Zlatko Dalic: Kolektivitas Lebih Penting daripada Nama Besar

13 Juli 2018 14:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Selebrasi para pemain Kroasia.  (Foto: REUTERS/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Selebrasi para pemain Kroasia. (Foto: REUTERS/Carl Recine)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Sepak bola adalah olahraga tim. Kita menang sebagai tim, dan setiap individu terlihat lebih bagus jika bermain sebagai tim."
ADVERTISEMENT
Fernando Torres berkata demikian untuk menegaskan bahwa sepak bola adalah olahraga kolektif. Sebuah tim boleh saja punya pemain bintang yang amat berpengaruh, tetapi apa artinya seorang bintang jika tak disokong dan ditopang oleh rekan-rekannya yang lain?
***
Bagi Zlatko Dalic, apa yang dikatakan Torres benar. Kolektivitas dalam sebuah tim adalah segala-galanya. Hal itulah yang akan menuntun sebuah tim ke dalam kemenangan. Di Piala Dunia 2018, Dalic sendiri yang menjadi bukti sahihnya.
Tim-tim yang memiliki megabintang sudah pergi liburan lebih cepat dibanding tim-tim yang memiliki skuat lebih merata kualitasnya. Argentina dan Brasil dijadikan contoh oleh pelatih berusia 51 tahun itu.
Argentina, yang punya Lionel Messi itu, tersingkir di babak 16 besar setelah kalah 2-3 dari Prancis. Brasil yang memiliki Neymar juga sudah tersingkir usai dikalahkan Belgia dengan skor 1-2 pada babak perempat final silam.
ADVERTISEMENT
Messi di laga versus Kroasia. (Foto: REUTERS/Carlos Barria)
zoom-in-whitePerbesar
Messi di laga versus Kroasia. (Foto: REUTERS/Carlos Barria)
Ini belum ditambah dengan Portugal yang ditopang Cristiano Ronaldo yang sudah tersingkir di babak 16 besar usai keok dari Uruguay. Tak ketinggalan pula Mesir yang amat mengandalkan Mohamed Salah yang bahkan sudah angkat kaki sejak fase grup berakhir.
Itulah sebabnya, bagi Dalic, tim tak bisa bergantung pada satu-dua pemain saja. Butuh kolektivitas di sana dan karenanya, Kroasia besutannya itu bisa melenggang jauh hingga partai final. Lebih jauh dibanding para favorit tadi.
"Bagi saya, Messi adalah pemain terbaik dunia dan Neymar sangat dekat darinya. Tapi di Piala Dunia ini, tim bertabur bintang yang mengandalkan nama-nama besar, sudah ada di pantai. Tim yang bersatu tengah berjuang untuk sesuatu yang masih ada," kata dia dilansir Reuters.
ADVERTISEMENT
"Ini adalah Piala Dunia yang aneh. Sepak bola telah berkembang pesat, sehingga setiap tim dapat memiliki pertahanan yang terorganisir dengan baik, jadi tidak ada margin kemenangan yang besar dan tim adalah segalanya. Ini adalah masalah kami selama 10 tahun. Kami punya individu hebat, tetapi tidak ada kolektivitas dan itulah mengapa saya harus membangun kesatuan dalam tim," ucapnya.
Para pemain Kroasia merayakan keberhasilan lolos ke partai final Piala Dunia 2018 usai mengalahkan Inggris di semifinal dengan skor 2-1. (Foto: REUTERS/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Para pemain Kroasia merayakan keberhasilan lolos ke partai final Piala Dunia 2018 usai mengalahkan Inggris di semifinal dengan skor 2-1. (Foto: REUTERS/Carl Recine)
Kroasia sendiri sebenarnya juga ditopang oleh satu nama besar dalam sosok Luka Modric. Namun, tak seperti Brasil atau Argentina yang menitikberatkan tim pada kedua pemain itu, Kroasia terlihat lebih merata. Ketika Modric tak bisa leluasa mengontrol laga, Dalic masih punya opsi untuk memenangi laga.
Pertandingan versus Inggris pada semifinal bisa dijadikan contoh. Ketika Modric tak bisa membongkar lini tengah dan belakang 'Tiga Singa', Dalic menginstruksikan anak asuhnya untuk menumpukan serangan ke sisi sayap dan hasilnya, hadir dua gol kemenangan.
ADVERTISEMENT
Dengan modal kolektivitas itu pula Kroasia akan datang ke Stadion Luzhniki, pada Minggu (15/7/ 2018) mendatang, untuk menantang Prancis di partai final. Kebetulan (dan sialnya) Prancis yang dihadapi itu juga merupakan tim bertabur bintang yang secara kolektivitas juga brilian.
Bisa, Dalic?