Waktu yang Tepat untuk Mengembalikan Mourinho pada Sepak Bola

30 Juli 2019 16:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan pelatih Manchester United, Jose Mourinho. Foto: Reuters/Jason Cairnduf
zoom-in-whitePerbesar
Mantan pelatih Manchester United, Jose Mourinho. Foto: Reuters/Jason Cairnduf
ADVERTISEMENT
18 Desember 2018, itu terakhir kalinya Jose Mourinho memegang jabatan pelatih. Di hari itu, Manchester United mendepaknya dari kursi kepelatihan.
ADVERTISEMENT
Praktis tak ada lagi omelan-omelan khas Mourinho di ruang konferensi pers seusai laga. Jagat sepak bola masih bisa menyaksikan Mourinho berceloteh. Tapi, itu dalam porsi sebagai pundit.
Jam-jam sibuk sebagai pelatih, tekanan demi tekanan yang tak kunjung selesai, serta luapan emosi khas lapangan hijau tidak lagi menyusahkan Mourinho. Seharusnya ini menjadi periode yang menyenangkan buatnya.
Namun, itu cuma ada di pikiran kita. Mourinho adalah Mourinho. Berkawan karib dengan kerepotan sepak bola sudah menjadi bagian hidupnya.
"Pada dasarnya, ini kali pertama saya memiliki waktu untuk berpikir. Setelah 20 tahun, akhirnya saya bisa menikmati Setubal pada akhir Juli atau Agustus. Saya memiliki waktu untuk berpikir dan berpikir ulang, untuk menganalisis. Yang saya rasakan adalah 'Ze' sedang on fire, ia begitu bersemangat!" jelas Mourinho dalam wawancara eksklusifnya bersama Sky Sport.
ADVERTISEMENT
Bingung siapa itu Ze? Itu adalah panggilan akrab Mourinho waktu bocah.
Kami kangen dengan tingkah Mourinho Foto: Reuters/Carl Recine
"Kawan-kawan saya meminta saya untuk menikmati waktu luang, bersenang-senang di Juli dan Agustus. Yaaah... Pokoknya nikmati apa yang selama ini tidak saya miliki," ucap Mourinho.
"Sejujurnya, saya tidak bisa menikmati. Saya tidak cukup bahagia untuk menikmati waktu-waktu ini. Saya merindukan sepak bola saya. Saya memiliki hasrat," jelas Mourinho.
Meminta Mourinho untuk menikmati hidup tanpa sepak bola sama dengan menjaring angin. Sekitar 38 tahun hidupnya diisi dengan sepak bola--baik sebagai pemain ataupun pelatih. Kalau dihitung-hitung, itu lebih dari separuh umurnya.
Bagaimanapun, sepak bola membentuk Mourinho sebagai manusia. Yang membuatnya utuh adalah pemberontakan-pemberontakan ruang ganti yang ditaklukkannya.
ADVERTISEMENT
Mou dan Pep, cieee~~ Foto: AP Photo/Dave Thompson
Yang membikin Mourinho punya hati adalah sedu sedan para pesepak bola ketika gagal mengangkat trofi. Yang mendongkrak nalarnya adalah kegeniusan pelatih-pelatih lain yang menyentil ego.
"Masa depan saya akan dimulai dalam langkah saya yang selanjutnya. Ada begitu banyak hal indah yang mengelilingi saya sekarang, hal-hal yang tidak saya miliki bertahun-tahun. Tapi, tetap saja saya tidak menikmatinya. Konyol 'kan?" ucap Mourinho.
Ya, mau bagaimana lagi? Kisah Mourinho berbicara soal perjalanan pria keras kepala asal Setubal yang dimulai sejak diusir dari surga versinya sendiri, Barcelona.
Cerita Mourinho adalah narasi tentang manusia genius yang mencari tempat untuk membangun rumahnya sendiri. Di rumah itu ia bakal menemukan keriuhan yang entah bagaimana membuatnya tenteram, keriuhan yang berarti Mourinho sudah bertemu lagi dengan sepak bolanya.
ADVERTISEMENT