Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia soal Baby Led Weaning (BLW)

16 Mei 2018 12:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak makan. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak makan. (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Fenomena memberi makan bayi dengan metode Baby Led Weaning (BLW), beberapa tahun belakangan tengah populer di media sosial.
ADVERTISEMENT
BLW merupakan metode memperkenalkan makanan pendamping ASI (MPASI) dengan membiarkan bayi memilih makanannya sendiri. Dengan metode ini, bayi sejak usia enam bulan dibebaskan untuk menyantap makanan dengan tangannya, tanpa bantuan sendok atau disuapi oleh orang tuanya.
BLW sendiri sebenarnya bukan hal baru. Metode tersebut diperkenalkan oleh Rapley dan Markett pada 2005 setelah buku mereka yang berjudul Baby Led Weaning: Essential Guide to Introducing Solid Foods and Helping your Baby to Grow Up a Happy and Confident Eater dipublikasi.
Buku tersebut menyarankan agar bayi diberi finger food, yaitu makanan yang dapat dipegang oleh bayi, sejak bayi berusia enam bulan, tanpa melalui tahap pemberian makanan berkonsistensi lunak, seperti puree. Orang tua menentukan apa yang ditawarkan untuk dimakan, tetapi bayi yang menentukan apa yang akan mereka pilih, berapa banyak, dan seberapa cepat menghabiskan.
Ilustrasi anak makan. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak makan. (Foto: Thinkstock)
Hingga kini metode BLW masih menjadi kontroversi karena bertentangan dengan ketetapan World Health Organization (WHO). WHO menyarankan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dimulai paling lambat saat bayi berusia 6 bulan, dengan memerhatikan kecukupan zat gizi pada MPASI, aman dan higienis dalam penyiapan dan pemberian, dan diberikan secara responsif (responsive feeding).
ADVERTISEMENT
Perdebatanpun muncul. Antara lain tentang apakah bayi yang makan dengan metode BLW akan berisiko kekurangan nutrisi karena bayi yang menentukan jenis makanan yang dihabiskan dan berapa banyak. Bukan tidak mungkin, apa yang dipilih bayi tidak dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, serta zat gizi mikro terutama zat besi. Sementara itu, ada yang justru beranggapan bahwa metode BLW mampu mendorong bayi untuk menerima berbagai macam tekstur dan rasa makanan.
Tentu saja perdebatan ini dapat membuat orang tua jadi bingung, metode pemberian MPASI mana yang paling baik untuk anak?
Dr. Cut Nurul Hafifah, Sp.A pada laman resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan bahwa metode BLW belum dapat dibuktikan sebagai pemberian MPASI yang aman dan lebih baik jika dibandingkan metode pemberian MPASI yang dianjurkan WHO.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya praktik pemberian makan tradisional (sesuai WHO) juga memfasilitasi bayi untuk memilih makanannya sendiri. Tapi, tidak untuk semua jenis makanan dan umumnya tidak dilakukan sejak awal periode perkenalan MPASI," tulis Dr. Cut Nurul Hafifah, Sp.A pada laman resmi IDAI.
Ilustrasi anak makan. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak makan. (Foto: Thinkstock)
Masih banyak hal yang harus diperhatikan dengan cermat sehingga IDAI belum menganjurkan metode BLW ini diterapkan. Oleh karena itu, Anda dan suami perlu menelaah lebih lanjut dan berdiskusi dengan dokter, sebelum mencoba metode baru yang banyak tertulis di media sosial ini.