news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Virgil van Dijk sang Petualang

14 Maret 2019 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Van Dijk merayakan gol ke gawang Bayern Muenchen. Foto: AFP/Christof Stache
zoom-in-whitePerbesar
Van Dijk merayakan gol ke gawang Bayern Muenchen. Foto: AFP/Christof Stache
ADVERTISEMENT
Fussball Arena Muenchen tidak seriuh biasanya walau puluhan ribu manusia berjejal di dalamnya. Sayup-sayup terdengar siulan yang menciutkan hati. Di pojok lapangan, lengkap dengan ban kapten yang melingkar di lengan kirinya, James Milner meletakkan bola. Sepak pojok untuk Liverpool.
ADVERTISEMENT
Isyarat diberikan Milner. Tangan kirinya terangkat, matanya menatap ke keramaian di kotak penalti Bayern Muenchen. Tuan rumah, dengan seragam merah-merah yang mereka banggakan, mencoba untuk mempertahankan keadaan. Pada titik itu, dengan sisa waktu kurang lebih dua puluh menit, segalanya masih mungkin terjadi.
Tujuh pria berbalut seragam merah berjaga. Di sekeliling mereka, pemain-pemain Liverpool yang mengenakan kostum abu-abu menggerayangi area tersisa. Milner memberi isyaratnya dan setengah detik kemudian bola dia kirimkan.
Milner tidak ingkar janji. Dengan tangan kirinya tadi dia berkata akan mengirim bola tinggi-tinggi dan itulah yang dia lakukan. Dengan gerakan parabolis, bola kemudian sampai persis di tepi kotak enam yard. Seharusnya, lokasi ini adalah lokasi yang paling aman bagi Bayern karena di situlah Niklas Suele dan Mats Hummels menempatkan diri.
ADVERTISEMENT
Hummels akhirnya menjadi pemain yang kedapatan jatah untuk melakukan halauan karena bola jatuh beberapa meter di belakang Suele. Hummels pun, sebagaimana yang selayaknya dilakukan seorang bek tengah, melompat setinggi-tingginya.
Dalam situasi normal, Hummels seharusnya bisa menghalau bola jauh-jauh. Akan tetapi, setinggi-tingginya Hummels melompat, tetap saja dia tak bisa mengalahkan Virgil van Dijk. Dengan tubuh yang lebih tinggi, ditambah lompatan yang lebih tinggi pula, Van Dijk jadi sosok yang sukses menyambut bola kiriman Milner tadi. Dengan kepalanya, Van Dijk mengarahkan bola ke sudut kanan bawah gawang Manuel Neuer dan perlawanan Bayern Muenchen pun tamat.
Sebelum Van Dijk mencetak gol, papan skor menunjukkan angka 1-1. Itulah mengapa, sampai sebelum gol tercipta, semuanya masih bisa terjadi. Bayern bermain di kandang sendiri dan sudah mencetak satu gol. Seharusnya, di sisa waktu yang ada, menambah perbendaharaan gol bukan hal mustahil bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Bayern boleh berencana, tetapi Van Dijk berkata lain. Bak Ajax di Perang Troya, Van Dijk menggunakan keunggulan fisiknya untuk menghabisi perlawanan sang raksasa Bavaria. Skor berubah menjadi 2-1 berkat golnya dan di akhir pertandingan Liverpool mampu menambah satu gol lagi melalui Sadio Mane. Liverpool lolos ke perempat final Liga Champions, Bayern Muenchen masuk kotak.
***
Tahunnya adalah 2007 ketika Van Dijk muda diminta untuk melupakan sepak bola sepenuhnya. Di Breda, kota kelahirannya, mimpi Van Dijk untuk menjadi bintang dianggap kelewat muluk.
Van Dijk sudah mengenal sepak bola sejak masih kanak-kanak. Akan tetapi, di usia remaja dia harus bekerja paruh waktu untuk membantu orang tuanya. Pada 2007 itu Van Dijk bekerja sebagai pencuci piring di sebuah restoran bernama Oncle Jean.
ADVERTISEMENT
"Sudahlah, Virgil. Kamu di sini saja. Paling tidak, di sini kamu sudah pasti bisa mendapat uang," kata pemilik restoran, Jacques Lips, kala itu.
Lips bukannya tidak menganggap Van Dijk mampu menjadi bintang. Lips berkata seperti itu karena dia melihat betapa beratnya perjuangan Van Dijk. Meski masih tinggal di Breda, Van Dijk saat itu tercatat sebagai pemain akademi Willem II Tilburg yang ada di kota sebelah. Seusai bekerja, barulah Van Dijk berlatih di akademi yang juga melahirkan Frenkie de Jong tersebut dengan diantar-jemput oleh sang ayah.
Ayah Van Dijk adalah orang Belanda, sementara ibunya merupakan orang Suriname. Bakat Van Dijk pertama kali ditemukan oleh pelatih sekolah sepak bola lokal bernama Frank Brugel.
ADVERTISEMENT
Brugel sendiri merupakan bekas pesepak bola yang kariernya biasa-biasa saja. Willem II, yang dibelanya dari 1988 sampai pensiun tahun 1995, adalah klub terbesar yang pernah dia perkuat. Sebagai pemain, dia tak spesial. Setelah pensiun pun awalnya dia tak punya target neko-neko. Bersama klub lokal WDS'19, Brugel hanya ingin mengantarkan anaknya, Jordy, jadi pesepak bola profesional.
Jordy Brugel yang bermain sebagai kiper di WDS'19 itu akhirnya tidak pernah menjadi pemain profesional. Namun, usaha sang ayah sama sekali tidak sia-sia karena di situlah dia menemukan Van Dijk. Salah satu alasan mengapa Brugel junior jarang kebobolan ketika itu adalah karena dia memiliki seorang bek hebat di depannya.
Brugel senior tahu betul bahwa yang disaksikannya kala itu adalah seorang calon bintang. Kepada FourFourTwo, Brugel berkisah, "Waktu itu badannya sudah atletis, tidak seperti anak-anak lainnya. Dia juga cepat serta punya sentuhan dan teknik bagus. Dia kokoh di belakang, tetapi bisa juga jadi penentu hasil akhir pertandingan. Melihat dia bermain itu begitu menyenangkan."
ADVERTISEMENT
Deskripsi yang diberikan Brugel itu masih relevan dengan deskripsi yang orang kerap berikan untuk menjelaskan sosok Van Dijk sebagai pemain. Visi Brugel ini pun kemudian dia tindaklanjuti dengan menghubungi tim pemandu bakat Willem II. Kebetulan, Brugel sendiri saat itu masih berhubungan erat dengan mantan klubnya tersebut.
Pengelihatan Brugel rupanya tidak salah karena tim pemandu bakat Willem II pun teryakinkan. Pada 2001, ketika Van Dijk berusia 10 tahun, Willem II merekrut dirinya untuk masuk ke akademi. Di situlah petualangan Van Dijk yang sesungguhnya dimulai.
Disebut sebagai petualangan karena perjalanan Van Dijk memang tidak mudah. Selain karena harus bekerja paruh waktu tadi, ada setidaknya dua hal lain yang membuat perjalanannya di Willem II terasa berat. Pertama, karena tubuh Van Dijk sebenarnya terlambat tumbuh. Itulah mengapa, meskipun saat masih bocah dia telah bermain sebagai bek sentral, Van Dijk harus memulai masa-masa awalnya di Willem II sebagai bek kanan.
ADVERTISEMENT
Tubuh Van Dijk baru benar-benar membesar saat usianya 16 tahun dan baru dari situ dia kemudian kembali ke posisi asli. Namun, kesulitan tidak berhenti karena ketika tiba saatnya Van Dijk hendak menandatangani kontrak profesional, tak semua staf teknis klub setuju.
Sebenarnya, tak satu pun dari staf teknis tim senior Willem II sangsi akan kemampuan Van Dijk. Yang menjadi masalah adalah sikapnya di lapangan. Van Dijk muda kerapkali dikritik karena terlalu santai. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Akademi Willem II, Jan van Loon.
"Tidak ada striker yang bisa menandinginya. Secara fisik dia sangat kuat dan dia juga punya talenta natural untuk merebut bola dari kaki lawan di saat yang tepat. Dia juga mampu menempatkan posisi dengan sangat baik. Dia tahu, secara intuitif, caranya bertahan. Namun, dia terlalu santai. Sebagian pelatih bahkan menganggapnya pemain yang malas," tutur Van Loon.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, di saat para staf teknis Willem II masih berdebat soal pemberian kontrak profesional tadi, tawaran datang kepada Van Dijk dari Groningen. Tanpa pikir panjang, Van Dijk mengiyakan pinangan klub yang membesarkan Arjen Robben tersebut.
Groningen adalah tempat di mana Van Dijk disempurnakan. 'Kemalasan' Van Dijk itu sembuh berkat bimbingan keras dari pelatih tim cadangan, Dick Lukkien. Oleh Lukkien, Van Dijk tak cuma diperintahkan untuk selalu menempel lawan, tetapi juga agar dia lebih sering bergerak mendekat ke tengah demi meminimalisir ruang eksploitasi. Van Dijk yang bisa melakukan itulah Van Dijk yang sekarang begitu dielu-elukan suporter Liverpool.
Van Dijk tak cuma mendapat pelajaran sepak bola bersama Groningen, melainkan pelajaran hidup. Pada musim 2011/12, atau musim penuh pertamanya sebagai pemain tim senior, Van Dijk sakit keras. Perpaduan usus buntu, infeksi ginjal, dan inflamasi membran perut membuatnya harus dirawat di rumah sakit cukup lama. Di situ, Van Dijk sempat khawatir kalau-kalau dia bakal meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
"Aku masih ingat bagaimana aku terbaring di dipan itu. Yang bisa kulihat saat itu cuma selang-selang yang ditancapkan di tubuhku. Tubuhku hancur dan aku tak bisa berbuat apa pun. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, sepak bola kunomorduakan. Aku dan ibuku berdoa dan membicarakan berbagai skenario Bahkan, aku harus menandatangani sejumlah dokumen agar kalau aku meninggal sebagian uangku mengalir ke ibuku," kenang Van Dijk beberapa bulan setelah itu.
Van Dijk akhirnya selamat, tetapi untuk menjadi pesepak bola seperti sediakala usaha yang harus dia tempuh cukup berat. Seusai sembuh, tubuh Van Dijk kurus kering dan mengembalikan otot-otot yang kempis itu pun lantas jadi prioritas pertamanya. Namun, itulah yang membuat Van Dijk menjadi lebih tangguh, baik di dalam maupun di luar lapangan. Mimpi untuk bermain di klub top Eropa pun mulai dirancang.
ADVERTISEMENT
***
Ada banyak pemain bintang yang sudah terlihat kebintangannya sejak masih belia. Masuk ke tim nasional kelompok umur bisa menjadi salah satu parameter. Van Dijk sendiri pernah menjadi bagian dari Timnas Belanda level U-19 dan U-21. Namun, hanya empat penampilan yang berhasil dia catatkan.
Minimnya jumlah penampilan Van Dijk itu tidak terlepas dari gaya bermainnya yang dianggap kurang Belanda. Dia tidak tangguh dan menyebalkan seperti Jaap Stam, Frank de Boer, atau bahkan Matthijs de Ligt. Itulah mengapa, meski tampil apik bersama Groningen, Van Dijk tidak menarik minat klub-klub papan atas Eredivisie. Di sinilah kemudian datang Celtic.
Mantan rekan Van Dijk di Celtic, Kris Commons, mengaku heran bagaimana bisa klubnya itu mendapat pemain dengan kaliber seperti itu. "Bagaimana ceritanya kami bisa dapat pemain sehebat itu? Sekali lihat, kamu langsung ngeh bagaimana spesialnya dia. Nyaman dengan bola, kuat, punya teknik bagus, jago mengambil tendangan bebas, dan pandai membaca permainan. Dia punya segalanya," kata Commons.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Celtic mendapatkan Van Dijk hanya dengan banderol 2,6 juta poundsterling pada 2013 tak bisa dilepaskan dari kejelian pelatih Neil Lennon. Kepada Sky Sports, Lennon bertutur, "Ketika tim rekrutmen menunjukkan videonya kepadaku, aku pikir dia bakal jadi Rio Ferdinand baru. Tapi, ketika aku ke sana untuk menonton pertandingannya melawan Ajax, aku heran, 'Kenapa tidak ada pemandu bakat di sini'?
Lennon tidak tahu soal 'kekurang-Belanda-an' gaya main Van Dijk itu. Namun, justru itu yang menjadi berkat baginya. Dengan segera, Lennon menjalin kontak dengan manajemen klub dan Van Dijk pun dibawanya ke Skotlandia dengan banderol murah tersebut.
Van Dijk saat bermain untuk Celtic. Foto: AFP/Olivier Morin
Dari Celtic, segalanya menjadi kian mudah. The Bhoys dibawanya juara liga dan mencatatkan rekor tak kebobolan selama 1.215 menit. Tak lama, Premier League pun mengetuk dalam wujud Southampton dan sisanya adalah sejarah. Penampilan Van Dijk bersama The Saints membuatnya jadi bek termahal dunia ketika dibeli Liverpool dengana harga 75 juta poundsterling.
ADVERTISEMENT
***
Bek, juga kiper, memang merupakan posisi yang tidak seksi di sepak bola. Namun, coba saja tanyakan bagaimana efek bek termahal dunia dan mantan kiper termahal dunia dalam satu tim sekaligus. Selain Van Dijk, Liverpool juga punya Alisson Becker di bawah mistar. Dengan suntikan dua nama ini, The Reds pun melaju kencang tanpa harus khawatir akan kebocoran lini belakang.
Di Premier League musim ini Liverpool masih jadi tim dengan pertahanan terbaik. Hanya 17 gol dari 30 laga yang bisa bersarang di gawang mereka. Lalu, di Liga Champions, Liverpool pun baru kemasukan 3 gol meski sudah melakoni 8 laga. Kokohnya pertahanan ini membuat Liverpool layak disebut sebagai kandidat kuat juara dalam dua kompetisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Van Dijk sendiri tidak cuma moncer bersama Liverpool. Seiring dengan perubahan statusnya menjadi bek kelas dunia, pemain bertinggi 193 cm ini sekarang juga menjadi andalan Timnas Belanda. Ban kapten pun disematkan di lengannya oleh pelatih Ronald Koeman. Dua belas tahun setelah dia diminta untuk melupakan mimpinya, Van Dijk sukses jadi orang yang tertawa paling akhir.
Ketika masih bermain untuk Groningen dulu, Van Dijk secara tegas mengutarakan keinginannya bermain untuk Barcelona. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, niat itu bergeser. Van Dijk sekarang punya niat untuk menjadi legenda Liverpool. Tentu saja, memberi trofi adalah kewajiban jika dia ingin menjadi legenda. Akan tetapi, dengan segala kemampuan yang ada, ditambah dukungan dari rekan-rekan serta sang pelatih, Juergen Klopp, pintu ke aula kebesaran itu benar-benar terbuka bagi Van Dijk.
ADVERTISEMENT