Sidang Kasus Mafia Bola: Dua Pleidoi Berbeda untuk Tika dan Priyanto

26 Juni 2019 19:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mafia Bola (ilustrasi) Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mafia Bola (ilustrasi) Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
Sidang tuntutan kasus mafia bola di Pengadilan Negeri (PN) Banjarnegara kelar pada Senin (24/6/2019). Dua terdakwa—Priyanto dan Anik Yuni Artikasari (Tika)—dituntut jaksa penuntut umum (JPU) tiga tahun penjara dan denda Rp5 juta subsider 3 bulan.
ADVERTISEMENT
Keduanya didakwa melanggar pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat 1 KUHP (penipuan) dan Pasal 2 Undang-undang nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap.
Kuasa hukum Priyanto dan Tika, Handrianus Handyar Rhaditya, menilai tuntutan tersebut terlalu berat. Pihaknya akan menyiapkan pleidoi atau pembelaan pada Senin (1/7/2019).
Menariknya, Handrianus bakal membuat dua pleidoi berbeda untuk dua kliennya. Pada pleidoi milik Priyanto akan ada permohonan keringanan hukuman. Sementara pembelaan punya Tika berisi permohonan pembebasan hukuman.
“JPU beranggapan Tika sebagai penyuap bersama dengan Pri (Priyanto). Itu ‘kan aneh. Jadi, JPU menilai uang Tika dari menipu itu digunakan untuk menyuap. Menurut kami hal itu tidak pas. Kenapa ini dipaksakan menjadi satu perkara. Padahal, peran Pri dan Tika berbeda. Rasa keadilannya tidak ada,” ujar Handrianus kepada kumparanBOLA, Rabu (26/6/2019).
ADVERTISEMENT
Handrianus lebih lanjut menuturkan bahwa dakwaan pasal penyuapan tidak tepat. Menurutnya, Pri dan Tika cuma sebagai perantara bukan penyuap.
“Harus mengupas fakta lagi. Niat itu dari siapa. Kalau namanya pidana ‘kan niat plus kesempatan sama dengan perbuatan. Nah, niat menyuap itu dari siapa dulu, baik aktif maupun pasif. Saya ambil contoh Tika. Tak ada aliran uang dari Tika untuk menyuap. Makanya kami meminta untuk dibebaskan,” katanya.
Sementara itu, kuasa hukum kedua terdakwa juga bersikeras mematahkan tuntutan JPU soal pasal penipuan. Pengacara asal Salatiga itu berpendapat bahwa Tika—yang dianggap aktor penipuan—melakukan bujuk rayu kepada Lasmi Indaryani (pelapor).
“Tika tidak ada keterkaitan dengan pertandingan. Dia hanya asisten Lasmi. Misalnya Lasmi transfer sekian, lalu Tika menyiapkan data distribusi uang habis buat apa saja. Data itu itu juga dari Pak Pri. Kami heran juga kalau Tika didakwa penipuan. Jadi, seolah-olah Tika dimasukkan sebagai orang yang membujuk rayu atau menjanjikan. Kita tahu kapasitas Tika sebagai apa. Dia bukan siapa-siapa dan tidak bisa menjanjikan,” tutur Handrianus.
ADVERTISEMENT
Tuduhan penipuan yang dibebankan kepada Tika juga dianggap aneh jika menilik frekuens Lasmi memberikan uang.
“Kalau Lasmi memberikan, pasti ada tujuan. Kalau merasa tertipu tidak mungkin dalam setiap pertandingan memberikan. Karena tidak dia memberikan tidak sekali atau dua kali, tapi berkali-kali. Ini penipuannya di mana. Nanti unsurnya akan kami kupas satu per satu,” tutur Handrianus.
Melihat fakta-fakta itu, Handrianus dan kolega bersiap melakukan pelaporan balik kepada Lasmi. Bahkan, ia mendapati fakta anyar soal uang milik Lasmi yang bisa diperkarakan.
“Jelas (pelaporan balik). Kami sudah memasukkan ke arah sana. Ada temuan lain yang menjadi fokus kami, yaitu uang dalam mafia bola ini punya Lasmi atau uang negara. Dalam kesaksian sebelumnya ada fakta persidangan bahwa KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia ) memberikan uang hibah ke Persibara sebesar Rp1,5 miliar. Apakah itu uang itu yang digunakan dalam kasus ini?” ujarnya.
ADVERTISEMENT