Deteksi Autisme pada Anak melalui Tes Urin dan Darah

20 Februari 2018 8:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tes darah. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Tes darah. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Para peneliti dari Universitas Warwick, Inggris, menemukan tes darah dan urin dapat menjadi alat deteksi awal autism spectrum disorder (ASD), sehingga anak dapat ditangani sedini mungkin.
ADVERTISEMENT
ASD mempengaruhi pola komunikasi dan interaksi sosial pengidapnya. Penyakit ini ditandai dengan adanya kendala berbicara, pola perilaku yang berulang dan hiperaktif, mudah cemas, dan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
Karena gejalanya yang begitu banyak dan luas, diagnosis awal ASD kerap mengalami kesulitan dan penuh ketidakpastian--terlebih saat usia masih dini.
Dilansir The Independent, setidaknya satu dari 100 orang di Inggris mengidap ASD, dengan persentase pengidap laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan.
Lebih lanjut, peneliti menemukan adanya keterkaitan antara kemunculan ASD dengan kerusakan protein dalam plasma darah. Dan salah satu cara yang dapat dilakukan sebagai langkah deteksi awal adalah tes darah untuk melihat kandungan protein dalam plasma darah. Penelitian ini menemukan pengidap ASD memiliki kadar oksidasi dityrosine (DT) yang lebih tinggi serta mengandung senyawa yang dimodifikasi gula tertentu dan disebut produk akhir glikasi lanjutan (AGEs).
Autism Spectrum Disorder. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Autism Spectrum Disorder. (Foto: Thinkstock)
Tak terbatas pada persoalan protein dan plasma darah, faktor genetik turut andil sebagai pemicu ASD. Sementara, sebagian lain melihat ASD turut dipicu oleh faktor lingkungan, mutasi dan varian gen tertentu.
ADVERTISEMENT
Bersama dengan tim dari Universitas Bologna, Italy, para peneliti Warwick melakukan penelitian terhadap 38 anak yang didiagnosis mengidap ASD dan 31 anak lain yang usianya rentang 5-12 tahun. Sampel urin dan darah diambil dari tiap anak sebagai unit analisis penelitian.
Hasilnya, tim peneliti menemukan adanya perbedaan kimiawi saat membandingkan hasil kedua grup. Uji coba ini semakin dikembangkan dengan kombinasi kecerdasan buatan teknik alogaritma dan rumus Matematika yang bisa menunjukkan beda kondisi ASD dan normal sebagai diagnosis awal.
Ke depannya, temuan ini diyakini dapat membantu diagnosis ASD lebih dini dan mendorong penanganan lebih cepat untuk menghindari efek yang lebih buruk.
Pakar sistem biologi Universitas Warwick Dr. Naila Rabbani menyebutkan penemuan ini dapat menjadi diagnosis awal dan mendorong langkah pencegahan yang lebih dini.
ADVERTISEMENT
“Lebih lanjut, kami dapat mengungkapkan profil plasma dan kemih spesifik--atau 'sidik jari' senyawa--dengan modifikasi yang bersifat merusak. Hal ini bisa membantu kita memperbaiki diagnosis ASD dan menunjukkan penyebab baru ASD,” tandas Naila.