news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

3 Pandangan Keliru yang Harus Anda Hindari Saat Dampingi Anak UTS

24 September 2018 19:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak belajar dan membaca.  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak belajar dan membaca. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Sebagian anak sekolah hari ini mulai menjalani Ujian Tengah Semester (UTS). Sebagian lainnya, baru akan menjalani UTS minggu depan. Tapi kapanpun jadwal UTS si kecil, pastikan Anda mendampingi anak dengan bijak ya, Moms.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Anda mendampinginya, akan sangat berpengaruh dan berarti bagi anak. Sebaiknya, Anda juga menyingkirkan 3 pandangan keliru yang paling sering dimiliki oleh orang tua UTS maupun ujian atau tes lain yang dihadapi oleh anak. Apa saja 3 pandangan keliru itu?
1. Hasil tes mengukur kemampuan anak secara menyeluruh
Ilustrasi anak disleksia  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak disleksia (Foto: Thinkstock)
Ada beragam tes yang dihadapi anak semasa sekolah. Mulai dari tes masuk sekolah, Ujian Tengah Semester (UTS), Ujian Akhir Semester (UAS), ujian sekolah, ujian nasional, ujian masuk perguruan tinggi dan masih ada beberapa jens ujian laiinya.
Ya Moms, rasanya pendidikan itu sebagian besar terdiri dari tes dan ujian. Untuk bisa mengerjakan ujian, orang tua akhirnya menuntut anak untuk terus belajar. Tak hanya itu, karena khawatir anak mendapat nilai jelek, orang tua pun membekali anak dengan segudang les ini dan itu.
ADVERTISEMENT
Anak yang rajin belajar sehingga semua nilainya bagus tampaknya menjadi definisi mutlak anak cerdas bagi banyak orang tua. Maka, saat nilai anak jelek, orang tua akan mengartikan anak tidak mampu dan tidak cerdas. Lantas benarkah perspektif tersebut?
John Medina, pakar biologi perkembangan molekuler, menyebut tentang salah satu aturan otak yaitu belajar sangat melibatkan emosi, bukan hanya sekadar duduk dan mendengarkan rumus-rumus yang tak memikat. Persiapan ujian, dan ujian itu sendiri, justru berlawanan dengan aturan otak ini. Apalagi kalau diiringi dengan isak tangis dan kecemasan berlebih.
Saat anak tidak efektif belajar karena stres atau khawatir tidak lulus, maka hasil ujian tentu tidak bisa mengukur kemampuan anak yang sebenarnya. Jadi, buatlah suasana belajar anak selalu menyenangkan dan minim tekanan, agar ia bisa efektif menyerap berbagai ilmu, Moms.
ADVERTISEMENT
2. Orang tua sering kali lebih fokus pada kesalahan anak
com-Ibu dan Si Kecil Belajar Berhitung (Foto: Morinaga)
zoom-in-whitePerbesar
com-Ibu dan Si Kecil Belajar Berhitung (Foto: Morinaga)
Alih-alih melihat materi atau topik apa yang sudah dikuaai anak, orang tua biasanya lebih senang membicarakan hal yang belum anak bisa. Orang tua berpikir, dengan sering mengatakan hal-hal yang belum anak bisa, anak akan termotivasi untuk belajar lebih giat dan mendapat nilai lebih bagus. Padahal tidak begitu, Moms!
Apresiasi terlebih dahulu beberapa hal yang berhasil anak lakukan di sekolah. Misalnya saat mendapat nilai Bahasa Inggris bagus tapi nilai matematika jelek, Anda bisa terlebih dahulu mengapresiasi nilai pelajaran Bahasa Inggrisnya.
Jangan langsung menodong anak untuk mendapat nilai bagus di semua mata pelajaran. Anda terlebih dahulu bisa membahas tentang mengapa anak bisa mendapat nilai bagus di suatu pelajaran, namun kesulitan menguasai satu mata pelajaran. Dengan begitu, Anda bisa lebih mudah memetakan di mana sebenarnya kekuatan serta minat anak.
ADVERTISEMENT
3. Tidak ada cara lain selain ujian untuk mengamati perkembangan belajar anak
Anak belajar. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Anak belajar. (Foto: Thinkstock)
Pandangan orang tua bahwa ujian memiliki peran tunggal dalam mengamati perkembangan belajar anak tampaknya harus diubah. Ada cara lain selain ujian yang dapat membantu Anda memantau proses belajar anak di sekolah.
Melihat nilai ujian anak selama ini, Anda mungkin mendapati bahwa si kecil ternyata tidak berprestasi di pelajaran matematika. Namun, apakah Anda pernah memberi kesempatan anak untuk menceritakan pelajaran yang ia suka atau kegiatan yang ia pilih? Jika belum, cobalah bertanya tentang hal tersebut. Dengan sering mendiskusikan topik atau pelajaran yang anak suka, Anda bisa melihat sejauh mana anak telah berkembang di sekolah.