news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Psikolog: Ini Panduan Berbicara dengan Korban Bencana Alam

27 Desember 2018 10:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah umat muslim membaca Surat Yasin dan doa bersama saat berziarah ke kuburan massal korban gempa dan gelombang tsunami di Desa Suak Indrapuri, Johan Pahlawan, Aceh Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah umat muslim membaca Surat Yasin dan doa bersama saat berziarah ke kuburan massal korban gempa dan gelombang tsunami di Desa Suak Indrapuri, Johan Pahlawan, Aceh Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)
ADVERTISEMENT
Gelombang air laut yang menggulung pesisir Banten dan Lampung, pada Sabtu (22/12), menimbulkan ratusan korban jiwa dan kerusakan parah pada bangunan. Selain itu, bencana tersebut tentu masih menyisakan luka bagi warga terdampak.
ADVERTISEMENT
Menunjukkan rasa simpati pada korban bencana bisa disampaikan lewat berbagai cara. Mulai dari memberi bantuan makanan, logistik, menyalurkan donasi, hingga sesederhana menanyakan keadaan mereka.
Ya, seringnya kita memberondong korban bencana dengan pertanyaan yang kurang tepat karena ingin tahu. Padahal rasa penasaran kita memaksa mereka untuk mengingat kembali momen yang mungkin tak ingin mereka bicarakan. Nah Moms, sebagai seorang ibu, Anda harus paham betul bagaimana berbicara yang tepat dengan korban bencana alam.
Sejumlah warga Kecamatan Rajabasa mencari barang dan surat-surat berharga di antara reruntuhan puing-puing bangunan rumahnya yang hancur akibat tsunami pada Sabtu (22/12) malam. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga Kecamatan Rajabasa mencari barang dan surat-surat berharga di antara reruntuhan puing-puing bangunan rumahnya yang hancur akibat tsunami pada Sabtu (22/12) malam. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Korban bencana butuh dukungan psikologis, salah satu caranya dengan tidak memaksakan rasa ingin tahu kita. Hal itu dipaparkan Karina Adistiana, psikolog pendidikan dari Kelompok Riset Kesehatan Mental Komunitas, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
“Jangan memaksa korban untuk bercerita. Yang lebih utama adalah memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi. Ada luka enggak, apakah mereka lapar, ada cukup baju kering enggak? Kalau yang mereka butuhkan tidur ya beri kesempatan” jelas Anyi, panggilannya, saat dihubungi kumparanMOM pada Rabu (26/12).
ADVERTISEMENT
Setelah memastikan kebutuhan dasar terpenuhi dan mereka berada di lingkungan yang aman, barulah tanyai perasaan mereka. Jika korban memang butuh teman ngobrol, mereka pasti berbicara. Pada momen ini, sebaiknya Anda lebih banyak mendengarkan daripada bertanya.
Dengarkan keluhan korban tanpa memotong atau menyalahkan mereka. Ya Moms, kehadiran Anda haruslah bisa menenangkan korban dan buatlah mereka merasa nyaman.
Seorang wanita yang kehilangan keponakannya saat melihat bangunan yang hancur akibat gempa bumi di Balaroa, Palu. (Foto: REUTERS / Beawiharta)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wanita yang kehilangan keponakannya saat melihat bangunan yang hancur akibat gempa bumi di Balaroa, Palu. (Foto: REUTERS / Beawiharta)
“Bantu mereka dengan lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Anda juga bisa menggarisbawahi kekuatan mereka, ucapkan ‘kamu hebat lho, kamu kuat dalam situasi ini’ sehingga mereka bisa melanjutkan aktivitasnya,” tambah Anyi.
Ingatlah untuk berinteraksi sewajar mungkin dengan korban bencana. Hargai latar belakang mereka sebagai individu. Mulai dari jenis kelamin mereka, agama, dan suku budaya. Buatlah percakapan jadi nyaman untuk mereka.
ADVERTISEMENT
“Misalnya kalau lawan jenis, jangan terlalu banyak menyentuh fisiknya. Hargai latar belakang budaya orang itu,” tutup Anyi.