Sidang Tuntutan Mafia Bola: Empat Terdakwa Siapkan Pleidoi

26 Juni 2019 17:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Johar Lin Eng saat menjalani sidang perdana kasus mafia bola di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Johar Lin Eng saat menjalani sidang perdana kasus mafia bola di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Persidangan kasus mafia bola di Banjarnegara sudah masuk tahap pembacaan tuntutan, Senin (24/6/2019) lalu. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Johar Lin Eng dengan ancaman dua tahun sesuai Pasal 378 juncto Pasal 55 KUHP (penipuan) dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.
ADVERTISEMENT
Sementara, tiga terdakwa lainnya, yaitu Mansyur Lestaluhu, Dwi Irianto, dan Nurul Safarid, dituntut JPU satu setengah tahun penjara.
Pada Senin (1/7/2019) keempat terdakwa akan menyiapkan pleidoi atau pembelaan. Menurut keterangan Kairul Anwar—kuasa hukum keempat terdakwa—tuntutan JPU bisa dipatahkan dengan menilik fakta persidangan.
“Kami bicara konsep fakta persidangan. JPU menuntut atau mendakwa, khusus Johar, dengan dakwaan kumulatif alternatif. Jadi, bisa penipuan atau penyuapan," ujar Kairul kepada kumparanBOLA, Rabu (26/6/2019).
"Dakwaan tersebut artinya terdakwa melakukan tindak pidana lebih dari satu. Bicara kumulatif alternatif berarti belum bisa memastikan tindak pidana mana yang paling tepat dapat dibuktikan,”
Kairul menegaskan konstruksi kumulatif alternatif dari JPU sebagai bentuk keragu-raguan. Lebih lanjut ia mengutarakan bahwa pasal penyuapan dibebankan kepada Johar tidak ada faktanya.
ADVERTISEMENT
Priyanto (kanan) dan Anik Yuni Kartikasari jalani persidangan perdana kasus Mafia Bola di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah (6/5). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Konstruksi suap itu ‘kan ada dua belah pihak, penyuap dan penerima suap. Dua belah pihak yang dikonstruksikan JPU antara Priyanto (penyuap) dan Johar (penerima). Tidak bisa faktanya seperti itu. Priyanto itu berkomunikasi (kepada Johar) atas perintah dari pemilik uang, dalam hal ini pelapor. Makanya, pelapor cuma melaporkan Priyanto dan Anik Yuni Artikasari (Tika),” tutur Kairul.
Sang kuasa hukum melanjutkan bahwa tidak ada fakta persidangan yang menyebut soal perintah untuk menyuap Johar. Yang dilakukan Priyanto, menurut Kairul, justru hanya menyuap perangkat pertandingan. Jadi, Johar tak masuk dalam konstruksi tindak pidana suap itu.
Sementara itu, Kairul juga membeberkan bahwa pasal penipuan dalam dakwaan Johar bisa mentah. Ia bahkan tak menemukan kliennya masuk dalam alur penipuan yang didakwakan.
ADVERTISEMENT
“Tindak pidana penipuan tidak sederhana. Ada bujuk rayu dan penyerahan. Bujuk rayu dilakukan oleh siapa? Apakah Johar melakukan bujuk rayu? Saksi siapa pun di persidangan tidak menyebutkan itu. Itu salah satu unsur yang sudah pasti patah,” ujarnya.
Pasal penyuapan memang paling kentara dalam pembacaan tuntutan oleh JPU. Selain Johar, tiga terdakwa lain juga dituntut tindak pidana suap.
Dwi Irianto alias Mbah Putih usai menjalani sidang perdana kasus mafia bola di Pengadilan Negeri Banjarnegara, Jawa Tengah. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kairul melihat kelemahan dari dakwaan tindak pidana suap kepada tiga terdakwa lain. Dalam kasus Dwi Irianto, misalnya, kuasa hukum tak menemukan fakta bahwa pria yang akrab disapa Mbah Putih itu melakukan perbuatan memuluskan pertandingan Persibara Banjarnegara.
“Mbah Putih hanya dituntut suap. Sama seperti Johar, alur dari JPU menyebut Mbah Putih sebagai penerima suap dan Priyanto bertindak pemberi suap. Namun, dilihat dulu kapasitas Mbah Putih untuk perbuatan memuluskan rencana untuk pertandingan Persibara. Dia itu ‘kan anggota Komite Disiplin (Komdis) PSSI, bukan anggota Komite Wasit PSSI). Kami tidak menemukan fakta kerja Mbah Putih dalam rencana itu. Tidak ada urusannya dengan dia. Jadi, harus dibuktikan lagi,” tutur Kairul.
ADVERTISEMENT
Lalu, Kairul juga tak menemukan alasan Priyanto memberikan uang kepada Mansyur Lestaluhu (eks staf Direktur Penugasan Wasit PSSI).
“Mansyur tiba-tiba diajak karaoke oleh Priyanto. Kemudian diberikan uang. Nah, apakah ada pesanan bahwa Mansyur harus menugaskan wasit A atau wasit B? Itu tidak terungkap dalam fakta persidangan,” katanya.
Nurul Safarid pun demikian. Dalam fakta persidangan tak ada bukti bahwa Nurul dikondisikan untuk memimpin laga Persibara. Sang wasit dalam kesaksiannya menyebut Persibara menang karena memang pantas.
Lasmi Indriyani saat menjadi saksi dalam kasus mafia bola di Pengadilan Negeri Banjarnegara. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Terlepas dari pembacaan tuntutan, kuasa hukum empat terdakwa bersiap menempuh jalur lanjutan. Hal itu tak lepas dari lemahnya konstruksi dakwaan yang dibacakan.
“Mestinya pelapor (Lasmi Indaryani) yang diangkat materinya sehingga terungkap jalurnya dengan jelas. Bukan diputus di level Priyanto sebagai pemberi suap dan empat terdakwa ini bertindak sebagai penerima suap," tutur Kairul.
ADVERTISEMENT
"Tentunya kami tidak berandai-andai putusan akhir seperti apa. Kami melihat pertimbangan hukum karena akan bersangkutan dengan pihak yang terkait. Kalau perkara ini sudah inkrah (berkekuatan hukum), baru kami bisa mengambil langkah hukum lain,” katanya.
Langkah hukum lain yang dimaksud Kairul tak lain pelaporan balik Lasmi. Pihaknya akan menggiring mantan Manajer Persibara itu ke kasus penyuapan.