Trackback: Johan Cruyff yang Terekam dan Tak Pernah Mati

24 Maret 2019 20:58 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Johan Cruyff di final Piala Dunia 1974. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Johan Cruyff di final Piala Dunia 1974. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Dalam sakitnya, Johan Cruyff tetap tak bisa untuk tidak memikirkan sepak bola. "Saat ini, aku merasa bahwa aku sudah unggul 2-0 pada babak pertama dalam pertandingan yang belum selesai. Namun, aku yakin aku akan keluar sebagai pemenang," katanya waktu itu.
ADVERTISEMENT
Februari 2016 Cruyff berkata demikian. Sebulan kemudian, tepatnya pada 24 Maret 2016, dia tutup usia. Pada akhirnya, penyakit yang dia lawan itu berhasil membalikkan keadaan.
Cruyff meninggal pada usia 68 tahun di rumahnya yang ada di Barcelona. Bagi pemain terbaik dunia tiga kali itu, Barcelona memang rumah kedua yang begitu nyaman. Bahkan, rasa nyaman itu sudah dirasakan Cruyff di Barcelona jauh sebelum dirinya tutup usia.
Cruyff datang ke Barcelona pada 1973. Ketika itu Barcelona berada dalam keterpurukan. Jangankan merajai Eropa, wong, juara di negeri sendiri saja tidak bisa. Terhitung 14 tahun lamanya Barcelona puasa gelar. Cruyff yang datang sebagai pesepak bola termahal dunia itu pun langsung memberi impak instan. Barcelona langsung dia bawa juara La Liga musim 1973/74.
ADVERTISEMENT
Kata Cruyff sendiri suatu kali, kebetulan adalah sesuatu yang sebenarnya bisa dinalar dengan logika. Namun, angka 14 di situ terlalu sulit untuk dicerna akal sehat.
Angka 14 adalah angka milik Cruyff, setidaknya di Belanda. Bersama Ajax dan Timnas Belanda, Cruyff selalu mengenakan nomor kostum tersebut. Bahkan, pada Piala Dunia 1974 ketika nomor punggung pemain disesuaikan dengan urutan abjad nama, Cruyff tetap jadi pengecualian. Di saat kiper Jan Jongbloed harus mengenakan kostum nomor 8, Cruyff tetap diperbolehkan mengenakan kostum kesayangannya.
Maka dari itu, sulit untuk melihat adanya sebuah kebetulan kosmik yang mengiringi kedatangan Cruyff ke Barcelona. Si empunya angka 14 itu membawa Barcelona mengakhiri puasa gelar dalam 14 tahun. Walau demikian, ketika bermain untuk Barcelona sendiri, Cruyff tidak mengenakan kostum bernomor 14, melainkan 9.
ADVERTISEMENT
Cruyff akhirnya mampu mengubah nasib Barcelona. Tak cuma sebagai pemain, tetapi juga sebagai pelatih. Sebagai pemain, Cruyff memperkuat Barcelona selama lima tahun. Dalam lima tahun itu Cruyff mendapat dua gelar. Selain gelar La Liga 1973/74 tadi, ada satu gelar Copa del Rey musim 1977/78 yang dipersembahkan.
Persis satu dekade kemudian Cruyff kembali ke Barcelona sebagai pelatih. Kali ini, pencapaiannya jauh lebih hebat. Selama enam musim, pria kelahiran 25 April 1947 itu mengantarkan Barcelona meraup 11 gelar, termasuk satu trofi Liga Champions yang merupakan trofi perdana dalam sejarah klub. Kala itu Cruyff membesut tim bertabur bintang yang disebut sebagai The Dream Team. Pep Guardiola adalah salah satu anggota dari tim tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemain dan pelatih, Cruyff mampu mengubah jalan hidup Barcelona. Dia mengajarkan ilmu yang berbeda, yang rupanya mampu mengelurkan kemampuan terbaik pemain-pemain di sana. Ilmu sepak bola itu sendiri sudah diajarkan sejak di level akademi dan akhirnya jadi identitas Barcelona dalam upayanya merengkuh kejayaan.
Meski begitu, ilmu Cruyff itu tidak datang dengan sendirinya. Semua yang diajarkan Cruyff kepada Barcelona --yang akhirnya terwujud pada juego de posicion itu-- berasal dari isi kepala Rinus Michels. Di era 1970-an, Michels dan Cruyff memang bak dwitunggal. Mereka bekerja bersama di Ajax, Timnas Belanda, bahkan sampai ke Barcelona.
Selama di Ajax, kombinasi ini mampu menghasilkan 8 gelar, termasuk satu gelar European Cup. Setelah Michels hengkang ke Barcelona pada 1971, Cruyff memenangi dua European Cup lagi bersama pelatih asal Romania, Stefan Kovacs. Lantas, Cruyff pun mengikuti sang mentor ke Barcelona dan dimulailah era modern bagi klub Catalunya tersebut.
ADVERTISEMENT
Johan Cruyff bersama Hugo Sotil danJohan Neeskens di Barcelona. Foto: AFP
Sebelum Cruyff kembali ke Barcelona sebagai pelatih, dia sempat berkelana ke Amerika Serikat. Los Angeles Aztecs dan Washington Diplomats jadi dua tim North American Soccer League yang beruntung mendapatkan jasanya. Setelah rampung memmperkuat Diplomats, Cruyff sempat rehat bermain sebelum akhirnya pulang ke Eropa untuk memperkuat Levante. Dari Levante, Cruyff mudik ke Ajax sebelum menutup karier bersama Feyenoord. Total, dia mampu mencetak 392 gol dalam 520 pertandingan.
Setelah pensiun pada 1984 Cruyff terjun ke dunia kepelatihan. Antara 1985 dan 1988 dia melatih Ajax dan mempersembahkan dua gelar KNVB Beker serta satu trofi Piala Winners. Inilah yang kemudian membawanya ke Barcelona. Sebagai pelatih Barcelona, Cruyff bertahan selama delapan musim sampai 1996.
ADVERTISEMENT
Sebagai sosok sepak bola, kehebatan Cruyff memang tidak bisa hanya diukur dengan gol atau gelar yang diraih. Boleh dibilang, ilmu dan kata-kata Cruyff sebagai seorang pemikirlah yang lebih bernilai bagi sepak bola itu sendiri. Bagi Cruyff, sepak bola harus sederhana. Namun, dia juga mengingatkan bahwa bermain sepak bola secara sederhana itu adalah pekerjaan luar biasa sulit.
Pengaruh Cruyff baru benar-benar terasa di dunia sepak bola secara umum lewat sosok Guardiola, muridnya sendiri. Guardiola mampu mengantarkan Barcelona merajai sepak bola dengan tim yang diperkuat banyak alumni La Masia. Di La Masia, sepak bola ala Cruyff diajarkan dan Barcelona era Guardiola menuai hasilnya dengan meraih 14 gelar hanya dalam empat tahun.
Johan Cruyff mengangkat trofi Liga Champions. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Cruyff kini sudah tiada. Namun, peninggalannya masih begitu terasa. Di Amsterdam, tempatnya lahir, besar, dan memulai segalanya, nama Cruyff diabadikan sebagai nama stadion milik Ajax. Dulunya, stadion itu bernama Amsterdam ArenA. Kini, ia disebut Johan Cruyff ArenA. Seakan-akan, Ajax tak mau kalah dari Barcelona dalam urusan mengabadikan sosok Cruyff.
Namun, apa pun bentuknya, mengabadikan Cruyff memang sesuatu yang wajar. Pengaruhnya yang begitu besar bahkan tak cuma mengubah wajah Ajax dan Barcelona, melainkan juga sepak bola secara holistik. Kini, di lapangan permainan, banyak tim yang coba meniru Ajax dan Barcelona. Rasanya, tak ada penghormatan yang lebih tinggi lagi bagi seorang Cruyff dibanding itu.