Wawancara Rahmad Darmawan: Soal Melatih di Malaysia serta Tim Satelit

21 Juni 2019 14:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rahmad ketika melatih PS Tira-Persikabo. Foto: Dok. PT LIB
zoom-in-whitePerbesar
Rahmad ketika melatih PS Tira-Persikabo. Foto: Dok. PT LIB
ADVERTISEMENT
Sosoknya tenang, tetapi memancarkan aura yang kuat. Ia jarang bicara, tapi sekalinya bicara, begitu enak untuk didengarkan. Ya, seperti itulah sosok Rahmad Darmawan.
ADVERTISEMENT
Rahmad bukan nama baru di sepak bola Indonesia. Sebagai pemain, ia pernah membela Persija Jakarta. Ia juga pernah merasakan main di luar negeri, yakni bersama ATM FA (PS Tira-nya Malaysia), serta merasakan main bersama Timnas Indonesia pada kisaran 1988 sampai 1994.
Sebagai pelatih, kariernya juga cukup panjang. Klub-klub Indonesia pernah merasakan sentuhannya, semacam Persija, Persipura, Sriwijaya FC, Arema Cronus, Pelita Jaya, serta Persikota. Rahmad juga pernah melatih T-Team di Malaysia serta menangani Timnas Indonesia U-23 dalam dua periode, yakni 2011 dan 2013.
Sederet pengalamannya di sepak bola Indonesia ini berbalut dengan beragam prestasi yang pernah ia capai. Sosok kelahiran Lampung tersebut sukses meraih trofi Liga Indonesia selama dua kali bersama dua tim berbeda (Persipura dan Sriwijaya FC). Ia juga berhasil mempersembahkan tiga gelar Copa Indonesia untuk Sriwijaya FC.
ADVERTISEMENT
Sayang, bersama Timnas U-23, Rahmad gagal meraih prestasi. Dua kali menjejak partai final SEA Games pada 2011 dan 2013, dua kali pula Timnas U-23 gagal merengkuh emas. Malaysia dan Thailand-lah yang ketika itu jadi pengganjal Timnas U-23.
Dengan segala capaiannya ini, nama Rahmad dikenal sebagai salah satu pelatih sukses di Indonesia. Mantan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu sekarang sedang fokus melatih PS Tira-Persikabo. kumparanBOLA berkesempatan menemuinya jelang laga lawan Persib di Hotel Mercure, Bandung, Minggu (16/6/2019).
Berikut adalah petikan obrolan kami dengan sosok yang kini berusia 52 tahun tersebut.
Coach, bisa diceritakan tidak, kenapa akhirnya memutuskan untuk menangani PS Tira?
Ya, kalau bisa diceritakan, rasanya seperti kembali ke barak, ya. Saya ketemu teman-teman lama yang ada di PS Tira. Lalu, kita ngobrol-ngobrol, terus kita bikin rencana, gimana kalau kita bareng ngebangun PS Tira? Ya, saya bilang oke, saya akan pelajari PS Tira dulu dan targetnya
ADVERTISEMENT
Terus 'kan ini mau menghadapi Persib, sempat ada penundaan, itu gimana?
Pasti jadi sulit buat kita untuk bisa mempertahankan performa dari satu pertandingan ke pertandingan lain, karena ada jeda waktu yang cukup panjang. Itu pasti akan juga berbeda, itu masalahnya. Sekarang tinggal menyiasati bagaimana kita mempertahankan performa.
Rahmad Darmawan dalam sesi jumpa pers di Graha Persib. Foto: Sandy Firdaus/kumparan
Contohnya, kita buat uji coba di antara jeda waktu yang ada, meskipun pasti suasananya akan berbeda, ya, karena kita begitu jalan kompetisi, penginnya jalan dulu terus.
Oh, ya. Coach juga 'kan dulu Pernah melatih di Malaysia, ada perbedaan enggak soal melatih di Malaysia dan Indonesia?
Pasti ada. Karena ada perbedaan budaya, terus juga habit pemain di sana dan di sini (juga berbeda). Yang pasti, dua-duanya ada sisi positif dan negatifnya juga. Tapi, secara keseluruhan tidak ada masalah, karena sama-sama Melayu, jadi tidak banyak. Walaupun ada, tidak terlalu mencolok.
ADVERTISEMENT
Kalau atmosfer pertandingan, beberapa klub di sana bisa seperti di Indonesia, tapi tidak banyak. Ada Johor, Perak, Kelantan, Terengganu, Pahang, mereka itu punya penonton yang fanatik, sama kaya di Indonesia.
Coach berarti di sana adaptasi enggak sulit, ya?
Ya, untuk adaptasi tetap butuh proses, karena di awal-awal 'kan setelah saya pindah, kita (T-Team) sempat terseok, sebelum kita terus bisa sampai ke semifinal Piala Malaysia waktu itu. Ya, kami juga pernah naik sampai Super League dulu sebelum sampai di semifinal itu.
Habis itu, kita bisa bertahan di Super League, sampai kebijakan klub membuat sister club antara Terengganu dan T-Team, Terengganu II namanya. Jadi salah satu tidak boleh ada di divisi yang sama, harus turun. Tim satelit-lah itu.
ADVERTISEMENT
Nah, bicara soal tim satelit di Persib sendiri gimana, Coach?
Itu suatu lompatan besar yang Persib buat, ya. Harusnya bisa dicontoh klub-klub lain. Persib sekarang punya akademi U-16, U-18, d an U-20, terus, nanti pemain-pemain itu akan dilarikan ke mana? Kalau langsung dia loncat ke senior, tidak semua bisa.
Nah, fase transisi itulah yang dipakai untuk mereka masuk di Persib B. Semacam sister club yang dibuat di Terengganu dan Johor. Jadi, pemain-pemain muda yang dari akademi itu sebelum naik digodok dulu di Divisi II, tapi nanti kalau ada yang menonjol, bisa langsung naik ke tim utama.
Tapi kayanya Persib B ini sepertinya bukan dianggap sister club. Dia cuma tim pelapis Persib untuk menyiapkan tim Persib yang akan datang. Buat saya, top ini, karena memang harus dibuat seperti itu. Hampir semua tim Eropa itu punya tim seperti itu.
ADVERTISEMENT
Tapi, apa memang sudah waktunya untuk tim Indonesia, Coach? Apalagi, klub-klub Indonesia masih belum stabil.
Lho, justru 'kan ini menolong klub-klub yang tidak stabil itu. Contoh, mengakuisisi Blitar. Blitar mesti bangga dengan kondisi ini karena bahwa tujuannya adalah untuk menghadirkan manajemen Persib ke Blitar United. Kita harus akui Persib adalah salah satu klub yang dikelola dengan profesional, walaupun dalam beberapa hal tentu masih terus butuh perbaikan.
Langkah ini harus diikuti klub-klub lain, untuk juga mengambil atau menjadi bapak angkat dari klub lain. Karena banyak tim Divisi II dan Divisi III yang hidup segan, mati tak mau. Kasihan. Cuma punya semangat tapi tidak punya manajemen yang ideal untuk menjalankan klub.
Ini 'kan baru, regulasi belum ada. Gimana?
ADVERTISEMENT
Nah, itu memang di Statuta kita sempat diskusi di grup. Kita punya grup diskusi Bola Indonesia, ada wartawan, fans, pengurus Asprov seluruh Indonesia. Saya, sih, bilang bahwa harusnya kita bangga dengan apa yang dilakukan Persib. Tapi ada juga yang tidak setuju, 'Kenapa, 'kan banyak klub-klub di Indonesia yang belum siap?'.
Tantan saat berlatih bersama Bandung B (Blitar United). Foto: Sandy Firdaus/kumparan
Justru 'kan Persib tidak menambah jumlah klub, tapi Persib membantu klub, mengakuisisi klub yang dalam tanda kutip tidak bisa jadi lebih baik. Mereka menjadikan klub itu jadi klub profesional. Persib menurunkan ilmu ke klub tersebut
Menurut saya bukan membebani, kecuali Persib membuat klub baru di Divisi III. Di sini Persib 'kan mengakuisisi klub, dalam artian mengurangi beban salah satu klub di Indonesia, yang punya potensi pemain-pemain hebat, dan kolaborasi dengan pemain Persib, disiapkan untuk yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Kalau kemarin 'kan Persib menitipkan pemainnya ke tim-tim lawan. Mungkin kebetulan Zola bisa balik. Jika yang lain tiba-tiba punya kontrak tiga tahun, 'kan, akhirnya tidak bisa balik. Potensi pemain Persib sekarang hebat, mereka juara di U-19 dan U-16, lho, dan itu era emas. Gitu. Jadi kalau nanti enggak dikasih suatu wadah, sayang dia harus keluar.