Siapa Berwenang Tuntaskan Kasus Pengaturan Pertandingan di Indonesia?

16 November 2018 17:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Sepak Bola dan Uang (Foto: Ppixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sepak Bola dan Uang (Foto: Ppixabay)
ADVERTISEMENT
Praktik jual beli pertandingan memang bukan persoalan baru dalam kancah sepak bola. Di Indonesia, hal itu sudah terjadi dalam beberapa kesempatan. Sepak bola gajah, kata orang.
ADVERTISEMENT
Pada 26 Oktober 2014, pemandangan itu pernah terekam saat PSS Sleman bertemu PSIS Semarang dalam babak delapan besar Grup N Divisi Utama di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara (AAU). Pertandingan kedua kesebelasan sempat diwarnai tindakan mencederai sportivitas lewat lima gol yang bersarang di laga itu. 'Uniknya', semuanya berasal dari gol bunuh diri yang disengaja.
Gol-gol bunuh diri yang dibuat kedua tim dituding karena keinginan menghindari pertemuan dengan Pusamania Borneo FC di semifinal. Borneo FC yang sebelumnya menang Walk Over (WO) atas Persis Solo secara otomatis telah menanti pemenang antara kedua klub yang bertarung. Ketakutan PSS dan PSIS menghindari Borneo FC itu ditengarai karena sebelum laga final sudah ada 'jaminan' lolos ke Indonesia Super League (ISL) untuk klub Kalimantan Timur tersebut.
ADVERTISEMENT
Empat tahun berselang, indikasi praktik picik kembali terendus. Lagi-lagi ini terjadi di kompetisi level kedua sepak bola alias Liga 2 2018. Manajer Madura FC, Januar Herwanto, menyatakan bahwa saat melakoni babak delapan besar, beberapa klub peserta terlibat praktik jual beli pertandingan.
Kepada kumparanBOLA, Januar memang enggan memberi rincian detailnya. Tetapi, di hadapan Komisi Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, manajer klub beralias 'Sapo Pote' sudah buka-bukaan.
kumparanBOLA menanyakan ihwal laporan Madura FC itu kepada salah satu anggota Komisi Disiplin PSSI, Dwi Irianto. Akan tetapi, persoalan tak lantas beres karena Komisi Disiplin bukan badan untuk menyelesaikan benang kusut sepak bola gajah.
''Mestinya yang berperan itu PSSI dan PT LIB (operator kompetisi, PT Liga Indonesia Baru, red). Tapi itu bukan jalan yang mudah juga karena butuh bukti,'' kata Dwi saat dihubungi, Jumat (16/11/2018).
ADVERTISEMENT
''Di sepak bola tidak menggunakan hukum positif. Kalau mengambil contoh dari kepolisian, mereka ada alat untuk melacak praktik. Di sepak bola, seperti apa dan bagaimana pembuktiannya?'' tambahnya.
Pemain Timnas Sepak Bola Wanita Indonesia, Putri Rizki Amalia, menutupi wajahnya usai dikalahkan Korea Selatan 0-12. (Foto: ANTARA/INASGOC/Zabur Karuru)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Timnas Sepak Bola Wanita Indonesia, Putri Rizki Amalia, menutupi wajahnya usai dikalahkan Korea Selatan 0-12. (Foto: ANTARA/INASGOC/Zabur Karuru)
Untuk kasus laporan Madura, kata Dwi, memang bukan sekali saja klub-klub di Indonesia meminta agar persoalan diusut tuntas. Namun, peran Komdis PSSI, kata Dwi, hanyalah menghukum pelanggaran Kode Disiplin.
Dalam Kode Disiplin 2018 Bagian ke-10 Pasal 72 terdapat bab soal manipulasi hasil pertandingan secara ilegal. Dalam enam poin, dirinci hukuman serta besaran denda yang mesti dibayarkan:
1. Siapa pun yang berkonspirasi mengubah hasil pertandingan yang berlawanan dengan etik keolahragaan dan asas sportivitas dengan cara apa pun dikenakan sanksi berupa sanksi skors, sanksi denda minimal sekurang-kurangnya Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan sanksi larangan ikut serta dalam aktivitas sepak bola seumur hidup.
ADVERTISEMENT
2. Perangkat pertandingan yang melakukan atau ikut serta melakukan konspirasi mengubah hasil pertandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dijatuhi sanksi dengan (i) sanksi denda sekurang-kurangnya Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan (ii) sanksi larangan ikut serta dalam aktivitas sepak bola seumur hidup.
3. Pemain yang ikut serta melakukan konspirasi mengubah hasil pertandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dijatuhi sanksi dengan (i) sanksi denda sekurang-kurangnya Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan (ii) sanksi larangan ikut serta dalam aktivitas sepak bola seumur hidup.
4. Ofisial atau pengurus yang melakukan atau ikut serta melakukan konspirasi mengubah hasil pertandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dijatuhi sanksi dengan (i) sanksi denda sekurang-kurangnya Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan (ii) sanksi larangan ikut serta dalam aktivitas sepak bola seumur hidup.
ADVERTISEMENT
5. Klub atau badan yang terbukti secara sistematis (contoh: pelanggaran dilakukan atas perintah atau dengan sepengetahuan pemimpin klub, dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa anggota dari klub atau badan tersebut) melakukan konspirasi mengubah hasil pertandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dijatuhi sanksi dengan (i) sanksi denda sekurang-kurangnya Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah); (ii) sanksi degradasi, dan (iii) pengembalian penghargaan.
''Jika dalam suatu pertandingan terjadi peleparan botol, penonton merangsek masuk ke lapangan, dan yang jamak kita temui, rujukan dijatuhkannya hukuman ada dan buktinya juga ada. Tetapi untuk praktik jual beli pertandingan, memang ada di Kode Disiplin, tetapi, azas pembuktiannya bagaimana?" kata Dwi.
''Siapa yang bisa memberikan bukti? Misal, si A melaporkan si B bahwa ada jual beli pertandingan. Lalu B juga bisa mengelak, buktinya apa? Lalu akan berulang terus bertanya."
ADVERTISEMENT
"Seperti itu 'kan harusnya ada 'alat-alat pembuktian' seperti di kepolisian. Nah, masalahnya, di sini apakah praktik ini mau diusut?'' kata Dwi menutup.