news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Alasan Sadao Nakajima Angkat Seni Bermain Pedang di Film Barunya

17 Oktober 2018 11:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sutradara Jepang, Sadao Nakajima. (Foto:  Anissa Sadino/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sutradara Jepang, Sadao Nakajima. (Foto: Anissa Sadino/kumparan)
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, film Jepang 'Tajuro Jun Aiki' tayang perdana di Kyoto International Film Festival (KIFF) 2018. Film tersebut mengusung konsep chanbara atau aksi bermain pedang dan dibesut oleh sutradara Sadao Nakajima.
ADVERTISEMENT
Sadao Nakajima adalah sutradara Jepang yang film-filmnya terkenal karena banyak menampilkan permainan pedang dan samurai. Setelah 20 tahun absen produksi film, Nakajima kembali dengan film 'Tajuro Jun Aiki'.
Nakajima mengaku puas dengan tayangnya 'Tajuro Jun Aiki' di KIFF 2018. Alasannya, sudah sangat lama dia ingin kembali membuat film, khususnya film drama yang menyajikan chanbara dan syuting di Kyoto.
"Rata-rata film yang dibuat di Kyoto adalah film yang masuk ke kategori sebelum zaman Meiji. Maka dari itu, di sinilah (Kyoto) seni chanbara lahir. Bermain pedang harus dilakan seakan sedang mempertaruhkan nyawa, bukan hanya sekadar mengayunkan pedang saja," kata Nakajima saat ditemui di Yoshimoto Gion Kagetsu, Kyoto, Jepang, belum lama ini.
Sutradara Jepang, Sadao Nakajima. (Foto:  Anissa Sadino/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sutradara Jepang, Sadao Nakajima. (Foto: Anissa Sadino/kumparan)
Sutradara berumur 84 tahun itu pun bercerita asal mula seni chanbara. Awalnya, seni tersebut muncul saat Jepang kalah perang dunia dari Amerika Serikat. Kala itu, Amerika melarang seni chanbara dipertontonkan di seluruh Jepang. Padahal, seni chanbara sangat penting bagi masyarakat Jepang.
ADVERTISEMENT
"Secara perasaan, memang orang Amerika belum bisa memahami betul perasaan orang Jepang. Misalnya, orang Jepang memiliki rasa emosional tinggi terhadap alat yang mereka gunakan, Katana (pedang), misalnya. Dengan alat yang dimilikinya itu, dia juga bisa melakukan Harakiri (bunuh diri menggunakan belati atau pedang). Hal seperti ini, (orang) Amerika tidak mengerti sama sekali kenapa sampai segitunya," cerita Nakajima.
"Setelah perang dunia berakhir, seni chanbara lahir kembali. Akan tetapi, karena ada pengaruh dari Amerika, keseruan chanbara dulu hilang dan chanbara yang sekarang jadi berbeda. Dalam film pun sama, bukan hanya kekerenan pemeran dalam berakting di seni chanbara yang ditunjukkan, tapi hidup atau mati dari cerita seni chanbara tersebut yang harus ditunjukkan," lanjutnya.
Adegan dalam film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: ©︎『多十郎殉愛記』製作委員会)
zoom-in-whitePerbesar
Adegan dalam film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: ©︎『多十郎殉愛記』製作委員会)
Nakajima menuturkan, cukup sulit untuk memperlihat seni chanbara dalam bentuk film. Hal itu sempat membuatnya berpikir berulang kali karena seni chanbara yang dilakukan dulu dan sekarang berbeda karena sudah berbeda zaman.
ADVERTISEMENT
"Bedanya, seni chanbara sekarang dengan zaman dulu adalah pada pemerannya. Pemeran zaman dulu langsung bisa memahami cara menggunakan katana, berbeda dengan pemeran sekarang yang sangat tidak mungkin bila tidak dilatih sebelumnya," ujar Nakajima.
Di film ini, aktor Kengo Kora berperan sebagai Tajuro, pemain utama dalam film 'Tajuro Jun Aiki'. Nakajima menagtaakan bahwa Kengo sudah berlatih selama satu bulan penuh sebelum syuting dimulai.
"Dia mempelajari teknik-teknik chanbara dan berlatih bersama dengan pemeran lainnya, lalu syuting. Hasilnya pun dalam waktu 1 bulan, bagus. Hal menyulitkan lainnya adalah stamina saya. Tapi, teman-teman yang lain bisa diajak kerja sama, jadi filmnya bisa selesai dengan baik dan tepat waktu," katanya.
Konferensi pers film Tajuro Jun Aiki di KIFF 2018 dan Penutupan KIFF 2018. (Foto: Anissa Sadino/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers film Tajuro Jun Aiki di KIFF 2018 dan Penutupan KIFF 2018. (Foto: Anissa Sadino/kumparan)
Sepanjang kariernya, Nakajima telah membuat lebih dari 60 film tentang yakuza, film erotis, film aksi, hingga dokumenter. Banyak pengalaman berharga selama ia berkarier, contohnya, melihat kejadian pesawat Amerika dan Jepang tabrakan.
ADVERTISEMENT
"Nah, karena saya sudah berumur 84 tahun, maka film chanbara ini menjadi karya saya yang terakhir," tutupnya.