news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tradisi Takjil Saudagar Gujarat di Masjid Pekojan, Semarang

28 Mei 2019 12:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ali Baharun, salah satu keturunan Suku Koja tengah membuat Bubur India untuk takjil di Masjid Pekojan, Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ali Baharun, salah satu keturunan Suku Koja tengah membuat Bubur India untuk takjil di Masjid Pekojan, Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/Kumparan
ADVERTISEMENT
Sudut Masjid Pekojan, di Kelurahan Purwodinatan, Kota Semarang, Jawa Tengah tampak sibuk. Kepulan asap dari tungku kayu membubung.
ADVERTISEMENT
Apinya, sibuk memanaskan hidangan khas Gujarat, India. Aroma rempah pun menyeruak. Cukup untuk menggoyahkan ibadah puasa bagi yang tak kuat iman.
Ali Baharun (61) sibuk mengaduk wajan besar yang telah terisi makanan berwarna kekuningan. Rupanya makanan khas ini disebut Bubur Koja atau Bubur India. Bubur ini, spesial, dibuat hanya saat Ramadan.
Disela aktivitasnya, Ali lantas menceritakan muasal tradisi pembuatan Bubur India. Sajian ini ternyata dibawa oleh nenek moyangnya, suku Koja dari Gujarat India saat pertama masuk ke Semarang.
Menurut Ali, pembuatan takjil ini telah berlangsung turun temurun. Setidaknya hampir 2,5 abad lamanya di kawasan Masjid Pekojan Semarang. Modernisasi tak berlaku pada cara memasak Bubur India. Tungku dan kayu jadi komponen pembentuk rasa kuliner itu sendiri.
ADVERTISEMENT
"Masaknya harus pakai kayu bakar karena tingkat kematangan lebih merata dan cita rasanya tidak cepat hilang," kata Ali yang merupakan generasi keempat keturunan suku Koja.
Dalam sehari, selama sebulan, setidaknya 30 kilo beras diaduknya bergantian dengan juru masak lainnya. Dari puluhan kilo, dibagikan paling sedikit 300-an porsi untuk jamaah Masjid Pekojan setiap waktu berbuka.
Kata Ali, suku Koja dari Gujarat India menjadikan Semarang tempat singgah dari jalur perdagangannya. Selain meninggalkan warisan budaya kuliner, mereka juga melakukan syiar agama pada masanya.
"Selama tinggal di Semarang, mereka membuat koloni dan akhirnya menjadi sebuah kelompok masyarakat dan kampungnya pun dinamakan sebagai Kawasan Pekojan karena dihuni keturunan suku Koja," katanya.
Di Semarang, komplek Pekojan, berdampingan rukun dengan perkampungan bisnis lainnya seperti Pecinan (China), Kauman dan Bustaman (Arab), dan Kawasan Kota Lama (Belanda).
ADVERTISEMENT
Tradisi pembuatan takjil dengan porsi besar untuk dibagikan ke jamaah Masjid Pekojan dimulai setelah masjid ini ramai dikunjungi oleh warga dari luar Komplek Pekojan.
"Enggak dari Koja saja, etnis lain juga berkumpul. Para saudagar berinisiatif mengumpulkan bekal untuk menjadi satu santapan bersama menjelang berbuka puasa. Jadilah membuat bubur, sesuai tradisi mereka di tanah asalnya," katanya.
Pembuatan bubur berlangsung setiap hari, mulai pukul 14.00 dan paling cepat selesai pada pukul 16.00 untuk hidangan siap disajikan ke dalam mangkuk.
Cara memasaknya, tak jauh berbeda dengan bubur pada umumnya. Hanya saja, ada tambahan bahan dalam campurannya; yakni rempah-rempah.
Ali Baharun, salah satu keturunan Suku Koja tengah membuat Bubur India untuk takjil di Masjid Pekojan, Semarang. Foto: Afiati Tsalitsati/Kumparan
Tekstur Bubur India juga lebih cair atau tidak terlalu kental. Rempah-rempahnya amat terasa. Rempah yang digunakan yakni Jahe, Serai, Laos, Kayu Manis. Tambahannya sedikit tambahan potongan seledri dan wortel.
ADVERTISEMENT
"(khas) Bumbu rempah ini dibawa saat para saudagar dan pedagang Koja berdagang di Semarang. Dicampur dengan bubur agar rasanya lebih hangat dan menyehatkan saat berbuka," jelasnya.
Setelah bubur telah merata, Ali dibantu juru masak lainnya mulai menata ratusan mangkuk berwarna-warni untuk dibagikan per porsinya. Bubur India tak disantap sendiri. Ada aneka pendampung juga.
"Hari ini bubur India diberi tambahan gulai Bustaman, setiap harinya gak sama. Bisa ganti opor, sambal goreng, dan lainnya," katanya.
Makin mantap dengan minuman berisi susu dan buah kurma. Saking melegendanya, penikmat sajian takjil itupun kini tak terbatas jamaah Masjid Pekojan saja.
Para musafir yang kebetulan singgah di Masjid Pekojan dan kaum dhuafa yang berkumpul di sana juga dapat menikmati bubur; asalkan masih tersedia. Rasa hangat, kelembutan tekstur bubur, dan cita rasa rempah sangat cocok untuk menu berbuka puasa.
ADVERTISEMENT
"Sudah tiga kali saya ikut buka puasa di sini. Rasanya beda, ada rempah-rempahnya. Hangat, halus, dan cocok bagi lambung, saat berbuka puasa," kata Winarso, salah satu jamaah yang siap menyantap bubur India.