KPAI: Guru di Wilayah Bencana Juga Butuh Dukungan Psikologis

28 Desember 2018 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekolah darurat di Sulawesi Tengah. (Foto: Dok. KPAI)
zoom-in-whitePerbesar
Sekolah darurat di Sulawesi Tengah. (Foto: Dok. KPAI)
ADVERTISEMENT
Anak-anak di wilayah terdampak bencana menjadi golongan yang paling rentan terkena dampak psikologis. Berbagai upaya dilakukan untuk memulihkan mereka. Namun ada satu lagi golongan yang kesehatan psikologisnya tak boleh diabaikan, yakni guru atau pendidik.
ADVERTISEMENT
Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), guru-guru di wilayah bencana juga butuh layanan psikologi dan sosial (psikososial). Sebab mereka juga kehilangan harta benda, anggota keluarga dan kerabat, sehingga berpotensi mengalami trauma.
“Yang butuh pemulihan psikososial ini tak murid tapi juga guru. Guru-guru ini diharapkan jadi perpanjangan tangan dari murid-muridnya,” papar Susianah, Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat, saat ditemui kumparanMOM di Kantor KPAI, Jakarta, pada Kamis (27/12).
Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat Susianah (kiri) bersama Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Pers Retno Listyarti (kanan) di Kantor KPAI, Jakarta Pusat. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat Susianah (kiri) bersama Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Pers Retno Listyarti (kanan) di Kantor KPAI, Jakarta Pusat. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Hal itu disimpulkan KPAI dari data lapangan saat memonitor Palu dan Lombok. Susianah bercerita sekolah-sekolah darurat di sana masih kekurangan guru. Banyak guru tidak masuk, salah satu penyebabnya karena masih trauma.
“Yang sangat memprihatinkan di sekolah-sekolah darurat, (banyak kelas) enggak ada gurunya. Katanya gurunya sudah enggak masuk sebulan. Padahal bangunan sekolah darurat itu sudah ada sebulan juga. Saya sampai mendata guru apa saja yang enggak masuk. Ternyata guru antara kelas satu dan kelas lainnya namanya sama. Barangkali gurunya trauma,” jelas Susianah.
ADVERTISEMENT
Saran dari KPAI untuk memberi layanan psikologi dan sosial pada guru-guru korban bencana ini sebenarnya sudah diwujudkan oleh Kemendikbud. Kemendikbud bekerja sama dengan KPAI dan lembaga non-pemerintah dari dalam maupun luar negeri.
Namun menyembuhkan trauma pascabencana memang butuh waktu. Bisa membutuhkan berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Sekolah darurat di Sulawesi Tengah. (Foto: Dok. KPAI)
zoom-in-whitePerbesar
Sekolah darurat di Sulawesi Tengah. (Foto: Dok. KPAI)
“Masyarakat kan sering salah antara trauma healing dengan dukungan psikososial. Kalau trauma itu bisa ditetapkan sebulan setelah peristiwa. Ini yang perlu recovery jangka panjang,” tambah Susianah.
Hingga kini, dinas pendidikan di wilayah terdampak bencana masih mendata jumlah guru yang berkurang pascabencana. Data tersebut akan diumumkan pada awal 2019 mendatang.
“Banyak guru yang belum masuk karena kena bencana, kehilangan keluarga, dan memang berat ya. Dinas pun sudah mendata berapa guru yang berkurang tapi sampai detik ini kami belum ketahui berapa guru yg meninggal di Lombok, Palu, termasuk Sigi-Donggala. Semua dalam proses. Awal tahun 2019 akan diumumkan,” papar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.
ADVERTISEMENT