7 Hal soal Tere Liye Buat Kamu: Doyan Gudeg hingga Eks Fans Liverpool

24 November 2017 9:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tere Liye (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tere Liye (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tere Liye, penulis yang digandrungi banyak muda-mudi negeri ini, identik dengan beberapa hal. Semisal, novel populer yang laris manis, untaian kata mendayu-dayu yang bikin hati remaja galau, dan keriuhan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Dari ketiga hal di atas, dua yang terakhir berkaitan dengan kemarahan terbaru Tere di media sosial. Tere--yang kata-kata dalam novelnya menginspirasi kaum muda--ternyata tak merestui kutipannya digunakan dalam foto selfie mereka.
Alasannya: kutipan itu tak cocok dengan foto selfie--entah siapa sesungguhnya yang dimaksud Tere, apakah seorang, dua orang, atau puluhan orang.
Woi, lu yang mau pamer foto selfie, kagak usah lu pakai2 caption pinjam quote page Tere Liye ini. Asyik betul foto selfie, wajah sudah kayak lemari menuhi seluruh layar, monyong2, sok cantik, sok ganteng, lantas caption di bawahnya: "Inilah hidupku, dstnya, dstnya - Tere Liye…
Termasuk kalian yang selebgram top dengan follower jutaan. Berhenti pakai quote page ini di akun kalian. Kagak nyambung. Lah, yg punya quote, kagak sekalipun posting fotonya sendiri. Ini bukan sok suci, sok bermoral, ini simpel soal: kalau lu mau selfie, mau pamer, mikir sendiri captionnya! Bikin sendiri. Jangan ajak2 Tere Liye untuk mendukung aktivitas pamer kalian.
ADVERTISEMENT
Seorang penggemar Tere, Bayu Permata, buru-buru menghapus kutipan Tere pada captio fotonya di depan Candi Muara Takus, Kampar, Riau. Ia malas cari gara-gara. Ia tak pernah membayangkan kata-kata mutiara penulis favoritnya ternyata tak boleh dikutip.
“Kata-kata itu bagus dan bijak, bisa memotivasi orang lain. Jadi kenapa nggak boleh kami pakai? Tapi ya sudah, apa boleh buat,” kata mahasiswa Pekanbaru itu kepada kumparan.
Di luar hiruk pikuk soal postingan kontroversial Tere Liye dan banjir komentar yang mengiringi, ia memang idola banyak orang. Novelnya yang laku keras dan dicetak ulang berpuluh kali menjadi bukti.
Tapi, tahukah kamu sejumlah hal unik tentang Tere? Bila kamu salah satu penggemarnya, ada baiknya kamu tahu seluk-beluk seorang Tere Liye--yang bernama asli Darwis dan berprofesi sebagai akuntan di samping penulis.
ADVERTISEMENT
1. Doyan Gudeg Yu Djum
Gudeg Yu Djum (Foto: Dok gudegyudjumpusat.com)
zoom-in-whitePerbesar
Gudeg Yu Djum (Foto: Dok gudegyudjumpusat.com)
Tere tidak pernah melewatkan membawa oleh-oleh gudeg Yu Djum ketika mampir ke Yogya. Selain terpikat oleh rasanya yang melegenda, Tere kagum dengan kisah perjuangan sosok Yu Djum. Yu Djum menjadi sumber inspirasi bagi Tere untuk bisa memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi orang banyak.
2. Penggemar Eddy Silitonga
Eddy Silitonga (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Eddy Silitonga (Foto: Wikimedia Commons)
Ketika SMP, Tere remaja mendengarkan lagu-lagu Eddy Silitonga ketika naik bus AKAP (antar-kota antar-provinsi) dari pedalaman Sumatera ke Lampung atau Jakarta.
Selama 36 jam perjalanan, Tere menikmati lagu sambil menatap pepohonan dengan jendela bus setengah terbuka. Bersama embusan angin, Tere menghayati setiap lirik yang menyayat hati. Salah satu lagu legendaris Eddy yang disukai Tere ialah Mama.
“Setiap lengkingan suara Eddy Silitonga terdengar, saya otomatis teringat Mamak di kampung,” kenang Tere.
ADVERTISEMENT
Tere juga mengidolakan Eddy yang membawakan lagu-lagu lokal dalam bahasa daerah. Mulai Bahasa Batak, Jawa, Ogan, Bangka, Lahat, Lubuk Linggau, Gorontalo, hingga Minang.
Bagi Tere, Edyy adalah penyanyi serbabisa, sangat menginspirasi, menghibur. Hingga Eddy tiada, lagu-lagunya tetap menemani banyak orang, termasuk Tere.
3. Aktivis Kampus
Universitas Indonesia (UI). (Foto: Facebook Universitas Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Universitas Indonesia (UI). (Foto: Facebook Universitas Indonesia)
Saat berkuliah di Universitas Indonesia, Tere mengaku mengikuti banyak kegiatan “kelas berat”. Dari ragam aktivitasnya di kampus itulah, Tere mengenal banyak pemikiran yang tidak ia jumpai dalam buku-buku yang selama ini dia baca.
Tere banyak berdiskusi dan berdebat di selasar kampus, basecamp organisasi, hingga forum-forum kajian.
“Kali ini bicara tentang kesetaraan, hak asasi, kebebasan bicara, liberal, demokrasi, dan semua jargon yang tidak kalah hebatnya. Seperti terlihat hebat benar kalau sudah bicara tentang ini di seminar-seminar, celoteh saat di angkutan umum, atau saat mengirim SMS-- ow, saya lupa, dulu HP masih langka, lebih banyak pager. Itu bukan “pagar”, Dek, tapi pager, radio panggil. Kecil bentuknya, bisa menerima pesan, ‘Kawan, ada diskusi tentang HAM di markas pukul 13.00,’” tulis tere di laman Facebook-nya, 1 Maret 2016.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Tere memutuskan untuk meninggalkan kesibukan semacam itu dan kembali ke guru-guru mengaji di kampungnya. Berkaca pada jalan hidupnya, Tere pun bertitip pesan kepada para penggemarnya.
“Saya tidak tahu sejauh mana perjalanan hidup kalian, entah kalian kuliah di negeri-negeri jauh, bertemu dengan orang-orang baru, pemahaman-pemahaman baru. Tapi ketahuilah, mau sejauh mana kaki kalian melangkah, hidup ini tidak pernah bicara soal jargon. Hidup ini bicara tentang kebermanfaatan dan ahklak yang baik. Hanya itu,” ucapnya.
4. Tak Merayakan Tahun Baru, Tak Suka Berisik
Perayaan Tahun Baru di Depok. (Foto: Marcia Audita)
zoom-in-whitePerbesar
Perayaan Tahun Baru di Depok. (Foto: Marcia Audita)
Tidak seperti sebagian orang yang merayakan Tahun Baru dengan aneka kemeriahan dan pesta pergantian tahun, Tere memilih untuk tidak merayakannya. Alasannya banyak.
Menurut Tere, Tahun Baru bukan tradisi keluarga yang hidup di pedalaman Sumatera. Sebab di daerah asalnya di Lahat, Sumatera Selatan, tak ada ramai dentam mercon atau suara berisik kembang api warna-warni yang meluncur ke angkasa.
ADVERTISEMENT
“Di kampung saya, yang ada hanya suara jangkrik malam-malam. Tidur nyenyak,” kata Tere.
Alasan lain: ia malas begadang hanya demi Tahun Baru. Tere bukan golongan makhluk nokturnal--yang aktif pada malam hari macam kelelawar. Jam 10 malam biasanya ia sudah tidur, kecuali saat menonton final Liga Champions.
Lagipula, merayakan Tahun Baru adalah mubazir dan kesia-siaan bagi Tere. Selain mahal karena butuh biaya, juga sumpek karena riuh.
“Berisik, sesak, susah ke mana-mana, macet, dll, juga adalah alasan lainnya. Saya tidak bersedia menghabiskan waktu yang seharusnya buat hepi-hepi, eh malah jadi keki,” katanya, 20 Desember 2016.
5. Mantan Fans Liverpool
Suporter Liverpool. (Foto: Reuters/Matthew Childs)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Liverpool. (Foto: Reuters/Matthew Childs)
Masa SMA hingga kuliah, Tere adalah fans garis keras klub sepak bola Liverpool asal Inggris. Saking cintanya pada Liverpool, saat klub itu kalah, Tere sampai ngilu sepanjang hari dan tak bergairah.
ADVERTISEMENT
Namun kini, Tere tak lagi tergila-gila pada Liverpool maupun klub-klub bola lain. Ia sekarang suka sepak bola lebih pada semangatnya.
“Saya tidak terlalu serius lagi menyukai klub, karena simpel, klub sepak bola itu tidak lebih dari entitas perusahaan. Dan sebagai perusahaan, mereka tidak lagi fokus mencerminkan semangat olahraga, atau sejarah panjang klub. Mereka sekarang sudah jadi kepanjangan tangan kampanye-kampanye tertentu,” kata Tere.
“20 tahun berlalu, saya menyukai sepak bola, karena demikianlah adanya, suka sportivitas, suka prinsip ‘respek’. Tidak lagi fokus pada klub-klubnya,” kata Tere, 5 Desember 2016.
6. Tak Suka Selfie
Menurut Syahrudin, mitra kerja dan kawan Tere di Republika Penerbit, temannya itu tak suka diajak foto bersama, apalagi selfie. “Tidak peduli siapapun yang meminta, termasuk pejabat sekalipun.”
ADVERTISEMENT
“Dia enggan terkenal atau dipublikasikan. Dia pernah bilang, biar orang mengenal karena Tere Liye, bukan siapa sosok Tere Liye,” ujar Syahrudin kepada kumparan, Rabu (22/11).
Maka, mestinya kita tak perlu terlalu heran kenapa Tere semarah itu ketika kutipannya digunakan sebagai caption foto-foto selfie--yang menurutnya, sesungguhnya tindakan itu tak lebih dari ajang pamer, satu hal yang tak ia sukai.
Tere bahkan mengunggah tips “aturan main selfie yang betul” di laman Facebook-nya.
7. Tak Peduli Kata Orang
Syahrudin bercerita, Tere tak pernah ambil pusing harus berbusana apa ketika menghadiri acara undangan
“Dia datang naik ojek, pakai sandal jepit, kaus oblong, Enggak peduli dengan sindiran orang,” ujar Syahrudin.
“Kalau ada yang menegur karena dia berpakaian seperti itu saat mengisi acara, dia cuma bilang: jika tidak suka, besok-besok nggak usah ngundang Tere Liye lagi,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Seorang Tere Liye, kata Syahrudin, “Memang begitu. Unik.”
Bak menegaskan ucapan Syahrudin, dalam postingannya di Facebook kemarin, Kamis (23/11), Tere mengatakan, “Jangan hiraukan orang-orang yang berisik mengomentari kita, orang-orang yang berusaha mencari kesalahan dan kekurangan kita. Orang-orang ini simply tidak penting dan tidak relevan dalam hidup kita. Anggap saja mahkluk gaib yang penasaran.”
Tere Liye (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tere Liye (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
Jadi, setelah membaca 7 perkara di atas, sila kembali ke urusan masing-masing. Karena sejatinya, Tere pun mungkin tak peduli kita tahu dia atau tidak ;)