Tentang Jorginho, tentang Keberuntungan yang Diupayakan

24 Juli 2018 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jorginho dalam pertandingan Liga Champions 2017/18 menghadapi Manchester City. (Foto: Getty Images/Francesco Pecoraro)
zoom-in-whitePerbesar
Jorginho dalam pertandingan Liga Champions 2017/18 menghadapi Manchester City. (Foto: Getty Images/Francesco Pecoraro)
ADVERTISEMENT
Segalanya begitu cepat berubah bagi Chelsea. Sampai ketika Piala Dunia 2018 selesai digelar, mereka belum bisa memastikan siapa yang bakal jadi manajer baru. Pada saat itu, Antonio Conte masih berstatus sebagai manajer tim dan bahkan sempat memimpin latihan selama beberapa hari.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian yang dialami Chelsea itu merupakan residu dari rentetan problem yang mendera mereka pada musim lalu. Mereka menutup musim 2017/18 dengan kegagalan lolos ke Liga Champions.
Para pemain yang diharapkan bersinar, seperti Alvaro Morata, justru tampil mengecewakan karena alasan yang tak jelas. Selain itu, rencana pembangunan stadion anyar mereka pun untuk sementara harus ditunda menyusul ditolaknya permohonan visa Roman Abramovich oleh pemerintah Inggris.
Ketidakjelasan situasi di Chelsea itu tak pelak menimbulkan beragam spekulasi. Salah satu spekulasi yang paling membuat mereka waswas adalah soal rumor kepergian Eden Hazard, Willian Borges, Thibaut Courtois, sampai N'Golo Kante. Kendati demikian, semua prahara itu seakan langsung menguap pada Sabtu (14/7/2018) pekan lalu. Pada hari itu, Maurizio Sarri datang membawa angin segar bagi kubu Chelsea.
ADVERTISEMENT
Bagi Chelsea, Sarri adalah sebuah simbol harapan. Lewat sosok mantan bankir itu, Chelsea berharap bisa memainkan sepak bola yang lebih proaktif, lebih atraktif, dan lebih bisa menggaransi kemenangan. Lewat Sarri, Chelsea berupaya untuk kembali ke peta perburuan gelar juara, khususnya di Premier League.
Namun, apalah artinya seorang manajer tanpa pemain yang mampu membuat ide-ide di kepalanya jadi sesuatu yang konkret di lapangan? Apalah artinya Sarri tanpa sosok Jorge Luiz Frello Filho yang akrab disapa Jorginho itu?
Dua sosok tersebut, Sarri dan Jorginho, memang didatangkan secara sepaket oleh Chelsea dari Napoli. Untuk merekrut dua jagoan Italia itu, The Blues kudu merogoh koceknya cukup dalam. Cek senilai 53 juta poundsterling pun disodorkan Chelsea kepada Partenopei yang kini tengah membangun era baru bersama Carlo Ancelotti.
ADVERTISEMENT
Meski harga yang dibayar sama sekali tidak murah, Chelsea sudah mendapatkan sosok yang paling tepat untuk mengeksekusi segala ide Sarri. Hal ini sudah terlihat dalam pertandingan pertama Jorginho berseragam Chelsea. Pada laga uji tanding menghadapi Perth Glory, Senin (23/7) malam WIB, pemain kelahiran Brasil itu mampu menghasilkan 101 sentuhan dan 98 umpan sukses. Padahal, dia hanya bermain selama 45 menit di lapangan.
Dalam pertandingan tersebut, Jorginho diberi peran sebagai regista, yakni pengatur serangan yang bermain persis di depan pertahanan timnya. Dari sana, dia mengorkestrasi permainan lewat umpan satu sentuhannya yang khas itu. Dengan cara itu, dia mengajak rekan-rekannya untuk terus bergerak mencari ruang dan melakukan progresi serangan.
Saat menghadapi Perth Glory, Jorginho menjadi satu-satunya pemain yang sudah mampu mengimplementasikan ide bermain Sarri. Di saat rekan-rekannya masih kagok dan kerap kebingungan ke mana harus bergerak, Jorginho sudah tampak begitu nyaman. Meski ini semua baru awal dari segalanya, setidaknya penampilan di laga itu sudah menunjukkan seperti apa kualitas dirinya.
ADVERTISEMENT
***
Kini, Jorginho sudah terlihat seperti pemain yang mampu melakukan segalanya di atas lapangan. Gerak-geriknya begitu anggun, kendati dia merupakan seorang gelandang bertahan. Pemain ini pun memiliki catatan statistik yang tak mampu ditandingi seorang pun dari lima liga top Eropa musim lalu dengan keberhasilan melepas 2.860 umpan berhasil. Akan tetapi, di masa-masa awal kariernya, Jorginho punya pengalaman tidak mengenakkan.
Jorginho lahir dan besar di Imbituba, sebuah kota pesisir di negara bagian Santa Catarina, Brasil. Tak seperti pemain-pemain kebanyakan yang mengenal sepak bola lewat ayah, kakek, atau kakak laki-laki, Jorginho diperkenalkan pada olahraga sebelas melawan sebelas ini oleh sang ibu. Hampir setiap hari, Jorginho bermain bola bersama ibunya di pantai yang terletak tak jauh dari rumah.
ADVERTISEMENT
Aktivitas ini berakhir ketika Jorginho berusia 13 tahun karena pada waktu itu, dia sudah harus meninggalkan rumah. Kala itu Jorginho mendengar ada sebuah proyek pengembangan pemain muda yang digelar oleh seorang agen pemain asal Italia, Alessandro Blasi. Untuk mengikuti itu, Jorginho harus menempuh jarak 200 km dari rumah.
Jorginho kecil senang bukan kepalang saat itu. Terlebih, Blasi sendiri sudah menjanjikan bahwa dia nantinya akan bisa bergabung dengan akademi Hellas Verona di Italia. Akan tetapi, Blasi justru menjadi mimpi buruk bagi Jorginho. Sebab, sang agen pemain itu sebenarnya tidak punya tujuan membantu anak-anak muda mencapai kesuksesan. Alih-alih begitu, Blasi hanya punya niat untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Saat berusia 15 tahun, Jorginho akhirnya benar-benar direkrut oleh akademi Verona. Namun, di sini dia harus menjalani masa-masa sulit itu.
ADVERTISEMENT
Ketika Verona merekrut Jorginho, Blasi mendapat komisi sebesar 30 ribu euro. Semestinya, uang itu bisa digunakan untuk memberi uang saku pada Jorginho muda karena sebagai pemain akademi, dia memang tidak mendapat gaji dari pihak klub. Akhirnya, Jorginho memang mendapat uang saku dari Blasi. Akan tetapi, jumlahnya sangat sedikit, yakni hanya 20 euro per pekan.
Bagi Jorginho, itu sama sekali tidak cukup. Kepada E Globo Esporte tahun 2013 lalu, Jorginho berkisah, "Aku tidak bisa membeli apa-apa. Lima euro kugunakan untuk mengisi pulsa telepon, enam euro untuk membeli pulsa sambungan internasional, dan sebagian lain kupakai untuk membeli perlengkapan mandi. Itu saja totalnya sudah mencapai 15 euro. Sementara, sisanya kugunakan untuk membeli pulsa internet."
ADVERTISEMENT
Jorginho ke Chelsea. (Foto: Dok. Chelsea)
zoom-in-whitePerbesar
Jorginho ke Chelsea. (Foto: Dok. Chelsea)
Jorginho beruntung karena di Verona saat itu ada sosok asal Brasil bernama Rafael. Kiper yang kini memperkuat Cagliari itu jadi penyelamat Jorginho. Mendengar cerita soal perlakuan Blasi, Rafael langsung memperkenalkan Jorginho kepada agennya sendiri. Sampai akhirnya, pada usia 18 tahun, Jorginho bisa lepas dari jerat Blasi. Sejak saat itu, laju Jorginho tak terhentikan.
Setelah lulus dari akademi, Jorginho memang tidak langsung bisa memperkuat tim utama Verona. Pada musim 2010/11 dia terlebih dahulu dipinjamkan ke Sambonifacese. Di klub tersebut, Jorginho tampil sebanyak 31 kali dan mencetak 1 gol serta 10 assist. Atas dasar itulah Verona yang kala itu masih bermain di Serie B menariknya kembali.
Di tim senior Verona, Jorginho bertahan selama tiga musim. Kala itu, dia sukses membawa klub rival sekota ChievoVerona itu promosi ke Serie A. Setelah berhasil menjejak Serie A, Jorginho -- bersama pemain berdarah Brasil lainnya, Romulo -- sukses tampil mengesankan. Akhirnya, Napoli pun jatuh hati kepadanya. Pada musim panas 2014, Jorginho hijrah dari Italia Utara ke Selatan.
ADVERTISEMENT
Perjalanan karier Jorginho di Napoli pada dasarnya sama dengan perjalanan kariernya secara keseluruhan. Awalnya dia mendapat kesulitan, tetapi kemudian berhasil mendapat keberuntungan setelah bertemu sosok yang tepat.
Di bawah asuhan Rafael Benitez yang doyan sekali formasi 4-2-3-1, Jorginho gagal mendapat tempat utama. Kala itu dia kalah bersaing dengan Gokhan Inler, David Lopez, serta Jonathan De Guzman. Namun, setelah Benitez dpecat dan digantikan oleh Sarri, peruntungan Jorginho berubah.
Pada formasi 4-3-3 ala Sarri, Jorginho tak tergantikan. Dia menjadi distributor bola dari belakang dengan didampingi satu gelandang perusak (Allan Marques) dan seorang pemain nomor sepuluh yang ditarik lebih ke dalam (Marek Hamsik). Pada akhirnya, Jorginho menemukan Rafael keduanya dalam diri Sarri. Penampilan briliannya di Napoli itu pula yang membuatnya kini jadi andalan Tim Nasional (Timnas) Italia.
ADVERTISEMENT
Jorginho dalam laga Italia vs Prancis. (Foto: AFP/Franck Fife)
zoom-in-whitePerbesar
Jorginho dalam laga Italia vs Prancis. (Foto: AFP/Franck Fife)
Meski lahir dan besar di Brasil, Jorginho memang punya darah Italia dari kakeknya. Lewat jalur itulah Jorginho kemudian mendapat status warga negara. Namun, sepak bola Italia memang punya peran begitu besar dalam perkembangan karier Jorginho.
Seperti yang diucapkannya pada konferensi pers pertamanya, di Brasil dia tumbuh sebagai manusia, tetapi di Italia-lah Jorginho tumbuh sebagai pesepak bola. Tak mengherankan pula bila pada akhirnya, sosok paling berpengaruh dalam kariernya adalah Sarri yang merupakan orang Italia.
***
Bersama Sarri, Jorginho menjelma menjadi gelandang papan atas Eropa. Musim lalu, dari total 2.860 umpan berhasil yang dibukukannya di Serie A itu, 40 di antara merupakan umpan kunci. Selain itu, lebih dari separuh (1.855) umpan yang dilepaskannya itu mengarah ke depan. Artinya, pemain satu ini memang sangat vital perannya dalam progresi serangan tim.
ADVERTISEMENT
Kelebihan Jorginho tidak di situ saja. Sebagai seorang gelandang bertahan, kemampuan defensifnya juga terbilang bagus. Musim lalu, dalam satu pertandingan Serie A, Jorginho mampu mencatatkan 3,7 aksi defensif per laga yang meliputi 1,9 tekel, 1,5 intersep, dan 0,3 sapuan. Ini menunjukkan bahwa sebagai pemain 'priyayi', Jorginho tetap mau melakukan pekerjaan kotor untuk timnya.
Kendati begitu, aspek defensif Jorginho itu sebenarnya tidak ditunjang oleh kekuatan fisik yang bagus. Di Italia yang lebih taktikal, masalah ini tidak terlalu kentara akibatnya. Akan tetapi, bermain di Premier League yang terkadang masih sangat mengandalkan kekuatan fisik, ini bisa jadi problem baginya. Kendati begitu, keberadaan Kante semestinya bisa membuat Jorginho bisa lebih terlindungi.
Dari semua ini, bisa ditarik sebuah konklusi bahwa Jorginho adalah sosok yang tepat untuk menjalankan sepak bola ala Sarri. Akan tetapi, ada kekhawatiran bahwa dia bisa jadi takkan bisa begitu saja nyetel dengan gaya bermain di Premier League. Namun, Jorginho adalah orang yang tahu bagaimana caranya mengupayakan keberuntungan dan pengalaman-pengalaman di masa lalu itu bakal sangat berharga baginya untuk menatap masa depan di London Barat.
ADVERTISEMENT