rodgers dulu.
Tak hanya dalam urusan mengumpan, dalam hal menggiring bola pun kemampuan Pogba yang di Juventus dulu rupanya belum hilang. Di Premier League, Pogba mampu melewati pemain lawan sebanyak 75 kali. Pemain terbaik setelah Pogba adalah Anthony Martial yang "hanya" mampu melewati lawan sebanyak 45 kali.
ADVERTISEMENT
Itu baru di Premier League. Di Liga Europa, Pogba ternyata juga mampu bersinar. Dengan 872 umpan berhasil, Pogba pun resmi menjadi pengumpan terbaik di kompetisi kasta kedua Eropa itu. Dalam urusan melewati pemain lawan, Pogba melakukan itu sebanyak 38 kali; terbanyak di antara seluruh gelandang peserta Liga Europa.
Lalu, apabila memang statistik Pogba sebagus itu, mengapa dia masih tampak buruk? Sederhana saja: karena angka tidak bisa menceritakan segalanya. Ada konteks yang tak bisa diterangkan secara serta merta dengan menggunakan angka. Nah, konteks yang dimaksud di sini adalah permainan Manchester United secara umum itu tadi. Dengan rekan-rekan yang masih angin-anginan, kontribusi Pogba pun seakan tak ada artinya.
Musim depan, tentunya dengan penambahan pemain-pemain di beberapa sektor, United seharusnya mampu tampil lebih baik lagi. Pogba sendiri bakal menjadi harapan terbesar para pendukung "Setan Merah". Jika Jose Mourinho mampu mengakomodasi Pogba seperti yang dilakukan Antonio Conte dan Max Allegri di Juventus, maka banderol 89,25 juta pounds itu pasti bakal terjustifikasi.
ADVERTISEMENT