news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

'Tajuro Jun Aiki', Cerita Singkat Seorang Ronin dalam Bentuk Seni

18 Oktober 2018 13:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: www.kiff.kyoto.jp)
zoom-in-whitePerbesar
Film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: www.kiff.kyoto.jp)
ADVERTISEMENT
Setelah 20 tahun absen produksi film, sutradara Jepang Sadao Nakajima kembali berkarya. Kali ini, dia menghadirkan jidaigeki atau film drama yang mengambil latar sebelum zaman Meiji dengan banyak adegan chanbara atau aksi bermain pedang.
ADVERTISEMENT
Tayang di Kyoto International Film Festival (KIFF) 2018 di Jepang untuk pertama kalinya, 'Tajuro Jun Aiki' mengisahkan cerita seorang ronin (samurai tanpa tuan), bernama Tajuro. Setelah menjadi ronin, Tajuro menghabiskan sisa hidupnya di Kyoto. Padahal, dia masih muda.
Hidup sebagai ronin dianggap mudah oleh Tajuro. Dia tak peduli penampilannya kotor bak gelandangan. Dia juga tak peduli kediamannya untuk sementara kotor dan penuh debu. Namun, ada seorang perempuan bernama Otoyo yang juga bekerja di tempat minum-minum yang mau meluangkan waktu untuk membantunya.
Seorang kawan lama datang dan bertemu dengan Tajuro. Dia meminta untuk dibantu, mengingat Tajuro bukanlah seorang samurai sembarangan. Namun, Tajuro menolak dan malah meminta uang dalam jumlah besar jika kawannya tersebut benar-benar mau dibantu.
ADVERTISEMENT
Malamnya, sekumpulan polisi atau Shinsengumi bertandang ke tempat minum milik Otoyo dan membuat onar. Sebelum mereka bertindak lebih jauh, Tajuro menghentikan mereka dan membuat mereka pergi.
Tajuro membela Otoyo dengan sebuah alasan yang tak ia ungkap pada siapapun. Ya, Tajuro menaruh hati pada Otoyo. Namun, Tajuro tidak ingin menyatakannya karena dia tidak ingin jadi beban untuk Otoyo. Dia sadar bahwa hidupnya sebagai seorang samurai akan penuh darah dan perkelahian. Dalam kata lain, Tajuro ingin melindungi Otoyo tanpa memilikinya.
Adegan film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: ©︎『多十郎殉愛記』製作委員会 )
zoom-in-whitePerbesar
Adegan film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: ©︎『多十郎殉愛記』製作委員会 )
Para Shinsengumi yang dihadang Tajuro pun melapor pada atasan mereka dan mengatakan bahwa ada seorang samurai di kawasan tempat mereka tinggal. Sesuai sejarah, hubungan Shinsengumi dan ronin memang tidak baik.
Atasan mereka pun menyuruh untuk mencari Tajuro. Di sisi lain, adik Tajuro, Kazuma, datang untuk menemui kakaknya setelah keduanya lama tak bertemu.
ADVERTISEMENT
Saat Kazuma datang, Shinsengumi menemukan tempat Tajuro tinggal. Keduanya pun melarikan diri. Tajuro menyuruh Kazuma pergi dan dia berbalik untuk melawan Shinsengumi sendirian. Tapi, Kazuma tidak tinggal diam. Dia berusaha membantu kakaknya, namun pertarungannya dengan Shinsengumi membuat kedua matanya buta.
Tajuro pun membawa kabur Kazuma dan mempertemukannya dengan Otoyo. Dia pun meminta Otoyo untuk membawa Kazuma pada seorang dokter untuk memulihkan kedua mata Kazuma. Dia juga meminta Otoyo untuk membawa pergi Kazuma ke sebuah tempat persembunyian di puncak gunung. Otoyo menyetujuinya meski dia tidak rela Tajuro berperang sendirian.
Tajuro pun muncul di hadapan para Shinsengumi yang sedang mencarinya. Dia mengecoh mereka agar Otoyo dan Kazuma bisa kabur. Di sinilah adegan chanbara dipertontonkan hingga akhir film.
Adegan film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: ©︎『多十郎殉愛記』製作委員会  )
zoom-in-whitePerbesar
Adegan film 'Tajuro Jun Aiki' (Foto: ©︎『多十郎殉愛記』製作委員会 )
kumparan mendapat kesempatan untuk menikmati filmnya yang tayang perdana di Yoshimoto Gion Kagetsu, Kyoto, Jepang, beberapa waktu lalu. Menurut penulis, aksi bermain pedang yang dihadirkan oleh Sadao Nakajima cukup apik. Tapi, aksi tersebut lebih ke arah seni jika dibandingkan dengan film-film Nakajima sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Sepanjang kariernya, Nakajima dikenal sebagai sutradara yang kerap membuat film-film penuh darah, perkelahian, dan aksi-aksi lainnya yang dianggal lebih kejam dibandingkan realitas. Di film 'Tajuro Jun Aiki', Nakajima tidak banyak menghadirkan adegan-adegan brutal seperti karya-karyanya sebelumnya. Mungkin, efek umurnya yang sudah 84 tahun dan absen cukup lama dari dunia film membuatnya ingin menghadirkan sebuah cerita yang lebih 'nyeni' dibandingkan film-filmnya sebelum 'Tajuro Jun Aiki'.
Dari sisi cerita, apa yang diperlihatkan dan disampaikan oleh Nakajima tidaklah sulit dicerna. Ceritanya begitu pendek dan mengambil sebuah latar belakang cerita yang standar, yakni mengenai perkelahian dan cinta.
Sutradara Jepang, Sadao Nakajima. (Foto:  Anissa Sadino/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sutradara Jepang, Sadao Nakajima. (Foto: Anissa Sadino/kumparan)
Untuk setting tempat, suasana era sebelum zaman Meiji dibuat sedemikian rupa mirip dengan kondisi era zaman itu. Sinematografinya juga mendukung karena dari filter warna dan suasana yang dihadirkan benar-benar dibuat seperti zaman dulu kala.
ADVERTISEMENT
Tajuro pun tidak digambarkan sebagai ronin yang sadis. Tidak begitu banyak adegan berdarah, karena Tajuro menebas dan menyayat musuhnya dengan rasa, bukan karena kebencian.
Aksinya diibaratkan seperti manusia yang tengah melindungi diri tanpa ingin melukai siapapun dan tanpa terpaksa, menggambarkan seorang ronin yang benar-benar ingin pensiun sebagai samurai. Jadi, jangan berharap untuk melihat permainan pedang yang biasa diperlihatkan di film-film China.
Akting Kengo Kora sebagai Tajuro pun patut diacungi jempol. Sebagai aktor muda--umur Kengo masih 30 tahun--yang kerap bermain dalam film drama, Kengo terbukti bekerja keras untuk berperan sebagai Tajuro. Alasannya, setiap gerakan, tatapan, dan gestur tubuhnya memperlihatkan dirinya sebagai ronin yang tidak gila hormat dan hanya melindungi dirinya.
Aktor Jepang, Kengo Kora. (Foto: Anissa Sadino/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aktor Jepang, Kengo Kora. (Foto: Anissa Sadino/kumparan)
Penulis juga dibuat ngos-ngosan kala melihat adegan kejar-kejaran antara Tajuro dan Shinsengumi. Adegan lari-larian yang dilakukan Tajuro dihadirkan tanpa jeda, membuat lelah untuk menontonnya. Apalagi, Tajuro berlari cukup cepat dan volume suara napasnya juga diperdengarkan dengan cukup keras.
ADVERTISEMENT
Film ini berakhir dengan alur yang cukup mudah ditebak. Tidak, Tajuro tidak mati. Tapi, ending-nya memang memberikan pertanyaan apa yang akan dilakukan oleh Tajuro setelah dia berhadapan dengan Shinsengumi. Nakajima berhasil membangkitkan rasa ingin tahu penonton hingga kami tidak sabar untuk menonton film lanjutan 'Tajuro Jun Aiki'.
Nakajima, meski tak lagi muda, bisa dibilang menghadirkan sebuah karya yang menawan dan penuh seni lewat 'Tajuro Jun Aiki'. Dia juga mampu bekerja sama dengan aktor dan aktrisnya yang usianya 50 tahun lebih muda darinya. Dia bisa mengarahkan mereka untuk melakukan apa yang ada di dalam pikirannya. Para aktor dan aktris, selain Kengo Kora, yakni Ryo Kimura dan Mikako Tabe juga mampu menerjemahkan isi kepala Nakajima melalui 'Tajuro Jun Aiki'.
ADVERTISEMENT
Tayang perdana di sebuah festival film kelihatannya juga menjadi alasan Nakajima akan film terbarunya yang lebih 'nyeni'. Nakajima tentu harus memutar otak untuk menghadirkan sebuah adegan perkelahian yang cantik, mendebarkan, tanpa mempertontonkan banyak darah. 'Tajuro Jun Aiki' memang lebih 'ramah lingkungan' sekaligus menjadi sebuah karya Nakajima yang patut diperhitungkan.