Fanboy, tentang Kaum Lelaki yang Makin Menggemari K-Pop

16 Maret 2019 10:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi fanboy Kpop. Foto: Fitra Andrianto dan Putri Sarah Arifira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi fanboy Kpop. Foto: Fitra Andrianto dan Putri Sarah Arifira/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam konser K-Pop, kita mungkin akan menjumpai para pria yang berbaur dengan kerumunan, meneriakkan nama idola yang sedang tampil di atas panggung dan menyanyikan lagu para idola dengan fasih. Belakangan, jumlah para penggemar pria semakin banyak terlihat di konser maupun acara K-Pop lainnya. Ya, mereka adalah fanboy, pria penikmat K-Pop yang mengikuti perkembangan musik idola Korea.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi, ada lebih dari satu cara untuk mendefinisikan fanboy di luar sana. Namun, pengamat musik, Adib Hidayat, mengatakan bahwa pada dasarnya, fanboy adalah penggemar yang sangat menyukai produk atau jenis musik tertentu. Istilah fanboy biasa dipakai di dunia K-Pop, namun tidak terbatas pada kalangan itu saja.
Menurut Adib, istilah ini juga dipakai, misalnya, di dunia gadget atau film. Contohnya, bagi penggemar produk gadget Apple, atau untuk penggemar Marvel. Selain itu, Adib mengatakan, bukan tidak mungkin jika nantinya istilah ini digunakan untuk menggambarkan fans dari jenis musik lainnya.
“Kalau menurut saya, sih, masalah kebiasaan sih ya. Kebiasaan bagaimana terminologi fanboy itu dipakai untuk diasosiasikan kepada jenis musik atau produk tertentu,” ujarnya saat dihubungi kumparanK-Pop via telepon pada Selasa (12/3).
Adib Hidayat. Foto: Instagram/@adibhidayat
Saat ini, menjadi fanboy K-Pop sudah bukan hal yang aneh lagi. Sebab, kini memang sudah semakin banyak orang yang menyukai K-Pop, baik perempuan maupun laki-laki. Menurut Adib, ini berhubungan dengan K-Pop yang telah menjadi fenomena global. Permintaan terhadap musik pop Korea Selatan ini pun kian tinggi.
ADVERTISEMENT
“Ketika, apa namanya, pada akhirnya (K-Pop) sudah menjadi brand yang keren. Sama ketika kayak orang ngantre berburu tiket Blackpink, sama dengan mereka berburu antre tiket Ed Sheeran atau John Meyer gitu, pada akhirnya. Udah sama-sama bagusnya, semuanya pengin nyari, walaupun mungkin market-nya beda, yah, gitu,” tuturnya.
Selain itu, Adib juga menceritakan mengenai pengamatannya terhadap demografi fans K-Pop. Menurutnya, rata-rata fans K-Pop adalah milenial yang berusia SMP, SMA, hingga kuliah awal. Meski ada yang masih menyukai idolanya hingga berusia 35-40 tahunan, sedikit sekali yang bertahan menyukai K-Pop pada usia tersebut. Terutama, saat idola kesukaannya sudah tidak merilis karya. Ketika itu, rata-rata, aktivitas penggemar yang berkaitan dengan sang idola diyakini akan berkurang.
ADVERTISEMENT
Pendapat Adib ini didukung oleh psikolog anak dan remaja, Alzena Masykouri. Menurut Alzena, seni apapun, termasuk musik, bisa disukai oleh siapa saja, tanpa batasan gender. Ia juga berpendapat bahwa fanboy K-Pop tidak ada bedanya dengan penggemar musik lain. Bila ada batasan, maka itu hanya berupa batasan usia audiens dan batasan normatif atau budaya saja.
“Hanya saja, K-Pop seakan mendapatkan spotlight karena kefanatikan dan keekspresifan penggemarnya. Kalau dilihat, genre musik lain sebenarnya tidak jauh berbeda. Ada kelompoknya, ada komunitasnya. Ada marketing atau medianya,” sebut Alzena saat dihubungi oleh kumparanK-Pop via WhatsApp.
“Yang membuat terasa berbeda karena imaji atau kesan K-Pop band yang 'sweet' atau 'girly', sehingga dianggap penggemar K-Pop hanya kaum perempuan saja,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, kini, semakin wajar untuk menemukan fanboy K-Pop di luar sana. Ada banyak pria yang mendengarkan musik idola Korea Selatan. Mereka pergi menonton konser, juga mengoleksi merchandise atau barang-barang K-Pop. Kemudian, tak jarang pula ada fanboy menyukai berbagai aspek budaya populer Korea yang lain, seperti variety show dan drama Korea.
Fanboy K-Pop di Jakarta, Mufqi (kiri), Fajar (tengah), Diar (kanan). Foto: Masajeng Rahmiasri/kumparan
Fajar Permana Putra, misalnya. Pria kelahiran 1993 yang bekerja sebagai penyiar radio ini mengatakan, ia mulai tertarik dengan dunia K-Pop karena menonton drama Korea, ‘Dream High’ (2011).
“‘Dream High’ (yang) pertama ya, itu kan kayak, ngejelasin kalau entertainment Korea itu gitu, enggak gampang, ya. Kayak harus ada pelatihan segala macem. Itu tuh mulai interest, tuh. Baru langsung ngikutin,” sebut Fajar saat ditemui di sebuah stasiun radio di Jakarta Pusat, Senin (11/3).
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, Fajar menjadi lebih banyak tahu mengenai budaya Korea. Ia juga tertarik mengulik lebih dalam seluk-beluk negara tersebut, bahkan hingga lebih dari sekadar musik dan grup idolanya saja.
“Kalau gua sih, ya, karena gua nggak suka cuma musiknya doang tapi juga dramanya, jadi banyak banget sebenernya yang bisa diambil dari gaya hidup mereka,” ungkapnya.
Fajar berpendapat, ada hal-hal baik dari kebudayaan Korea Selatan yang bisa diadaptasi di kehidupan sehari-hari. Misalnya, seperti kebiasaan menggunakan transportasi umum. Ia beranggapan hal seperti ini bisa dicontoh dan diimplementasikan secara positif.
Sementara, Mufqi Fathino, fans girlband SNSD yang sudah berkeluarga dan beranak satu, menyukai K-Pop karena merasa cocok dengan musiknya. Padahal, sebelum mulai menggemari K-Pop, pria kelahiran 1990 ini lebih banyak mendengarkan jenis musik lain, termasuk rock.
ADVERTISEMENT
Biar begitu, musik pop Korea Selatan terdengar merdu di telinganya.
“Nyambung aja di kuping. Ya, yang biasanya yang jedag-jedug gitarnya distorsi, ini terus dikasih bubble gum pop, aneh tapi nyangkut. Makanya, gua setel berulang-ulang,” tuturnya.
Namun, diskusi mengenai fanboy K-Pop tidak hanya seputar hal yang menyenangkan saja. Terkadang, ada juga pembahasan mengenai stigma yang dilemparkan kepada kelompok fans ini. Misalnya, pandangan bahwa pria ‘tidak cocok’ menyukai K-Pop.
Mufqi mengatakan, pandangan demikian mungkin terjadi di masa lalu.
“Mungkin kalau yang suka, bisa dibilang kecewek-cewekan gitu lah. Itu yang umumnya ya, dulu. Jadi, mungkin kalau ada ya cowok-cowok itu fanboy itu mungkin dia takut dicap kayak gitu. Mungkin, dulu-dulu. Kalau sekarang mungkin udah agak terbuka kali ya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Tak cuma itu, terkadang ada selentingan yang seolah meragukan selera fanboy yang bersangkutan. Hal ini dialami oleh Diar, fanboy yang juga merupakan seorang fotografer dan videografer lepas.
Ia mencontohkan, saat periode awal dirinya menyukai boyband BIGBANG. Menurutnya, saat itu, boyband besutan YG Entertainment ini menyajikan konsep yang sedikit berbeda dengan grup lain dan terlihat maskulin. Ia pun menganggap bahwa grup itu keren.
“Kemudian, orang-orang ngeliatnya kayak aneh aja, gitu. Cowok suka ngeliatin BIGBANG, maksudnya nontonin BIGBANG lah gitu, dengerin BIGBANG, nge-fans sama BIGBANG,” katanya.
Ilustrasi fanboy K-Pop. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Namun, menurut Diar, hal ini membaik seiring berjalannya waktu. Sebab, kini mendengarkan musik K-Pop, termasuk lagu ‘Fantastic Baby’ milik BIGBANG, sudah dianggap umum.
Selain itu, Diar juga mengungkapkan pandangannya terhadap fenomena fanboy. Ia beranggapan, sebenarnya, ini merupakan hal yang wajar.
ADVERTISEMENT
“Kalau cowok, ngefans sama girl group gitu atau girlband gitu ya, untuk penyanyi cewek gitu, sebenarnya, ya, normal, lah. Cowok suka cewek, dan sebaliknya. Kayak gitu. Tapi ya, kita kan juga di luar K-Pop pun kita juga dengerin band-band rock. Maksudnya, ya, mereka cowok, gitu,” imbuhnya.
Diar turut mengomentari kasus skandal suap seksual yang saat ini tengah menimpa Seungri BIGBANG. Ia berpendapat Seungri harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Ya udahlah ya, kecewa juga lihat member BIGBANG kayak gitu. Tapi mau gimana lagi. Biar Seungri tanggung jawab,” ujar Diar.
Simak story lain tentang kisah para fanboy K-Pop di topik Meet the K-Pop Fanboy.