Taklimat agar PSS Sleman Menggapai Liga 1

8 Februari 2018 16:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain PSS Sleman di Liga 2 2017 (Foto: Instagram PSS Sleman)
zoom-in-whitePerbesar
Pemain PSS Sleman di Liga 2 2017 (Foto: Instagram PSS Sleman)
ADVERTISEMENT
Gagal. Harapan PSS Sleman menapaki kompetisi teratas sepak bola Indonesia kandas lagi. Di babak 16 besar Liga 2 2017, PSS harus tersingkir setelah hanya menempati posisi ketiga klasemen usai kalah selisih 3 gol dari peringkat kedua PSPS Riau.
ADVERTISEMENT
Kegagalan itu lantas meredam hasrat untuk mengulang capaian musim 1999/2000. Ya, pada musim itu, PSS untuk pertama kalinya menjadi tim promosi yang berlaga di level teratas kompetisi Tanah Air.
Dengan skuat yang berasal dari hasil seleksi klub lokal, PSS berhasil membangun sebuah tim yang solid. Di bawah pimpinan Bupati Sleman, yang saat itu menjabat sebagai manajer tim, Arifin Ilyas, PSS sukses melaju ke Divisi Utama Liga Indonesia untuk pertama kali sejak berdiri pada 20 Mei 1976.
Perjalanan PSS amatlah panjang untuk bisa mencapai level tertinggi kala itu. Setelah berdiri, klub berjuluk 'Elang Jawa' melakoni debutnya di turnamen resmi dalam ajang yang dimaksudkan sebagai ajang seleksi tim Pra-PON Daerah Istimewa Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Baru tiga tahun berselang, PSS mulai berkompetisi di Divisi II Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Akan tetapi, langkah PSS untuk melaju ke Divisi Utama terbilang berat. Pasalnya, mereka harus lebih dulu menjuarai kompetisi tingkat DIY, provinsi Jawa Tengah, dan Nasional.
Sukses melewati itu semua, PSS akhirnya berlaga di Divisi I. Jalan panjang itu dilalui dengan susah payah. Untuk berlaga di Divisi I, PSS butuh waktu selama 17 tahun (1979-1996), waktu yang lama tentunya.
Selama itu pula, PSS tak mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk menghidupi tim. Sumbangan dari tokoh-tokoh sepak bola Sleman cukup untuk menghidupi PSS.
Empat tahun berlaga di Divisi I, pada musim yang telah disebut diawal, PSS untuk pertama kalinya akhirnya berkiprah di Divisi Utama Liga Indonesia. Keberhasilan itu sekaligus menutup masa jabatan manajer mereka, Arifin Ilyas. Sejak keberhasilan itu, PSS terus menampilkan performa menanjak. Puncaknya, di musim 2003 dan 2004, PSS berhasil finis di peringkat empat besar.
ADVERTISEMENT
Ketika sedang menapaki jalur yang tepat, musim 2006, sayangnya PSS harus mengundurkan diri dari kompetisi karena alasan kemanusiaan. Saat itu, gempa besar yang mengguncang DIY menjadi faktor mundurnya PSS. Dana pembangunan Stadion Maguwoharjo pun dialihkan untuk korban gempa dan area stadion dijadikan tempat pengungsian.
Tak butuh lama bagi PSS untuk kembali berdiri, tepat di musim 2007 atau setahun sebelum dibentuknya kompetisi anyar dengan nama Indonesia Super League (ISL), performa PSS mengalami penurunan. Singkatnya, mereka gagal berlaga di ISL musim 2008 karena finis di peringkat ke-12. Yang memaksa mereka kembali berlaga di liga level kedua. Sejak itu, nama PSS mulai menghilang di kancah sepak bola Indonesia.
Kendati demikian, selang lima tahun, PSS sukses meraih capaian terbaik. Ya, pada 2013, PSS yang memilih menjadi kontestan Divisi Utama versi PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS)--setelah terjadinya dualisme kompetisi--berhasil menjadi juara usai mengalahkan Lampung FC dengan skor 2-1 di babak final.
ADVERTISEMENT
Gelar itu menjadi gelar PSS semenjak berdiri 37 tahun silam. Keberhasilan ini tak lepas dari kedalaman skuat yang baik. Saat itu, PSS diperkuat oleh pemain hebat macam Waluyo, Kristian Adelmund, dan pemain bintang asal Singapura, Noh Alamsyah.
Sayang, keberhasilan PSS menjuarai Divisi Utama PT LPIS, tak membuat mereka menjadi tim promosi berlaga di kompetisi teratas. Pasalnya, kompetisi musim selanjutnya kembali dipegang oleh PT Liga Indonesia (PT LI) yang merupakan operator ISL, sekligus menjadi momen bersatunya IPL dengan ISL. Nahas, PSS yang merupakan jawara Divisi Utama versi IPL tak mendapat jatah melakoni babak play-off karena malah diperuntukan untuk klub IPL (kecuali Semen Padang yang mendapatkan wild card).
Kemeriahan skuat PSS Sleman. (Foto: PSS Instagram)
zoom-in-whitePerbesar
Kemeriahan skuat PSS Sleman. (Foto: PSS Instagram)
Kendati demikian, harapan untuk berlaga ke level teratas masih hidup karena kondisi PSS yang terus membaik. Di musim 2014, PSS di bawah asuhan Hery Kiswanto mampu melaju hingga babak 8 besar. Sayang, insiden sepak bola gajah menjadi petaka bagi PSS. Klub kesayangan Brigata Cruva Sud (BCS) dan Slemania ini harus didiskualfikasi dari kompetisi.
ADVERTISEMENT
Usai menjalani serangkaian kegagalan dan keberhasilan selama berdiri, asa untuk berlaga di level teratas kembali membuncah di awal 2017. Hal ini tak lepas dari target yang diucapkan manajemen yakni tiket Liga 1 musim 2018.
Target tersebut disertai langkah nyata dari manajemen untuk berbenah diri, mulai dari menggandeng sponsor besar hingga basis suporter besar yang loyal untuk terus mendukung tim di atas lapangan. Selain itu, hal-hal non-teknis lainnya, seperti infrastruktur dan keuangan pun sudah dipersiapkan dengan matang.
Di saat mimpi sudah semakin dekat, nyatanya PSS harus tersingkir karena kalah selisih gol. Dan ini tentu bukan hal yang menyenangkan. Terlebih di babak penyisihan, mereka merupakan klub paling produktif dengan catatan 27 gol dari 14 laga atau rata-rata 1,9 gol per pertandingan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, di bawah asuhan Freddy Muli, PSS dapat menguasai grup 3 dengan mengantongi 34 angka dari 11 kali menang, sekali imbang dan hanya dua kali kalah. Maka tak heran, kegagalan PSS di babak 16 mengejutkan banyak pihak.
Dengan keadaan manajemen yang baik dan tak ada kendala non-teknis yang melanda. Tak heran, bila banyak kalangan yang menilai kegagalan PSS berasal dari hal teknis di atas lapangan, seperti kedalaman skuat, inkonsistensi, dan perekrutan yang gagal di tengah musim.
Hal-hal inilah yang kemudian menjadi pembeda antara PSS dengan tiga klub yang berhasil promosi ke Liga 1 2018, Persebaya Surabaya, PSIS Semarang, dan PSMS Medan.
PSS Sleman (Foto:  Instagram/@bcsxpss.1976)
zoom-in-whitePerbesar
PSS Sleman (Foto: Instagram/@bcsxpss.1976)
Dua pemain yang didatangkan PSS di pertengahan musim, Maridono dan Ardi Idrus, gagal memberikan kontribusi kepada tim. Tak hanya itu, pemain-pemain yang bermain apik di babak penyisihan macam Risky Novriansyah tak banyak berkutik di babak 16 besar. Performa pemain yang menurun disempurnakan oleh bongkar pasang starting XI yang tak kunjung menunjukan hasil.
ADVERTISEMENT
Keadaan ini berbeda dengan Persebaya. Di pertengahan musim, klub berjuluk 'Bajul Ijo' sukses mendatangkan pemain Semen Padang, Fandry Imbiri, yang berperan penting di lini belakang Persebaya dari babak 16 besar hingga parta final. Selain itu, keberhasilan Persebaya tak lepas dari transfer pemain yang dilakukan di awal musim dengan mendatangkan pemain yang berlaga di kompetisi teratas seperti Irfan Jaya.
Dan, kumparan (kumparan.com) menilai apa yang dilakukan Persebaya bisa menjadi solusi PSS untuk musim depan. Karena, kembali lagi, pengalaman pemain yang berlaga kompetisi teratas diyakini dapat menambah kedalaman skuat. Sehingga, ketika ada pemain yang performanya menurun, pelatih tak usah repot untuk mencari penggantinya.
Maka, ketika PSS mendatangkan empat pemain dari Liga 1, Yongki Aribowo, Wawan Febrianto, Antoni Putro, dan Muchlis Hadi Ning, saat melakoni laga 'Celebration Game' melawan Persebaya pada Desember lalu disambut dengan gembira. Sayang, tiga dari empat pemain tersebut telah menandatangani kontrak dengan klub barunya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, PSS disarankan untuk kembali mencari pemain jebolan Liga 1 untuk memperkuat tim musim depan. Dengan catatan, pemain tersebut memang memiliki kualitas dan mampu berkontribusi bagi tim untuk mendapatkan tiket Liga 1 musim 2019. Jika pun pemain senior, paling tidak 'napas'-nya masih ada. Sepakat?