5 Band Rock yang Masih Bertahan Meski Tinggal 2 Personel

13 Juni 2018 21:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Twenty One Pilots, Roxette, The Ting Tings (Foto: AFP/ LEON NEAL, FREDERIC J. BROWN, Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Twenty One Pilots, Roxette, The Ting Tings (Foto: AFP/ LEON NEAL, FREDERIC J. BROWN, Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Sebuah grup musik modern biasanya memiliki 4 hingga 6 personel untuk mengisi posisi drum, gitar, bas gitar, keyboard atau piano, serta vokal. Paling sedikit, sebuah grup musik modern--khususnya yang beraliran rock--memiliki 3 orang personel dengan satu orang bermain instrumen dan bernyanyi di waktu bersamaan.
ADVERTISEMENT
Namun bagaimana jika personel grup musik tinggal dua orang? Baru-baru ini, band Thirty Seconds to Mars kehilangan gitaris mereka, Tomo Miličević. Tomo mengumumkan kepergiannya pada Selasa (12/6) lalu, meninggalkan kakak-beradik Leto.
Jared Leto dan Shannon Leto (Foto: Instagram @jaredleto)
zoom-in-whitePerbesar
Jared Leto dan Shannon Leto (Foto: Instagram @jaredleto)
Banyak yang mempertanyakan apakah Thirty Seconds to Mars bisa berjalan tanpa Tomo. Banyak yang yakin mereka masih bisa berjalan dengan tegak karena, tidak hanya mereka saja yang berada dalam sebuah band dengan personel yang minim.
kumparan sudah merangkumnya. Berikut lima band rock yang hanya terdiri dari dua personel.
1. Twenty One Pilots
Twenty One Pilots (Foto: Instagram @twentyonepilots)
zoom-in-whitePerbesar
Twenty One Pilots (Foto: Instagram @twentyonepilots)
Pertama kali terbentuk tahun 2009 di Columbus, Ohio, Amerika Serikat, Twenty One Pilots beranggotakan tiga orang personel, Tyler Joseph (vokal dan sampler), Nick Thomas (gitar), dan Chris Salih (bas gitar). Dengan formasi tersebut, Tyler yang sebelumnya sudah pernah merampungkan album solo independen bertajuk ‘No Phun Intended’ (2008) dengan bantuan Thomas, tak butuh waktu lama untuk merampungkan album self-titled perdana Twenty One Pilots yang dirilis 29 Desember 2009.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, setelah dua tahun banyak menarik perhatian publik dengan aksi panggung yang aneh dan tak biasa--serta gaya musiknya yang mengandung banyak genre, mulai dari electronic hingga rock--, pada 2011, Chris Salih mengundurkan diri karena ingin fokus bekerja. Nick Thomas pun menyusul dengan alasan ingin melanjutkan kuliah di North Carolina, sekitar 805,9 kilometer dari Ohio, basis Twenty One Pilots.
Tyler kemudian mengajak serta Josh Dun, touring drummer House of Heroes, untuk membantu dirinya yang tinggal seorang diri membangun kembali Twenty One Pilots. Kagum oleh kepiawaian bermusik Tyler, Josh pun urung untuk melanjutkan studi musik di Nashville dan bergabung untuk merampungkan album ke-2 Twenty One Pilots, ‘Regional at Best’.
Twenty One Pilots pun bergabung dengan label Fueled By Ramen dan merilis album pertama mereka yang sukses menembus Billboard 200 bertajuk ‘Vessel’ (2013). Mereka juga memenangkan penghargaan ‘Best Pop Duo/Group Performance’ di Grammy Awards 2017 lewat single ‘Stressed Out’ dari album ‘Blurryface’ (2016).
ADVERTISEMENT
Nick dan Chris yang sudah mengundurkan diri hingga saat ini masih aktif membantu Tyler dan Josh untuk pekerjaan balik layar Twenty One Pilots. Nick masih membantu proses distribusi official merchandise, sedangkan Chris yang sukses menjadi pendiri dari perusahaan gitar Elmwood Custom Goods banyak membantu Twenty One Pilots dalam hal alat-alat bermusik.
2. The Ting Tings
The Ting Tings (Foto: Facebook @thetingtings)
zoom-in-whitePerbesar
The Ting Tings (Foto: Facebook @thetingtings)
TKO adalah band punk yang pada mulanya diperkuat oleh Katie White (vokal, gitar), bersama dua sahabatnya, Marion Grethe Seaman (bas gitar), dan Emma Lally (drum) pada 1997. Sayangnya, meski sudah mendapat kesempatan untuk tampil di beberapa festival musik bersama beberapa band independen besar Inggris--seperti Steps dan Atomic Kitten--sampai bertahun-tahun TKO tak bisa juga mendapatkan label rekaman.
ADVERTISEMENT
TKO pun bubar. White pun mulai sering bermain musik bersama Jules De Martino yang dahulu sempat membuatkan empat lagu untuk TKO. Dengan formasi tiga orang, Katie White (gitar, vokal), Jules De Martino (drum), dan Simon Templeman (DJ), terbentuklah band elektronik bernama Dear Eskiimo. Pada 2004, band tersebut pun menandatangani kontrak dengan label rekaman Mercury Records.
Sayangnya, permintaan label rekaman membuat Templeman tak betah dan meninggalkan White serta De Martino berdua saja mengurusi Dear Eskiimo. Pada 2007, keduanya kemudian memutuskan untuk keluar dari label, membubarkan Dear Eskiimo, dan membentuk band baru bernama The Ting Tings dengan gaya musik electronic rock yang mereka rancang sendiri tanpa campur tangan label.
The Ting Tings kemudian merampungkan dua single ‘That’s Not My Name/Great DJ’ dan ‘Fruit Machine’ di bawah naungan label independen lokal Manchester, Inggris, bernama Switchflicker Records. Dua lagu tersebut sukses melambungkan nama The Ting Tings dan menjadikan mereka sebagai salah satu band yang dipercaya untuk tampil di NME Awards Tour 2008.
ADVERTISEMENT
Berbagai prestasi bermusik pun telah mereka raih, termasuk tiga piala di UK Festival Awards 2008, sebuah piala di International Dance Music Awards 2009, serta satu nominasi Grammy Awards dalam kategori ‘Best New Artist’ pada 2010. Terakhir kali, The Ting Tings menelurkan album bertajuk ‘Super Critical’ pada 2014.
Kini, The Ting Tings aktif di media sosial untuk mempromosikan album baru yang sedang dalam proses penggarapan.
3. Roxette
Roxette (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Roxette (Foto: Wikimedia Commons)
Di era '70-an, Gyllene Tider yang digawangi oleh Perr Gessle, Mats Persson, Micke Andersson, Anders Herrlin, dan Göran Fritzon merupakan salah satu grup musik ternama di Swedia. Ingin mendobrak pasar dunia, Gyllene Tider merilis album berbahasa Inggris pertama mereka yang bertajuk ‘The Heartland Cafe’ pada 1984. Nama solos Marie Fredriksson pun ditunjuk untuk menjadi salah satu backing vocal di album tersebut.
ADVERTISEMENT
Capitol Records kemudian tertarik untuk meminang Gyllene Tider dengan syarat harus mengganti nama grup musik mereka. Alasannya, agar nama band mereka lebih familiar untuk para pendengar di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya. Gessle akhirnya memilih kata ‘Roxette’ untuk mengganti Gyllene Tider. Sayangnya, Gyllene Tider kemudian vakum dan berhenti berkarya.
Gessle yang awalnya berniat untuk menjadi seorang solois dan sudah membuat sebuah album solo kemudian bertemu dengan Direktur Capitol Records saat itu, Rolf Nygren, yang menyarankan agar ia berduet dengan Fredriksson. Single ‘Neverending Love’ yang beraliran pop rock kemudian menjadi penanda awal duet Gessle dan Fredriksson dengan nama Roxette.
Meski pada mulanya Roxette bukan duo yang diinisiasi langsung oleh Gessele dan Fredriksson, Roxette ternyata mampu menarik perhatian lebih baik ketimbang Gyllene Tider.
ADVERTISEMENT
Dari tahun 1986 sampai 2016, Roxette aktif berkarya melawan usia dan telah menelurkan 10 album, termasuk ‘Look Sharp!’ (1988) dan ‘Joyride’ (1991), yang sukses memenangkan ‘Best International Group’ di Brit Awards 1991, ‘International Viewer's Choice’ di MTV Video Awards 1991, dan ‘European No. 1 Airplay hit’ di World Music Awards 1999.
Saat ini, kondisi kesehatan Fredriksson sudah tidak sebaik dulu. Pada 2016, mereka batal melakukan tur dunia bertajuk ‘RoXXXette’ yang bertujuan untuk merayakan 30 tahun karier mereka di industri musik dunia. Meski begitu, dengan seizin Fredriksson, tahun ini Gessle akan melakukan tur bertajuk ‘Perr Gessle Roxette’ seorang diri.
4. The Operation M.D
The Operation M.D (Foto:  Instagram/@theoperationmd_fanpage)
zoom-in-whitePerbesar
The Operation M.D (Foto: Instagram/@theoperationmd_fanpage)
Ketika dua band rock besar, Sum 41 dan H2O, tampil bersamaan di Warped Tour 2001, Jason ‘Cone’ McCaslin (bas gitar) dan Todd Morse (vokal) ternyata saling 'jatuh cinta'. Keduanya kemudian membentuk proyek musik yang diberi nama The Operation M.D dan untuk menyamarkan identitas Cone menggunakan nama Dr. Dynamite, sedangkan Morse menggunakan nama Dr. Rocco.
ADVERTISEMENT
Pada 2006, dibantu oleh Dr. Dinero, nama samaran untuk Steve Jocz, pemain drum Sum 41, The Operation M.D merampungkan album pertama yang bertajuk ‘We Have an Emergency’. Tak puas sampai di sana, dengan amunisi baru bernama Dr. Sauce, nama samaran untuk Ian D’Sa, gitaris Billy Talent, mereka pun kembali merampungkan album ke-2 yang bertajuk ‘Birds + Bee Stings’ pada 2010.
Meski awalnya hanya merupakan proyek musik iseng-iseng, The Operation M.D pernah tampil live di Bovine Sex Club, Toronto, Ontario, Kanada, dan bahkan sukses membentuk label rekaman independen yang diberi nama Mouth To Mouth Music.
Dua tahun menghilang dari industri musik, pada 1 Desember 2017, Dr. Dynamite dan Dr. Rocco merilis sebuah single ‘Little Miss Takes’. Kali ini, keduanya merampungkan single tersebut tanpa bantuan dari Dr. Dinero di drum atau pun Dr. Sauce di gitar.
ADVERTISEMENT
Masih terus memainkan musik garage rock, mungkin saja tahun ini The Project M.D akan kembali merilis single baru kendati Sum 41 masih sibuk melakukan tur, dan H2O sedang asyik berkunjung ke negara-negara, termasuk Indonesia di Hammersonic Festival 2018 mendatang.
5. Cobalt
Cobalt (Foto: Facebook @cobaltofficial)
zoom-in-whitePerbesar
Cobalt (Foto: Facebook @cobaltofficial)
Sebeum Cobalt terbentuk, Phil McSorley mulanya bermusik seorang diri dengan nama panggung Grimness Enshroud. Pada 2002, penggebuk drum, Erik Wunder, serta pemain bas gitar, Charlie Fell, baru mulai bergabung dan proyek musik McSorley pun beralih genre menjadi black metal di bawah nama Cobalt.
Pada 2015, setelah merampungkan tiga album, ‘War Metal’ (2005), ‘Eater of Birds’ (2007), dan ‘Gin’ (2009), McSorley sang penggagas Cobalt justru mengundurkan diri karena merasa tak punya kecocokan lagi dalam proses pembuatan komposisi musik dengan Wunder. Akhirnya saat merilis album ‘Slow Forever’ pada 2016, instrumen gitar, bas, serta vokal pun seluruhnya direkam oleh Fell.
ADVERTISEMENT
Di tiga album pertama Cobalt bersama McSorley, nuansa musik mereka sangat kental dengan unsur black metal era '70-an yang terdengar sangat kasar dan tak banyak sentuhan instrumen lain di luar gitar, bas dan drum.
Setelah Fell melanjutkan Cobalt berdua dengan Wunder, musik mereka semakin modern dengan sentuhan sampling sludge metal yang kelam, penuh distorsi, dan bertempo lambat. Durasi lagu-lagu Cobalt pun semakin panjang, sekitar 7 sampai 10 menit.
Meski hanya berjalan dengan dua personel, Cobalt tetap bisa membuktikan eksistensinya di skena musik bawah tanah Amerika Serikat. Terbukti dari Profound Lore Records yang sejak 2016 tertarik untuk menaungi band dari kota Greeley, Colorado itu.