Trackback: Gary Neville Bukan Pesepak Bola Biasa

18 Februari 2019 15:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gary Neville ketika membela United di era 2000-an. Foto: Paul Barker/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Gary Neville ketika membela United di era 2000-an. Foto: Paul Barker/AFP
ADVERTISEMENT
Cuplikan video dan statistik. Gamblangnya, dua hal itulah yang saat ini jadi patokan kehebatan atlet. Di sepak bola, situasinya tidak berbeda. Semua pemain yang dianggap hebat pasti memiliki catatan statistik bagus dan aksi-aksinya bisa dengan mudah disaksikan di berbagai platform.
ADVERTISEMENT
Well, cuplikan video dan statistik memang menyenangkan untuk diikuti tetapi sepak bola tak melulu soal dua hal itu. Ada hal-hal, yang tak bisa diukur dan/atau disaksikan dengan mudah, yang sebenarnya bisa mendefinisikan seorang pemain.
Kerja keras, loyalitas, dedikasi, kecerdasan. Gary Alexander Neville punya semua itu. Namun, dengan kelebihan-kelebihannya yang itu, Neville tidak pernah menjadi sepopuler nama-nama besar lain.
Apa yang dimiliki Neville memang tidak seksi dan hanya bisa diapresiasi kalangan terbatas. Sir Alex Ferguson, misalnya, mampu melihat betapa hebatnya Neville dalam menempatkan posisi di lini pertahanan. Sayangnya, Neville terlalu kecil untuk bermain sebagai bek sentral dan Ferguson pun "menyalahkan" tukang susu yang dianggapnya tak becus mengantarkan sumber gizi itu ke rumah keluarga Neville.
ADVERTISEMENT
Selebihnya, praktis tak ada yang benar-benar menarik dari permainan Neville. Tandemnya di Sky Sports, Jamie Carragher, bahkan secara terang-teranhan berkata, "Tak ada anak yang mau jadi seperti Gary Neville."
Carragher mungkin benar. Akan tetapi, tak semua anak bisa menjadi seperti Lionel Messi atau Neymar Junior. Tak semua pesepak bola memiliki kelebihan yang sama karena jika demikian adanya, ya, tidak akan ada sepak bola. Neville adalah bukti bahwa sepak bola tak cuma soal bakat, melainkan soal kemauan.
18 Februari 1975, Neville dilahirkan. Dia adalah anak tertua dari pasangan Neville Neville dan Jill Neville. Sang ayah merupakan mantan pemain kriket internasional dari Australia. Sementara, sang ibu adalah sekretaris klub sepak bola Bury. Di kota itulah Gary Neville, bersama dua adiknya, Phil dan Tracey, lahir. Phil juga merupakan pesepak bola, sementara Tracey adalah pemain netball.
ADVERTISEMENT
Neville pada sebuah laga dengan 'Iblis Merah' di awal 2000-an. Foto: Steve Parkin/AFP
Sejak awal sepak bola dan kriket memang menjadi bagian penting dalam pertumbuhan Neville. Di usia 14 tahun, ketika dirinya sudah bergabung dengan akademi Manchester United, Neville masih rutin bermain kriket di Greenmount bersama ayah serta adik lelakinya. Semua itu berhenti ketika usianya menginjak angka 17 karena dia sudah tak mendapat izin lagi dari para pelatih akademi 'Iblis Merah'.
Kriket jadi bagian penting hidup Neville karena di sinilah dia belajar ketangguhan mental. Di masa remajanya itu dia sudah bermain menghadapi pemain-pemain berusia dewasa yang jelas punya jam terbang serta kemampuan lebih bagus.
Ketangguhan memang kelebihan utama Neville. Di sisi kanan permainan Manchester United, Neville adalah konstanta ketika pemain sayap yang beroperasi di depannya bergonta-ganti. Mulai dari Karel Poborsky sampai Luis Antonio Valencia, dari David Beckham sampai Cristiano Ronaldo. Neville selalu mampu memastikan pemain-pemain itu bisa nyaman dalam menunaikan tugasnya menyerang.
ADVERTISEMENT
Perlahan, jiwa kepemimpinannya pun terbentuk dan ketika Roy Keane meninggalkan United, Neville ditunjuk menjadi pengganti. Masa kepemimpinannya ini berlangsung antara 2005 dan 2011 ketika dia pensiun.
Pada masa ini kondisi fisiknya sudah tak lagi bagus dan harus kerap absen akibat cedera. Itulah mengapa, Neville kemudian kerap mendelegasikan jabatan kapten pada pemain-pemain lain seperti Ryan Giggs, Rio Ferdinand, dan Nemanja Vidic. Namun, di luar lapangan, dia tetap merupakan kapten tim.
Di masa-masa itu pulalah Neville mulai benar-benar menyiapkan masa pensiun. Kepada BBC, Neville pernah berkata bahwa yang dia ingin lakukan setelah berhenti jadi pesepak bola adalah melatih, menjadi pundit, dan berbisnis. Dari tiga hal itu, berbisnis adalah yang pertama kali dia lakukan. Bahkan, dia sudah mulai berbisnis sejak usianya masih 23 tahun.
ADVERTISEMENT
Neville kala masih jadi kapten Man Utd. Foto: Paul Ellis/AFP
Menjadi pebisnis sekaligus pesepak bola bukan perkara mudah, apalagi jika kamu punya pelatih seperti Sir Alex Ferguson. Neville khawatir bahwa aktivitas ekstra-kurikulernya itu bakal membuat Ferguson marah sehingga dia pun merahasiakan itu semua. Namun, itu semua sudah mulai berbuah manis saat dirinya memasuki masa senja karier di sepak bola. Ketika dia pensiun, dia punya bekal cukup untuk melanjutkan hidup.
Saat ini Neville tercatat memiliki bisnis properti berupa Hotel Football yang ada di seberang Old Trafford, perusahaan keramahtamahan GG Hospitality, agensi iklan bernama e3creative, dan saham di klub Salford City. Neville, bersama sejumlah anggota Class of '92 seperti Phil, Giggs, dan Paul Scholes juga berencana mendirikan universitas bernama University Academy 92.
ADVERTISEMENT
Di samping itu semua, Neville juga saat ini terbilang sukses dalam menjadi pundit di Sky. Analisisnya yang mendalam serta pengetahuan-pengetahuannya yang menarik membuat Neville disebut-sebut sebagai salah satu pundit terbaik.
Meski demikian, ada satu hal yang belum bisa dilakukan Neville dengan benar yaitu menjadi pelatih. Di Valencia, dia gagal total. Namun, dia tak menyesal pernah terjun ke dunia kepelatihan. Yang dia sesali hanyalah kebodohan-kebodohan yang pernah dia lakukan selama memimpin di Mestalla, salah satunya adalah ketidakmampuannya menyingkirkan pemain-pemain yang dianggap 'beracun'.
Ya, begitulah hidup Gary Neville. Secara kasatmata, Neville bukan pesepak bola spesial. Namun, di balik itu semua, Neville adalah sosok yang bisa mengejutkanmu dengan etos kerjanya yang sulit ditandingi.
ADVERTISEMENT