Beda Pandang Food Blogger dan Jurnalis Kuliner

9 Februari 2019 18:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Memotret Makanan Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Memotret Makanan Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Dulu, mencari referensi makanan atau restoran mungkin bisa diibaratkan dengan mencari kucing dalam karung. Sebuah makanan jadi populer karena dirasa enak oleh beberapa orang yang kemudian menyebarkannya ke beberapa orang lainnya. Begitu seterusnya. Tempat makan yang banyak direkomendasikan orang pun hanya itu-itu saja. Biasanya merupakan restoran legendaris yang memang telah berdiri selama puluhan tahun serta telah memiliki banyak pelanggan loyal. Tampilan makanannya juga sederhana, namun rasa jadi mata pisau restoran-restoran ini untuk tetap bertahan meski banyak yang bermunculan. Beda dulu, beda sekarang. Coba tengok #foodporn atau #foodies. Dari situ kamu akan mendapatkan berbagai makanan yang sedang tren. Foto yang indah tentu menarik siapa saja yang melihatnya. Postingan tersebut bisa dari mana saja; akun personal atau mungkin mereka yang punya status sebagai food reviewer.
Tangkapan layar #foodporn. Foto: Toshiko/kumparan
Food reviewer sendiri merupakan seseorang yang secara sukarela membagikan informasi mengenai tempat makan lengkap dengan hidangannya. Kegiatan ini banyak dilakukan oleh para blogger yang khusus membahas tentang kuliner. Selain dituangkan di blog pribadinya, para food blogger pun banyak yang membagikan rekomendasi makanannya melalui media sosial. Tidak main-main, akun mereka punya followers loyal yang cukup banyak. Percakapan pun terbangun di kolom komentar; sekadar menanyakan soal makanan di sana atau sekadar berbagi kisah. Fenomena ini yang akhirnya dilirik restoran. Gathering food blogger pun digagas; untuk mengundang mereka mencicipi makanan. Kemudian, satu atau dua foto pun diunggah dengan caption menarik; mengundang orang untuk turut mencobanya. Akun khusus membagikan rekomendasi tempat makan pun makin menjamur. Tak hanya dikuasai food blogger kawakan, banyak wajah baru yang turut meramaikan jagat maya dengan review makanannya yang tak kalah menarik. Di samping itu, ada juga istilah food journalist atau lebih dikenal dengan sebutan jurnalis kuliner. Tak jauh berbeda dari food blogger, tugas seorang jurnalis kuliner adalah memberikan informasi dan rekomendasi mengenai tempat makan yang tengah menjadi buah bibir. Mereka juga yang merumuskan pembahasan mendalam tentang sebuah sajian. kumparanFOOD duduk dan makan bersama dengan seorang food blogger Indonesia, Salim Konggidinata. Kami berbagi kisah mengenai cara pandang jurnalis kuliner dan food blogger bersama laki-laki yang sudah berkecimpung selama dua tahun di dunia food blogging tersebut. "Menurutku food journalist itu lebih memiliki konten yang general dan membuat orang lain ingin membaca. Kalau food blogger kebanyakan restoran secara lebih mendalam, satu per satu makanan dan harganya kita review," ujar pemilik akun Instagram @oppakuliner tersebut kepada kumparanFOOD.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, meski berkecimpung di dunia yang sama, food blogger dan jurnalis kuliner memiliki tugas dan kebutuhan yang berbeda. Baik dalam gaya penulisan, pasar yang disasar, bahkan hingga teknik saat memotret makanan. Salah satu kelebihan yang dimiliki banyak food blogger memang terletak pada keahliannya mengambil gambar makanan sehingga terlihat menggugah. Setiap food blogger berlomba-lomba menyajikan tampilan makanan yang menggugah dengan ciri khasnya sendiri-sendiri. Foto makanan yang menarik bisa dibilang sebagai daya tarik utama yang ‘dijual’ oleh food blogger. Foto-foto makanan yang mereka sajikan selalu terlihat mendetail dengan warna yang lebih terang dan kuat. Untuk mendapatkan foto makanan yang diinginkan, mereka tak segan untuk menambahkan berbagai ornamen dan menatanya sedemikian rupa agar terlihat lebih menarik.
Kiri: Hasil foto @oppakuliner, kanan: kumparanFOOD Foto: @oppakuliner, Kartika Pamujiningtyas/kumparan
ADVERTISEMENT
Sementara itu, jurnalis kuliner lebih banyak menuangkan tampilan makanan dalam bentuk tulisan. Menggambarkan cita rasa makanan dalam rangkaian kata per kata bertujuan agar pembaca lebih mudah membayangkan cita rasa makanan tak hanya dari gambarnya. Meski begitu, bukan berarti jurnalis kuliner tak mementingkan estetika saat mengambil foto sebuah hidangan. Kini banyak juga jurnalis kuliner yang memiliki keahlian dalam menyajikan foto makanan yang ciamik. Foto yang menarik, diimbangi penjelasan yang mudah dimengerti di dalam artikel merupakan salah satu tanggung jawab utama seorang jurnalis kuliner.

Food blogger dan jurnalis kuliner dalam kejujuran menulis review

Review makanan antara @oppakuliner dan kumparanFOOD Foto: @oppakuliner, Kartika Pamujiningtyas/kumparan
Sama-sama diundang untuk me-review satu restoran, lantas bagaimana cara food reviewer dan jurnalis kuliner membagikan rasa mereka? Food blogger dengan gaya yang lebih personal tentu bisa berkomentar sejujur-jujurnya terhadap satu makanan. Sementara itu, jurnalis kuliner harus menghilangkan sisi personalnya; menulis seobjektif mungkin. “Ketika ada orang yang ngundang aku, aku selalu bilang kalau aku akan review jujur. Tapi balik lagi, preferensi orang akan rasa makanan kan berbeda-beda,” ujar laki-laki yang akrab disapa Salim ini. “Dan makin lama makin mengerti kalau enak dan enggak enak itu subjektif. Misalnya menurut orang Jogja gudeg itu makanan yang paling enak, tapi menurut orang di luar Jogja atau di luar Jawa mungkin rasanya terlalu manis,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Salim, food blogger lebih fokus terhadap rasa dalam satu atau dua makanan saja saat mendatangi sebuah restoran. Sedangkan jurnalis kuliner biasanya akan melakukan pengamatan lebih jauh, bahkan tak hanya dari segi kulinernya saja.
Food journalist malah bisa menangkap enggak hanya dari sisi makanannya, kadang-kadang malah sejarahnya yang aku lihat. Sedangkan goal-nya food blogger memberikan review secara lebih personal. Makanya sebelum aku makan, sebagai food blogger biasanya aku akan baca di menunya apa aja bahan-bahannya. Jadi ketika aku nulis, aku mengerti asal rasanya dari mana,” terang laki-laki yang juga mengelola blog Oppa Kuliner ini. Artikel kuliner yang disajikan oleh jurnalis kuliner biasanya lebih banyak menggambarkan rasa, tampilan, dan bahan baku tanpa menambahkan opini pribadi. Hal ini bertujuan agar review dan tulisan bisa diterima secara lebih luas oleh pembaca.
ADVERTISEMENT

Jurnalis kuliner berusaha mengulik daya tarik lain dari sebuah hidangan

Ilustrasi review makanan. Foto: Thinkstock
Tugas utama seorang jurnalis adalah memberikan informasi kepada khalayak luas, begitu pun dengan jurnalis kuliner. Tak melulu membuat konten yang berhubungan dengan review makanan, jurnalis kuliner dituntut untuk bisa lebih menggali daya tarik lain dari sebuah hidangan. “Wartawan bisa membahas apa saja dalam artikelnya. Malahan kami food blogger biasanya tahu sejarah makanan dari artikel di media,” tutur Salim. Jadi jangan heran, dalam satu tema tulisan jurnalis kuliner mengenai makanan, pembaca bisa menemukan berbagai pembahasan; mulai dari cita rasa, suasana tempat makan, hingga sejarah dan cerita menarik lain di balik suatu sajian.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari itu, sebenarnya, baik jurnalis kuliner maupun food blogger memiliki satu tujuan yang sama, yakni memberikan informasi dan rekomendasi mengenai segala hal yang berbau kuliner. Konten yang disajikan oleh dua pihak ini bahkan bisa saling melengkapi sehingga informasi yang diterima oleh pembaca pun akan lebih akurat dan mendetail.