Faktor Penyebab Terjadinya Kehamilan Berisiko Tinggi

19 September 2019 8:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrai ibu hamil yang berisiko tinggi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrai ibu hamil yang berisiko tinggi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebelum dan selama kehamilan, calon ibu perlu memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang demi kesehatan janin dan tumbuh kembang anak di masa depan. Sebaliknya, jika asupan gizi tersebut tidak terpenuhi dengan baik, calon ibu berisiko mengalami kehamilan yang berisiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Dr. dr. Ali Sungkar SpOG(K), dokter spesialis kandungan dan kebidanan, mengatakan kehamilan berisiko tinggi dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak. Terlebih apabila ibu hamil yang sudah terdeteksi mengalaminya, namun tidak segera ditangani dengan baik.
Bukan cuma itu, ibu hamil dengan penyakit penyerta seperti asma, diabetes, dan kelainan jantung juga bisa sebabkan kehamilan berisiko tinggi. Lalu, kondisi penyulit ketika hamil seperti mengalami preeklampsia, eklampsia, hipertensi, miom, kelainan letak plasenta, dan infeksi, juga rentan mengalami.
Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K) dan Putu Andani, M.Psi, psikolog dari Tiga Generasi, yang menjadi narasumber dalam TalkShow ‘Bicara Gizi—Menghadapi Kehamilan Risiko Tinggi’, Selasa (17/9). Foto: Danone
“Kehamilan berisiko tinggi berpotensi memiliki pengaruh terhadap bayi dalam kandungan seperti perkembangan janin tidak sempurna, berat janin kurang, kelahiran prematur, hingga bayi berat badan lahir rendah,” ujarnya dalam acara TalkShow ‘Bicara Gizi—Menghadapi Kehamilan Risiko Tinggi’, yang diadakan Danone, Selasa (17/9).
ADVERTISEMENT
Namun selain penyakit-penyakit tersebut, dr. Ali menambahkan, di Indonesia khususnya sebagian besar penyebab terjadinya kehamilan risiko tinggi adalah anemia, akibat kekurangan asupan gizi. Dalam TalkShow tersebut, ia menjabarkan data dari Riskesdas tahun 2018, bahwa 48,9% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia.
Adapun 1 dari 5 ibu hamil tercatat mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). Sementara lebih dari 50% ibu hamil mengalami kekurangan asupan zat besi, zink, kalsium, serta vitamin. Oleh sebab itu, penting bagi ibu yang mengalami kehamilan risiko tinggi memperbaiki dan memenuhi kebutuhan nutrisi makro dan mikro mulai dari prakehamilan, trimester 1-3, serta masa menyusui.
Pembicara Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K) sedang menjelaskan kehamilan risiko tinggi dalam TalkShow ‘Bicara Gizi—Menghadapi Kehamilan Risiko Tinggi’, Selasa (17/9). Foto: Dian Rosalina/kumparan.com
“Ibu perlu memastikan nutrisi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak; serta nutrisi mikro seperti vitamin dan mineral tercukupi. Tapi ibu perlu ingat, kalau karbohidrat tidak cuma beras, lho. Coba ganti dengan gandum, jagung, kentang, atau singkong. Lalu jangan lupa juga susu, sayur, buah, dan protein seperti daging atau kacang-kacangan,” jelas dr. Ali.
ADVERTISEMENT
Kehamilan berisiko tinggi juga bisa mempengaruhi psikologis ibu hamil, ditambah ketika hamil, wanita memang sudah mengalami mood swing. Jadi dukungan lingkungan ibu hamil, juga sangat diperlukan untuk melewati masa-masa tersebut.
Putu Andani, M.Psi, psikolog dari Tiga Generasi yang juga hadir sebagai pembicara, memaparkan bahwa saat hamil, wanita sudah rentan mengalami stres apalagi ketika tahu ia mengalami kehamilan risiko tinggi. Tentu akan sangat mempengaruhi psikologisnya.
Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K) dan Putu Andani, M.Psi, psikolog dari Tiga Generasi, yang menjadi narasumber dalam TalkShow ‘Bicara Gizi—Menghadapi Kehamilan Risiko Tinggi’, Selasa (17/9). Foto: Dian Rosalina/kumparan.com
“Kehamilan berisiko tinggi bisa melipat-gandakan tingkat stres ibu dan memberikan dampak negatif pada ibu dan janin. Jadi support system dari suami, teman, dan keluarga sangat penting, agar si ibu bisa menjalani kehamilannya dengan bahagia,” jelasnya.
Ia menambahkan, ibu harus mengenali sumber masalahnya, bisa dikendalikan atau tidaknya. Lalu fokus menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu, kebanyakan ibu hamil lari ke makanan untuk meredakan stresnya, tapi itu justru semakin membahayakan kehamilan risiko tinggi.
ADVERTISEMENT
“Untuk suami yang istrinya sedang menjalani kehamilan risiko tinggi, mindset-nya harus diubah dulu. Suami harus merasa kehamilannya ini berdua, bukan hanya ibu yang menjalaninya. Misalnya berinisiatif mengajak istri untuk kontrol kehamilan berdua, itu membuat istri merasa memiliki partner menjalani kehamilan berisiko tinggi,” ujarnya.
ibu hamil trimester kedua Foto: Shutterstock
Selain itu, dr. Ali menambahkan tidak masalah bagi seorang wanita yang sudah mengidap penyakit kronis untuk hamil. Namun lebih baik sebelum berencana untuk hamil, konsultasikan dulu dengan dokter kandungan, terkait kondisi diri dan risiko-risiko yang mungkin terjadi saat menjalani kehamilan dengan risiko tinggi.
Ia menggarisbawahi, yang terpenting adalah jangan biarkan wanita hamil mengalami malnutrisi. Hal tersebut bisa sebabkan pelayanan kesehatan dan nutrisi janin tidak adekuat. Itu juga mengakibatkan: berat badan lahir bayi rendah, anak stunting, dan malnutrisi saat dewasa.
ADVERTISEMENT
“Sebaiknya 3 bulan sebelum menikah atau hamil, calon ibu harus memenuhi dulu nutrisi makro dan mikro, baru boleh hamil agar kualitas kehamilan yang dijalani baik,” tutupnya.