Spalletti: Saatnya Berkata 'Cukup' pada Kebencian di Sepak Bola

29 Desember 2018 15:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Spalletti di laga Chievo vs Inter. (Foto: Reuters/Alberto Lingria)
zoom-in-whitePerbesar
Spalletti di laga Chievo vs Inter. (Foto: Reuters/Alberto Lingria)
ADVERTISEMENT
Luciano Spalletti akhirnya buka suara soal perilaku rasialis suporter Internazionale yang dialamatkan kepada bek Napoli, Kalidou Koulibaly. Spalletti berkata bahwa momen ini seharusnya menjadi titik di mana semua orang berkata 'Cukup' untuk segala perilaku rasialis maupun aksi kekerasan.
ADVERTISEMENT
Pertandingan antara Inter dan Napoli di Giuseppe Meazza, Kamis (27/12/2018) dini hari WIB lalu, dinodai oleh suara-suara monyet serta sorakan bernada rasial dari tribune pendukung Inter. Para pendukung Inter itu sebetulnya sudah diperingatkan sampai tiga kali lewat pengeras suara stadion. Namun, peringatan tadi tak mereka gubris. Pihak Napoli sendiri sudah meminta agar wasit Paolo Mazzoleni menyetop pertandingan. Akan tetapi, sang pengadil bergeming.
Sebenarnya, tak cuma pelecehan rasial terhadap Koulibaly yang terjadi pada pertandingan itu. Di luar stadion, seorang suporter Inter meninggal dunia menyusul keributan dengan pendukung Napoli. Dua hal inilah yang kemudian membuat Spalletti kehabisan kesabaran.
Koulibaly sedang kesal, ditenangkan pemain Inter. (Foto: REUTERS/Alberto Lingria)
zoom-in-whitePerbesar
Koulibaly sedang kesal, ditenangkan pemain Inter. (Foto: REUTERS/Alberto Lingria)
"Aku mengutuk semua yang terjadi. Tidak ada tapi-tapian," kata Spalletti seperti dilansir Reuters. "Ini adalah momen untuk berkata 'Cukup' terhadap semua kebencian di sepan bola, 'Cukup' kepada rasialisme dan segala bentuk diskriminasi di dalam stadion."
ADVERTISEMENT
"'Cukup' untuk semua perayaan Tragedi Heysel dan Superga," tambah Spalletti merujuk pada tragedi di Brussel pada 1985 ketika 39 orang yang mayoritas suporter Juventus meninggal serta kecelakaan pesawat tahun 1949 di mana semua penggawa Grande Torino meninggal dunia. "'Cukup' untuk segala ejekan kepada pelatih dan pemain. 'Cukup' untuk semua kebencian di sepak bola secara umum. Itu yang terpenting."
Spalletti juga berkata bahwa Inter berada di samping Koulibaly karena Inter sendiri selalu berada bersama mereka yang menjadi sasaran kebencian. Soal hukuman dua laga tanpa penonton, Spalletti mengaku kecewa. "Akan tetapi, jika itu adalah harga yang harus kami bayar untuk memerangi kebencian, kami dengan lapang dada akan melakukannya," lanjut eks pelatih Roma itu.
ADVERTISEMENT
Respons soal pelecehan rasial yang diterima Koulibaly juga datang dari pelatih Roma, Eusebio Di Francesco, dan pelatih Milan, Gennaro Gattuso. Kedua orang ini setuju dengan ancaman Carlo Ancelotti bahwa timnya akan meninggalkan lapangan jika ada pemain yang dilecehkan.
Eusebio Di Francesco di laga AS Roma vs Genoa. (Foto: Vincenzo PINTO / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Eusebio Di Francesco di laga AS Roma vs Genoa. (Foto: Vincenzo PINTO / AFP)
"Jika negara tidak bisa menyelesaikan masalah ini, ya, berarti kami sendiri yang harus bertindak," kata Di Francesco.
"Kami harus memiliki keberanian untuk melakukan itu. Kalau pelatih berani, itu akan memudahkan semua orang. Namun, menurutku ini bukan cuma masalah di negara kita karena aku juga melihat pisang dilempar di negara lain," ujar Gattuso.
Pendapat lain datang dari pelatih Juventus, Max Allegri. Sedikit berbeda dengan para koleganya, Allegri berucap bahwa rasialisme tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan menghentikan pertandingan.
ADVERTISEMENT
"Aku tidak menoleransi rasialisme dalam bentuk apa pun atau ejekan yang berkaitan dengan tragedi dan kematian, tetapi menghentikan pertandingan bukan solusi. Kita harus mengajari anak-anak sejak di sekolah. Dan kami semua, presiden, pelatih, pemain, harus sadar bahwa apa pun yang kami lakukan punya pengaruh besar. Kami harus lebih bertanggung jawab," tegas Allegri.