Evolusi Makanan Cepat Saji, Makin Bahaya atau Tidak?

15 Juni 2019 14:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi makanan cepat saji Foto: dok.shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi makanan cepat saji Foto: dok.shutterstock
ADVERTISEMENT
Namanya saja makanan cepat saji, maka yang diandalkan adalah kecepatan penyajiannya. Lantas, bagaimana dengan jumlah kalori, rasa, hingga efeknya bagi tubuh?
ADVERTISEMENT
Mengutip sciencedaily.com, terlepas dari penambahan beberapa item yang diklaim menyehatkan, makanan cepat saji saat ini ternyata tak lebih sehat daripada 30 tahun yang lalu.
Penemuan tersebut, didukung oleh sebuah penelitian terhadap 10 restoran cepat saji paling populer di Amerika Serikat mulai tahun 1986 - 2016 yang diterbitkan dalam Journal of Academy of Nutrition and Dietetics.
Dalam jurnal tersebut menunjukan, jumlah kalori dan natrium pada makanan cepat saji, makanan pembuka, dan makanan penutup meningkat. Bahkan variasinya pun melonjak hingga 226 persen selama periode penelitian.
"Kami meneliti tentang bagaimana makanan cepat saji dapat memicu masalah obesitas berkelanjutan di Amerika Serikat. Meski banyak yang menawarkan beberapa menu sehatnya, nyatanya kalori, porsi, dan natriumnya memburuk dari waktu ke waktu, dan tetap tinggi," kata Megan A. McCrory, PhD, ketua peneliti Departemen Ilmu Kesehatan, Sargent College, Universitas Boston.
Fast food Foto: Pixabay
Di Amerika Serikat, jumlah orang dewasa (usia di atas 20 tahun) 37 persennya mengkonsumsi makanan cepat saji pada hari-hari tertentu. Mereka rata-rata memakan satu menu utama dengan jumlah kalori sekitar 767 kalori.
ADVERTISEMENT
Itu artinya, satu porsi menu utama sama dengan hampir 40 persen dari jumlah kalori anjuran yang dibutuhkan tubuh per hari. Belum lagi, minuman yang dikonsumsi biasanya mengandung banyak gula.
Selama 30 tahun tersebut, Dr. McCrory dan rekannya juga menemukan peningkatan kalori terbesar terjadi pada makanan penutup, yakni sebanyak 62 kkal per dekade.
Disusul, makanan pembuka 30 kkal per dekade. Peningkatan itu terutama disebabkan oleh ukuran porsinya. Semakin besar porsinya, maka semakin tinggi kalorinya.
Meski jumlah kalorinya meningkat, rupanya Dr. McCrory juga menemukan adanya peningkatan kalsium dan zat besi, terutama pada makanan pembuka, serta penutup. Ini memang merupakan perkembangan yang positif, karena kedua nutrisi itu penting untuk tulang dan bisa mencegah anemia.
ADVERTISEMENT
Namun para peneliti berharap, temuan ini dapat mengarahkan masyarakat pada kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah kalori serta natrium.
"Kita masih perlu membantu orang agar mengkonsumsi makanan rendah kalori dan natrium, terutama ketika pergi ke restoran cepat saji. Kami juga ingin agar restoran bisa menawarkan porsi makanan lebih kecil dengan harga proporsional," pungkasnya.