'Para Pensiunan 2049', Rayakan Tahun Politik dengan Ironi Menggelitik

26 April 2019 9:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pentas Para Pensiunan 2049. Foto: Alexander Vito/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pentas Para Pensiunan 2049. Foto: Alexander Vito/kumparan
ADVERTISEMENT
Lakon 'Para Pensiunan 2049' pertama kali ditampilkan di Taman Budaya Yogyakarta pada 8 dan 9 April 2019. Kala itu, antusiasme publik sangat baik dan pertunjukan berbuah manis.
ADVERTISEMENT
Di Ciputra Artpreneur Theater, Kuningan, Jakarta Selatan, Teater Gandrik Yogyakarta kembali mementaskan lakon 'Para Pensiunan 2049'. Bermodalkan naskah yang disusun oleh Agus Noor dan Susilo Nugroho juga sutradara G Djaduk Ferianto, pentas tersebut memang tercipta untuk merayakan tahun politik 2019 dan berbagai ironi menggelitik di dalamnya.
'Para Pensiunan 2049' bercerita tentang para pensiunan yang hendak menikmati masa tua dan menunggu akhir hayat dengan tenang. Namun, Undang-undang Pemberantasan Pelaku Korupsi atau Pelakor yang dibuat oleh Komisi Pertimbangan Kematian (KPK) menyulitkan para pimpinan kota.
Pentas Para Pensiunan 2049. Foto: Alexander Vito/kumparan
Secara konstitusional, siapa pun yang wafat harus terlebih dahulu membuktikan diri bebas dari korupsi guna memperoleh Surat Izin Mati (SIM), serta Surat Keterangan Kematian yang Baik (SKKB). Jika tidak, maka jenazah tidak boleh dikebumikan karena dianggap telah banyak merugikan rakyat.
ADVERTISEMENT
Masalah pun kian pelik ketika Doorstoot (Butet Kertaredjasa), seorang pensiunan pejabat, meninggal sebelum sempat mendapatkan SIM dan SKKB. Istri dan anak Doorstoot, Griseni (Rulyani Isfihana) dan Katelin (Nunung Deni Puspitasari), panik sehingga coba menghalalkan berbagai cara. Mulai dari melancarkan bujuk rayu hingga melakukan suap menyuap.
Pentas Para Pensiunan 2049. Foto: Alexander Vito/kumparan
Keadaan kian carut marut ketika suami Katelin, Jacko (Sepnu Heryanto), yang menggantikan Doorstoot sebagai pimpinan kota, tidak bisa banyak membantu. Sebab, ia adalah salah satu inisiator yang membuat peraturan itu, dan ia pun takut kehilangan elektabilitas jika menyangkalnya.
Strook (Feri Ludiyanto), seorang pensiunan yang mulanya selalu menjadi oposisi Doorstoot mulai sakit-sakitan, dan sadar bahwa ajal sudah dekat. Ia pun membuat berbagai gerakan turun ke jalan bersama kaum pensiunan agar SIM dan SKKB ditiadakan.
Pentas Para Pensiunan 2049. Foto: Alexander Vito/kumparan
Semua yang tergambar di lakon 'Para Pensiunan 2049' adalah cerminan nyata dari kondisi politik di Indonesia sejak Orde Baru hingga era Reformasi. Bagaimana suasana politik terus berkembang hingga akhirnya tercetus banyak peraturan tidak masuk akal demi kepentingan politik identitas.
ADVERTISEMENT
Humor-humor yang disampaikan pun punya relasi kuat dengan berbagai meme yang berkembang di jagad maya selama musim Pilpres 2019. Teater Gandrik Yogyakarta benar-benar berhasil menciptakan sebuah perayaan tahun politik yang unik, namun penuh ironi yang membuat setiap penonton merasa tersentil.
Pentas Para Pensiunan 2049. Foto: Alexander Vito/kumparan
Akting setiap pemain pun patut diacungi jempol. Sutradara G Djaduk Ferianto mengakui bahwa ia lebih banyak melakukan pendalaman karakter. Sehingga, setiap tokoh bisa melekat dengan pelakon.
Tata musik yang ditampilkan juga sangat apik dan mampu mengiringi keseluruhan pentas dengan manis. Pesan dari 'Para Pensiunan 2049' sebenarnya sangat sederhana, yakni mengingatkan kita sebagai masyarakat Indonesia untuk selalu mendahulukan akal sehat sebelum memulai segala sesuatu.
Pentas Para Pensiunan 2049. Foto: Alexander Vito/kumparan
Tidak akan ada peraturan yang sempurna atau pun pemimpin yang 100 persen baik. Namun, akal sehat harus menjadi modal utama untuk mempersatukan bangsa, tanpa perlu banyak pencitraan atau tudingan-tudingan tanpa fakta yang prematur.
ADVERTISEMENT
Jika tidak sempat menonton pentas teater itu pada 25 April kemarin, silakan saksikan serunya lakon 'Para Pensiunan 2049' di Ciputra Artpreneur Theatre, Kuningan, Jakarta Selatan, pada 26 April. Lakon ini terasa sederhana, konyol, namun penuh pesan yang menyentil cukup keras.