Pasca Tsunami, Anak-anak di Sulteng Terancam Berbagai Penyakit

1 Oktober 2018 12:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga terdampak gempa dan tsunami menunggu masuk ke dalam pesawat untuk dievakuasi di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9). (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Warga terdampak gempa dan tsunami menunggu masuk ke dalam pesawat untuk dievakuasi di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9). (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)
ADVERTISEMENT
Gempa dan Tsunami yang melanda beberapa daerah di Sulawesi Tengah menimbulkan dampak yang tak terbayangkan untuk ribuan masyarakat di sana, termasuk anak-anak. Apalagi, anak jelas berbeda dengan orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Kesigapan, respons imun, pencernaan, dan sistem tubuh lainnya pada anak masih berkembang dan lebih rentan. Karena inilah, anak lebih mungkin terserang penyakit setelah bencana atau saat berada di pengungsian.
Setelah Tsunami terjadi misalnya, kelembaban menyelimuti tembok-tembok bangunan maupun reruntuhan di sekitar mereka. Mulai dari perabotan kayu, kain, karpet, dan barang-barang rumah tangga lainnya. Kelembapan pada permukaan benda-benda ini dapat menyebabkan pertumbuhan jamur dengan sangat cepat.
Paparan jamur dapat menyebabkan reaksi mirip demam (seperti hidung tersumbat, merah, berair atau mata gatal, bersin) pada serangan asma. Hal ini terutama dapat dialami pada anak yang memiliki alergi, asma, dan kondisi pernapasan lainnya.
Tim medis membantu pasien di luar rumah sakit setelah gempa bumi dan tsunami menghantam Palu. (Foto: AFP/MUHAMMAD RIFKI)
zoom-in-whitePerbesar
Tim medis membantu pasien di luar rumah sakit setelah gempa bumi dan tsunami menghantam Palu. (Foto: AFP/MUHAMMAD RIFKI)
Selain masalah jamur, pasca Tsunami, anak-anak berisiko terkena penyakit yang disebabkan oleh nyamuk dan hama lain yang membawa penyakit. Demam berdarah dan malaria misalnya. Pasalnya, nyamuk dan hama lain berkembang biak dengan cepat di lingkungan yang basah, lembab dan penuh sampah.
ADVERTISEMENT
Tak berhenti di sana, pasca Tsunami, anak-anak juga menjadi lebih rentan terhadap bahaya dari air yang terkontaminasi. Gejala atau penyakit yang dialami anak dapat bervariasi tergantung kontaminan.
Jika anak minum air yang terkontaminasi organisme penyebab penyakit misalnya, anak mungkin akan mengalami sakit perut, mual, muntah, hingga diare, yang dapat menyebabkan dehidrasi. Sementara air minum yang terkontaminasi dengan bahan kimia bensin, pestisida atau timbal biasanya tidak menyebabkan gejala langsung atau menyebabkan anak sakit tetapi masih berpotensi membahayakan otak atau sistem kekebalan anak yang sedang berkembang.
Seorang wanita yang menangis di lokasi gempa dan tsunami di Palu. (Foto: AFP/MUHAMMAD RIFKI)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wanita yang menangis di lokasi gempa dan tsunami di Palu. (Foto: AFP/MUHAMMAD RIFKI)
Itulah sebabnya, persediaan air minum yang bersih sangat dibutuhkan oleh para pengungsi khususnya anak-anak dan bayi. Padahal, seperti diceritakan oleh seorang relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Nimas, pada kumparan Minggu (30/9) krisis air bersih sudah terjadi di Sulawesi Tengah pasca Tsunami.
ADVERTISEMENT
"Air mulai krisis," kata Nimas, "Saya sempat ditawari bensin Rp 100 ribu untuk satu botol air minum mineral (800 ml)," sambungnya.
Tidak heran kalau ACT maupun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memasukkan obat-obatan dan air minum dalam daftar kebutuhan mendesak yang paling diperlukan para pengungsi gempa dan Tsunami di Sulawesi Tengah saat ini.