Tipu Daya Michel Platini di Undian Grup Piala Dunia 1998

19 Mei 2018 9:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Michel Platini menyelamati Didier Deschamps. (Foto: AFP/Gabriel Bouys)
zoom-in-whitePerbesar
Michel Platini menyelamati Didier Deschamps. (Foto: AFP/Gabriel Bouys)
ADVERTISEMENT
Apalah sepak bola tanpa adanya tipu daya? Sebagai seorang pemain, Michel Platini adalah rajanya tipu daya. Kaki-kaki cepat dengan tubuh yang lentuk untuk meliuk-liuk menjadi senjata Platini untuk mengelabui lawan di sana-sini. Hasilnya, julukan Le Roi -- Sang Raja -- pun melekat di dirinya.
ADVERTISEMENT
Namun, kesenangan Platini berbuat tipu daya itu tak cuma berhenti sampai di situ. Kurang lebih satu dasawarsa sejak gantung sepatu, Platini rupanya masih bisa melakukan tipu daya di sepak bola.
Platini merupakan sosok sentral ketika Prancis menjadi kampiun Piala Eropa edisi 1984. Sebagai kapten sekaligus pengatur permainan, dia adalah alasan utama di balik keberhasilan 'Tim Ayam Jantan' merebut trofi Henri Delauney di kandang sendiri.
Empat belas tahun kemudian, Prancis kembali menghelat turnamen akbar di rumah sendiri: Piala Dunia 1998. Di situ, Platini lagi-lagi menjadi sosok sentral dengan jabatan presiden komite penyelenggara. Jika pada Piala Eropa 1984 Platini mengorkestrasi keberhasilan Prancis di lapangan, pada Piala Dunia 1998 dia melakukannya dengan cara mengatur undian sedemikian rupa untuk memberi keuntungan maksimal bagi armada Aime Jacquet.
ADVERTISEMENT
Kamis (17/5/2018) sore WIB, jagat sepak bola digegerkan oleh pernyataan Platini yang secara gamblang mengakui adanya pengaturan undian. Tujuannya, tak lain dan tak bukan, adalah agar Prancis tidak bertemu dengan Brasil sampai di partai puncak.
Brasil saat itu adalah juara bertahan. Ketika itu, praktik yang umum terjadi adalah tim juara bertahan ditempatkan di Grup A; tidak seperti sekarang di mana tuan rumahlah yang berada di grup tersebut. Kala itu, Brasil berada satu grup dengan Skotlandia, Maroko, dan Norwegia.
Sementara itu, Prancis sengaja diletakkan di Grup C bersama Afrika Selatan, Arab Saudi, dan Denmark. Dengan demikian, seandainya Prancis dan Brasil sama-sama keluar sebagai juara grup, mereka tidak akan bersua sampai final. Dan itulah yang terjadi sampai akhirnya Didier Deschamps dkk. berhasil menang 3-0 atas Dunga cs. pada laga final di Stade de France.
ADVERTISEMENT
Petit diadang Bebeto dan Leonardo di Final 1998. (Foto: AFP/Patrick Hertzog)
zoom-in-whitePerbesar
Petit diadang Bebeto dan Leonardo di Final 1998. (Foto: AFP/Patrick Hertzog)
"Prancis melawan Brasil di final. Itu adalah idaman semua orang," seloroh Platini dalam wawancara bersama radio France Bleu Sport, seperti dikutip dari The Guardian.
"Ya, memang ada kecurangan yang kami lakukan. Kami sudah menghabiskan enam tahun mempersiapkan penyelenggaraan Piala Dunia dan kami melakukan sedikit kenakalan. Memangnya kalian pikir tuan rumah lain tidak begitu?" lanjut Platini sambil terkekeh.
Apa yang dilakukan Prancis itu sebenarnya bukan hal baru. Guardian mencatat bahwa pada Piala Dunia 1966 dan Piala Eropa 1996, ketika Inggris menjadi tuan rumah, Inggris mengatur sedemikian rupa agar mereka selalu memainkan laganya di Wembley. Hasilnya, pada Piala Dunia 1966 The Three Lions menjadi juara dan pada Piala Eropa 1996 mereka menjadi semifinalis.
ADVERTISEMENT
Adapun, Platini sendiri sekarang sudah tidak lagi memiliki kuasa untuk melakukan tipu daya. Ketika masih menjabat sebagai Presiden UEFA, Platini diputus bersalah atas kasus korupsi dalam kampanye pemenangan Sepp Blatter sebagai Presiden FIFA. Pria 62 tahun ini pun kemudian divonis larangan berkecimpung di sepak bola selama empat tahun.