Cerita Purwa Caraka Jalankan PCMS yang Membantu Lahirkan Musisi Hebat

31 Januari 2018 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Purwacaraka. (Foto: Giovanni/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Purwacaraka. (Foto: Giovanni/kumparan)
ADVERTISEMENT
Bakat bermusik tidak akan menjadi sesuatu yang besar tanpa melalui proses latihan. Inilah yang membuat komponis sekaligus musisi Purwa Caraka konsisten menjalankan Purwa Caraka Music Studio (PCMS), lembaga kursus musik miliknya, hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
“Pendidikan itu kan sifatnya pengajaran. Pengajaran itu mempercepat proses. Kalau saya dilahirkan tiba-tiba bisa main piano, itu keajaiban, namanya bakat murni. Tapi, ada orang yang bisa dipercepat kalau diajarin. Itu fungsinya pendidikan,” ujar Purwa dalam jumpa pers 'Menuju 30 Tahun Purwa Caraka Music Studio' yang digelar di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu (31/1).
Purwa mengaku gembira melihat anak-anak mendapatkan pelajaran musik yang baik. Ia pun amat menikmati tahun demi tahun yang dilewatinya untuk menjalankan PCMS.
Tak terasa, kiprah PCMS dalam bidang pendidikan musik di Indonesia hampir mencapai usia 30 tahun. Lewat lembaga kursus musik yang dimilikinya itu, Purwa telah berhasil mencetak banyak musisi besar.
Kolaborasi Rossa dan Afgan. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Kolaborasi Rossa dan Afgan. (Foto: Munady Widjaja)
Teza Sumendra, Rossa, dan Afgan merupakan tiga di antara para penyanyi ternama yang pernah mengecap pendidikan di PCMS.
ADVERTISEMENT
"Ada beberapa nama yang enggak sesuai jurusannya tapi memberikan kontribusi dari sisi lain. Misalnya Rossa, dulu di Bandung belajar piano. Afgan juga pernah di Cipete belajar piano. Saya percaya, musisi yang belajar piano biasanya eksplorasi nadanya lebih bagus," tuturnya.
Selain mereka, penyanyi Marcell Siahaan pernah pula belajar di lembaga kursus musik milik Purwa tersebut. Marcel yang saat itu mengambil kursus bermain drum bahkan sempat berkontribusi untuk menjadi tenaga pengajar di sana. Di samping itu, sejumlah personel grup musik Tanah Air juga sempat belajar di PCMS.
Hingga kini, Purwa berkomitmen untuk terus mengembangkan apa yang telah ia jalani saat ini, dari segi pelayanan maupun prestasi. Tak hanya itu, ia juga ingin menambah kualitas lembaga kursusnya serta membuka beberapa kelas baru untuk mengikuti pekembangan zaman.
ADVERTISEMENT
“Lembaga pendidikan seharusnya semakin dewasa semakin matang,” ucapnya.
Purwa juga bercerita tentang awal berdirinya PCMS. Masa-masa tersulitnya ada pada enam hingga tujuh tahun pertama lembaga kursus musik itu berdiri.
“Enam sampai tujuh tahun dulu kami berdiri di Bandung, saya itu benar-benar enggak pernah punya profit dari PCMS karena mungkin manajemennya masih tradisional. Mungkin ada korupsi kecil-kecilan yang dilakukan staf dengan berbagai macam modus dan sebagainya," ungkap Purwa.
"Pernah juga sekali waktu saya mekakukan subsidi silang untuk memperpanjang sewa rumah. Walau pada akhirnya, kami bisa beli juga, sih. Kebetulan, saya punya sumber (pendapatan) lain. Saya ngajar, saya bikin rekaman. Itu semua saya subsidi silang," sambungnya.
Setelah melalui berbagai proses yang tidak mudah, Purwa mampu mempertahankan lembaga kursusnya ini bahkan hingga tiga dekade. Untuk merayakannya, akan ada digelar sejumlah acara, mulai dari Asia Pacific Arts Festival di Kuala Lumpur, Final Festival Drum PCMS, Lomba Design Logo PCMS, Konser PCMS Choir di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ).
ADVERTISEMENT
Rangkaian tersebut dilanjutkan dengan Konser Besar PCMS di Bandung, Lomba Cover Jinggle PCMS, Pembukaan Time Capsule di Bandung, dan Gala Dinner di Bandung. Konser 3 Dekade yang akan digelar di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta pada 3 November 2018 mendatang menjadi puncak perayaan itu.
Purwa termasuk salah seorang komponis terbaik yang dimiliki Indonesia. Siapa sangka, kakak kandung penyanyi Trie Utami ini adalah lulusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dalam dirinya pun tak mengalir darah seniman atau musisi. "Bapak saya tentara, ibu saya ibu rumah tangga. Mereka memang suka musik. Ayah sering bawa piringan hitam kalau pulang tugas luar negeri. Saya sejak umur tiga tahun udah bisa putar piringan hitam," beber Purwa.
ADVERTISEMENT
Melihat bakat musik anaknya, ayah Purwa membeli piano. Ia dan istrinya mendukung bakat Purwa meski juga khawatir hal itu akan mengganggu pendidikan akademik sang anak.
Saat duduk di bangku SMA, Purwa telah profesional bermusik. Alhasil, selepas lulus kuliah, ia mantap berkecimpung dalam dunia musik.
"Ini pilihan dan saya menyenanginya. Prinsip yang paling gampang di dunia adalah pekerjaan yang baik itu yang disenangi. Pressure-nya rendah karena tidak dipaksa orang lain. Saya lebih memilih menjadi musisi daripada sebagai karyawan karena alasan kreativitas," tandasnya.