Psikolog Anak: Perlukah PAUD bagi Balita?

10 Januari 2018 17:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembelajaran PAUD. (Foto: Prameshwari Sugiri)
zoom-in-whitePerbesar
Pembelajaran PAUD. (Foto: Prameshwari Sugiri)
ADVERTISEMENT
Perlu tidaknya anak balita disekolahkan? Pertanyaan ini sering jadi kebimbangan orang tua bahkan mengundang pro dan kontra.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat (5/1) misalnya, akun Twitter bernama @jiemiardian yang diketahui seorang dokter bernama dr. Jiemi Ardian mengunggah statusnya yang menunjukkan “ketidaksetujuannya” terhadap “PAUD itu bukan pendidikan anak, PAUD itu bisnis atas nama pendidikan anak,” tulis Jiemi yang kemudian memancing beragam tanggapan.
Jiemi tidak setuju dengan PAUD karena dianggapnya, anak-anak usia di bawah 4 tahun belum bisa berpikir seperti formal dan belum saatnya mendapat tugas-Ia juga menyoroti posisi orangtua sebagai “taman bermain terbaik” bagi anak. Lalu, Jiemi juga menyayangkan jika PAUD tak ubahnya sebagai “pendidikan yang menjadi bisnis”.
Jiemi cuitan PAUD. (Foto: Twitter @jiemiardian)
zoom-in-whitePerbesar
Jiemi cuitan PAUD. (Foto: Twitter @jiemiardian)
Psikolog Anak dari Klinik Kancil--sentra tumbuh kembang anak, Alzena Masykouri pun angkat bicara terkait perlu tidaknya PAUD bagi anak-anak.
Alzena menyebut, PAUD diperlukan sesuai dengan kondisi yang ada, utamanya kondisi dari masing-masing orang tua dan anak.
ADVERTISEMENT
“PAUD berguna sebagai dasar untuk belajar lebih lanjut bagi orang tua,” kata Alzena ketika ditemui kumparan di klinik KANCIL, Duren Tiga Jakarta Selatan, Rabu (10/1).
Katakan dengan anak secara tegas (Foto: Thinstock)
zoom-in-whitePerbesar
Katakan dengan anak secara tegas (Foto: Thinstock)
Alzena mengatakan, tugas mendidik anak tetaplah harus dipegang orang tua sebagai tangan pertama. Selebihnya, PAUD bisa menjadi partner bagi orangtua.
“Ada lembaga yang memberikan panduan, itu makanya PAUD adalah partnernya orang tua, kecuali jika orang tua bisa melakukan sendiri,” katanya.
Menurutnya, orang tua bisa menilai kemampuan mereka ketika memutuskan akan melibatkan PAUD atau tidak dalam mendidik anaknya.
Kemampuan itu meliputi keterampilan orang tua dalam mendidik anaknya sesuai dengan perkembangan usianya. Tak terkecuali kemampuan dalam penyediaan waktu untuk mendidik anak.
ADVERTISEMENT
“Idealnya, orangtua mampu mendampingi, mengamati, memberikan aktivitas yang beragam,” kata Alzena.
Stres orang tua berpengaruh pada anak. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Stres orang tua berpengaruh pada anak. (Foto: Thinkstock)
Namun pada prakteknya, ia tidak menafikan jika kondisi orang tua di Indonesia sangat beragam. Mayoritas orang tua muda masih awam terkait pendidikan bagi anaknya secara mandiri.
"Maka, diperlukan partner dalam membimbing dan mengembangkan stimulasi yang dibutuhkan anak usia dini, seperti halnya PAUD,” ucapnya.
“Tapi kemudian bukan lantas menyerahkan sepenuhnya pada PAUD,” ungkapnya lagi. Meski ada PAUD, orang tua tetap mempunyai tugas-tugas yang harus dijalankan.
“Pertama, tugas orang tua adalah menyayangi. Bukan semata jadi mentor atau guru. Kedua, mengembangkan kebiasan yang baik. Bila di sekolah anak mendapat stimulasi, di rumah perlu dikembangkan juga bersama orangtua,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, menanggapi PAUD yang dikatakan sebagai bisnis. Alzena mengemukakan, jika kondisi itu tidak bisa dipukul rata pada semua PAUD.
“Kalau sebagai bisnis, bisnis yang bagaimana maksudnya?” Saya tahu betul banyak sekali PAUD yang sifatnya bukan bisnis, karena diselenggarakan oleh pemerintah, itu satu hal. Yang diselenggarakan oleh swasta pun, tidak bisa serta merta dikatakan hanya jadi ladang uang atau mencari keuntungan saja. Itu sih, terlalu mengeneralisir dan menganggap semuanya sama,” kata Alzena.