Tabarez: Guru Keras Kepala untuk Uruguay

26 Juni 2018 9:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Oscar Tabarez di laga vs Rusia. (Foto: REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)
zoom-in-whitePerbesar
Oscar Tabarez di laga vs Rusia. (Foto: REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)
ADVERTISEMENT
Timnas Uruguay tampak begitu menjanjikan selama melakoni babak grup final Piala Dunia 2018. Keran gol mereka tak hanya mengucur deras, mereka juga tak kebobolan satu gol pun. Semua itu disebabkan oleh pemikiran taktik pria tua yang berdiri dengan tongkatnya di pinggir lapangan.
ADVERTISEMENT
Pria itu divonis dokter mengidap penyakit serius dua tahun lalu. Dia mengidap sindrom guillain-barre. Penyakit tersebut pada akhirnya melemahkan kerja otot dan paru-parunya. Meski begitu, pria itu menunjukkan bahwa dia memang seorang keras kepala.
Alih-alih berhenti, pria itu bertahan menjadi pelatih Uruguay dengan alat bantu bergerak. "Saya masih ingin menjadi pelatih Uruguay. Setidaknya, sampai tubuh saya mengkhianati saya. Ketika kamu menjadi pelatih, seharusnya kamu dihentikan karena performamu yang buruk," ujar pria itu kepada media Uruguay, Ovacion.
Pria itu dijuluki ‘Sang Guru’. Namanya adalah Oscar Tabarez. Dialah pelatih Timnas Uruguay sekaligus pelatih tertua juga pelatih dengan penampilan Piala Dunia terbanyak di panggung Piala Dunia edisi kali ini. Dari Tabarez-lah, Uruguay belajar tentang makna garra charrua yang sesungguhnya.
ADVERTISEMENT
Garra charrua bisa dimaknai sebagai semangat Charrua. Charrua sendiri merupakan salah satu penghuni asli negeri Uruguay. Di abad 19, orang-orang Charrua melawan penjajahan Kerajaan Spanyol. Meski pada akhirnya mereka kalah dan punah, semangat mereka abadi dalam jiwa orang-orang Uruguay.
Tabarez kemudian menularkan semangat ini dalam dua kali kesempatannya menjadi pelatih La Celeste. 1988 adalah kali pertama Tabarez ditunjuk sebagai pelatih Uruguay. Kala itu, Uruguay seperti anjing yang kehilangan majikannya: kebingungan dan kehilangan identitas. Namun, siapa sangka di tangannya, Uruguay kembali buas?
Tahun 1989, Tabarez mengantarkan Uruguay ke final Copa America. Dalam perjalanannya, Timnas Argentina dan Diego Maradona pun bisa ditaklukkan. Mereka kalah 0-1 dari Timnas Brasil di final, namun kekalahan itu tak perlu ditangisi karena Brasil adalah raksasa sepak bola dunia.
ADVERTISEMENT
Di Piala Dunia 1990, Tabarez membawa Uruguay ke 16 besar dengan kondisi mencicipi satu kemenangan di babak grup. Kemenangan ini bermakna spesial bagi orang-orang Uruguay, mengingat mereka tak merasakan satu kemenangan pun di Piala Dunia 1986.
Tabarez pimpin latihan Timnas Uruguay. (Foto: REUTERS/Andres Stapff)
zoom-in-whitePerbesar
Tabarez pimpin latihan Timnas Uruguay. (Foto: REUTERS/Andres Stapff)
Kebangkitan Uruguay kala itu tak bisa dilepaskan dari masa lalu Tabarez sebagai guru SD. Tabarez sendiri suka menjelaskan sesuatu secara rinci kepada para pemainnya selayaknya mereka anak kecil. Selain itu, Tabarez tahu bagaimana caranya mengayomi para pemainnya. Dua hal ini membuat Uruguay begitu solid saat bermain.
Pada 2006, Tabarez datang lagi ke Uruguay setelah berkelana ke berbagai klub. Kala itu, sepak bola Uruguay sedang berduka karena mereka terus menjadi pecundang sejak 1990. Puncaknya, mereka pun tak tampil di putaran final Piala Dunia 2006.
ADVERTISEMENT
Tabarez sendiri berjanji akan merevolusi sepak bola Uruguay. Namun, idenya tak sekadar menjadi guru dan memanfaatkan yang sudah ada saja. Lebih besar, dia ingin Federasi Sepak bola Uruguay untuk lebih peduli dengan para pemain muda demi masa depan yang lebih baik. Imbasnya, dapat dikatakan begitu baik.
Pada 2007, Uruguay melaju hingga babak semifinal Copa America dengan hanya dua kali kalah. Dalam turnamen itu, ada pemain macam Diego Godin, Martin Caceres, hingga Luis Suarez dalam skuatnya. Di Piala Dunia 2010, langkah mereka terhenti karena Timnas Belanda di semifinal. Di turnamen inilah nama Fernando Muslera melejit.
Timnas Uruguay rayakan gol ke gawang Rusia. (Foto: REUTERS/David Gray)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Uruguay rayakan gol ke gawang Rusia. (Foto: REUTERS/David Gray)
Pada 2014, laju Uruguay terhenti di tangan Timnas Kolombia di babak 16 besar Piala Dunia. Di edisi Piala Dunia yang ini, Jose Maria Gimenez dipanggil Tabarez untuk pertama kalinya.
ADVERTISEMENT
Kini, pemain-pemain itu tak lagi kanak. Mereka sudah dewasa dan beberapa bahkan sudah mencapai puncak potensinya. Semua itu karena pria yang berdiri di pinggir lapangan dengan tongkatnya. Pria yang keras kepala dan tak mau kalah begitu saja terhadap rasa sakit yang ia derita.