‘Black Mirror: Bandersnatch’, Konsepnya Menarik Tapi Kurang Berkesan

10 Januari 2019 12:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Poster film Black Mirror: Bandersnatch (Foto: Netflix)
zoom-in-whitePerbesar
Poster film Black Mirror: Bandersnatch (Foto: Netflix)
ADVERTISEMENT
Sekilas melihat poster film ‘Black Mirror: Bandersnatch’, mungkin ada dari kamu yang mengingat logo di kemasan obat sakit kepala, Paramex. Tapi, tenang aja, meskipun cerita filmnya tak seistimewa seperti nonton seri antologi ‘Black Mirror’ musim 1-4, setidaknya film ini enggak bikin kita sakit kepala.
ADVERTISEMENT
Film berlatar tahun 1984 itu bercerita tentang seorang programmer game muda, Stefan Butler (Fionn Whitehead). Ia berencana mengembangkan game komputer yang diadaptasi dari novel dark fantasy ‘Bandersnatch. Semakin dalam Stefan membuat program untuk game tersebut, semakin dalam dia terjebak antara fantasi dan kenyataan.
‘Bandersnatch’ memang dibuat terpisah dari seri antologi produksi Netflix tersebut. Film garapan sutradara David Slade ini menawarkan pengalaman menonton baru yang layak diacungi jempol.
Di era ketika anak muda senang membuat polling di Instagram untuk membuat keputusan akan suatu hal—cukur alis atau tidak, main PUBG atau Fortnite, dan lainnya—Netflix memanfaatkan peluang dengan membuat cerita interaktif. Penonton bisa ikut menentukan kelanjutan cerita dari karakter utama berdasarkan apa yang kita pilih.
ADVERTISEMENT
Dalam awal cerita, penonton disuguhkan dengan pilihan apakah Stefan harus sarapan dengan sereal Sugar Puff atau Frosties, mendengarkan musik Now Music atau Thompson Twins. Tentu saja pilihan awal yang kita buat tidak terlalu berpengaruh pada plot. Mungkin baru perkenalan.
Selanjutnya datang pilihan yang sepertinya lebih menarik. Stefan mendapat tawaran dari perusahaan game besar untuk mengembangkan proyeknya. Di situ pula dia bertemu programmer game favoritnya, Colin Ritman (Will Poulter).
“Aku memainkan semua game buatanmu,” kata Stefan seperti bocah kecil yang melihat Messi atau Cristiano Ronaldo.
Perusahaan Tuckersoft yang dikelola Mohan Thakur (Asim Chaudhry) langsung tertarik melihat presentasi singkat Stefan meski demonya masih terlalu mentah. Tapi Stefan sudah ditawari fasilitas lengkap dan tim yang bisa membantunya menyelsaikan game Bandersnatch. Penonton kemudian diberi pilihan; ‘Menerima Tawaran’ atau ‘Menolak’.
Stefan saat ditawari bergabung di perusahaan game (Foto: Netflix)
zoom-in-whitePerbesar
Stefan saat ditawari bergabung di perusahaan game (Foto: Netflix)
Di situlah momen yang membuat rasa penasaran kita sebagai penonton terpacu. Apalagi dengan embel-embel memberi kuasa pada kita untuk menentukan kelanjutan cerita. Jika Stefan menerima tawaran, apa yang akan terjadi? Lalu, apabila menolak, ke mana plot akan bergerak?
ADVERTISEMENT
Sayangnya, di momen yang menentukan itu, apapun pilihan yang kita buat, tidak secara langsung membuat jalan cerita berbeda. [Spoiler Alert!] Jika kita memilih ‘Menolak’, cerita akan berlanjut dengan Stefan menjelaskan alasannya, kemudian mengembangkan game tersebut dengan caranya sendiri. Tetapi jika kita pilih ‘Menerima’, kita diarahkan ke jalan buntu yang harus membuatmu kembali ke adegan awal dan terpaksa memilih jalan ‘Menolak’.
Dari situ bisa diambil kesimpulan bahwa plot bercabang yang disuguhkan tak sepenuhnya menentukan jalan cerita yang benar-benar berbeda dari kehidupan Stefan. Mungkin hanya di beberapa bagian, sehingga format cerita interaktif seperti ini lebih terasa gimmick dibanding memberi kuasa penonton.
Meski begitu, pilihan tetap ada di tangan Anda. Jadi, tertarik menontonnya atau tidak?
ADVERTISEMENT