Memahami Dalil tentang Menyusui yang Dipakai Ma'ruf Amin dalam Debat

18 Maret 2019 16:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu menyusui Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu menyusui Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sebagai Ketua Umum MUI, cawapres Ma'ruf Amin menyisipkan beberapa dalil dalam Al-Qur'an dan Hadis, saat debat melawan Sandiaga Uno, Minggu (17/3). Namun tak hanya dalil, Moms, terdapat juga ungkapan bahasa Arab yang digunakan.
ADVERTISEMENT
Ungkapan bahasa Arab itu terdiri dari penggalan dalam Al-Quran dan Hadits, juga kaidah fiqih (ketentuan dalam hukum Islam) terkait kebijakan seorang pemimpin, pendidikan anak, akhlak yang baik, hingga soal ASI dan menyusui.
Ya Moms, dalam debat, Ma'ruf Amin memaparkan, "Isu sedekah putih itu ditangkap oleh banyak pihak memberikan sedekah susu setelah anak itu selesai disusukan oleh ibunya. Padahal stunting itu adalah 1000 pertama sejak dia mulai hamil sampai disusui anaknya yaitu melalui memberikan asupan yang cukup dan melalui sanitasi dan air bersih serta susu ibu selama 2 tahun."
Ia kemudian melanjutkan, "Terutama sekali ketika susu ibu itu keluar pada saat melahirkan yang oleh dunia kelahiran disebut sebagai kolostrum dan di dalam fiqih disebut sebagai alluba. "اللبأ هو لبن الخارج اول الولادة (Alluba huwa al laban al khorij awalul wiladah). Luba adalah air susu ibu yang keluar ketika waktu melahirkan dan hukumnya itu wajib untuk diberikan menurut pendapat ahli fqih."
Cawapres no urut 01, Ma'ruf Amin menyampaikan pendapatnya saat Debat Ketiga Calon Wakil Presiden (Cawapres) Pemilu 2019 di Hotel Sultan, Minggu, (17/3). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Untuk memahami ungkapan yang digunakan Ma'ruf Amin tentang ASI dan menyusui, kumparanMOM menghubungi Wawan Sugianto, konselor menyusui yang juga merupakan Ketua Yayasan Gema Indonesia Menyusui pada Senin siang (18/3).
ADVERTISEMENT
"Iya, yang saya tangkap untuk menyusui ini, Kyai Ma'ruf mendefinisikan alluba saja. Beliau bilang "اللبأ هو لبن الخارج اول الولادة" Di sini beliau mendefinisikan kolostrum dalam bahasa Aarab. Itu artinya yang disebutkan oleh beliau, kolostrum adalah susu yang pertama keluar ketika melahirkan. Jadi bukan menyebutkan suatu ayat atau hadis," ujar Wawan yang juga merupakan lulusan Al-Azhar Kairo dan anggota komunitas Ayah ASI.
Lantas, mengapa Ma'ruf Amin menyatakan hukumnya itu wajib untuk diberikan menurut pendapat ahli fqih?
"Menurut saya yang dimaksud ahli fiqh adalah hukum menyusuinya secara umum. Memang banyak ahli fiqh yang menyebutkan hukum menyusui wajib. Kalau menyusui wajib, maka kolostrum-nya jelas wajib atuh. Karena itu kan, satu kesatuan utuh," papar Wawan.
Ilustrasi bayi menyusu Foto: Shutterstock
Selain alluba, yang berarti kolostrum, Ma'ruf Amin juga sempat menyebut ungkapan dalam bahasa Arab lainnya.
ADVERTISEMENT
"Apabila diberikan susu setelah dua tahun وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ (Wal waalidaatu yurdi'na aulaa dahunna haulaini kaamilaini). Dua tahun sempurna, maka tidak lagi berpengaruh untuk mencegah stunting. Maka stunting sudah tidak bisa diatasi setelah 2 tahun disusukan anaknya."
Ungkapan ini diketahui berasal dari Surat Al-Baqarah ayat 233:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
ADVERTISEMENT
Artinya:
"Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Terkiat dengan ayat ini, Wawan mengatakan bahwa sepengetahuannya para ahli fqih memang sepakat bahwa menyusui hukumnya wajib, namun lantas ada perbedaan pendapat mengenai kepada siapa kewajiban ini dikenakan?
ADVERTISEMENT
Menurutnya, Ayah ASI sendiri memahaminya bahwa menyusui itu tidak hanya memberi asupan juga memberi nafkah. Berarti memberi ASI hukumnya wajib bagi keduanya, baik Ibu maupun Ayah. Ibu yang menyusui dan Ayah wajib mendukung dan memberi nafkah agar proses menyusuinya sukses. Ini karena konteksnya orang tua, walidat itu ibu menyusui, maulud ayah memberi nafkahnya.
"Seperti dalam ayat yang dikutip Kyai Ma'ruf Amin itu ya," ujar Wawan, "Bahkan ini sebenarnya kewajiban pemerintah dan masyarakat juga. Bukan cuma ibu menyusui dan ayah saja. Kalau mau dikorelasikan, jika sesuatu itu wajib maka semua orang harus mendukung agar orang tua menunaikan kewajibannya. Secara fqih, haram hukumnya menghalangi orang menunaikan kewajiban. Jadi wajib untuk pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia mendukungnya."
ADVERTISEMENT