Siapkah Sekolah Anak Anda Menghadapi Bencana?

23 Januari 2018 20:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SDN 01 Menteng, Sekolah Obama. (Foto: Nadia Jovita Injilia Riso/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SDN 01 Menteng, Sekolah Obama. (Foto: Nadia Jovita Injilia Riso/kumparan)
ADVERTISEMENT
Saat gempa terjadi, salah satu yang dipikirkan orang tua adalah keselamatan anaknya. Apalagi bila saat gempa, anak berada jauh dari orang tua. Pada kejadian gempa di Banten yang terasa hingga ke wilayah Jakarta siang ini misalnya, banyak anak yang masih berada di sekolah.
ADVERTISEMENT
Yola, ibu satu anak yang tinggal di Jakarta, termasuk salah satunya. “Anak saya, masih di sekolah sementara saya dan suami berada di kantor. Dia kan, nggak bawa handphone. Jadi susah dihubungi dan kepikiran banget, deh.
Lain lagi cerita Bayu, karyawan swasta yang beberapa saat setelah gempa terjadi bisa menghubungi anaknya via ponsel. “Anak saya cerita, guru-gurunya teriak-teriak, terus berlarian ke halaman sekolah.Tapi tidak ada yang menginstruksikan anak-anak harus ke mana atau bagaimana. Anak saya dengan beberapa temannya tetap di kelas mereka di lantai dua,” kata Bayu agak emosi.
Inisiator Safekids Indonesia, Wahyu Setyawan Minarto yang akrab disapa Paman Billie mengatakan, “Seharusnya setiap sekolah memiliki sistem manajemen keselamatan yang di dalamnya termasuk prosedur di kala terjadi bencana atau keadaan darurat, tersedianya alat dan perlengkapan safety dan simulasi keadaan darurat.”
ADVERTISEMENT
Sistem manajemen keselamatan seperti yang disebutkan Billie, sangat bermanfaat dalam menyiapkan siswa, guru maupun orang tua saat terjadi bencana. Seperti yang terjadi di Sekolah Gemala Ananda -sebuah sekolah swasta di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan misalnya.
“Kami baru saja melakukan Simulasi Keadaan Darurat per kelas di sekolah tadi pagi. Lalu siangnya, gempa terjadi,” Kepala Sekolah Gemala Ananda, Jasmin Jasin, bercerita pada kumparanMom (kumparan.com) pada sore hari tadi.
Menurut Jasmin, sekolahnya memang rutin mengadakan simulasi seperti ini di setiap awal semester. “Meski sudah punya Standar Operasional Prosedur dan melakukan simulasi bahkan di pagi harinya, tetap saja ada anak yang panik karena getaran terasa sangat kuat. Tapi lebih banyak anak yang mampu bersikap tenang dan melakukan apa yang telah mereka dapat saat simulasi,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Standar Operasional Prosedur (SOP) Keadaan Darurat yang dimiliki Sekolah Gemala Ananda antara lain mencakup pengadaan Tas Siaga Kelas yang antara lain berisi perlengkapan P3K, pembunyian sirine oleh Tim Penanganan Bencana (TPB) sekolah, panduan apa yang harus diinstruksikan oleh guru pada siswa termasuk bagaimana guru harus bersikap. SOP ini juga menjelaskan detail apa-apa saja yang harus diperiksa oleh guru, bilamana TPB dapat memberi tanda untuk setiap kelas secara teratur keluar dari posisi berlindung atau meninggalkan kelas, bagaimana siswa harus meninggalkan kelasnya, dan ke mana mereka harus berkumpul.
Tidak hanya sebelum dan saat bencana terjadi, SOP sekolah ini juga menjelaskan bagaimana TPB bertugas menilai kondisi aman pascabencana untuk memutuskan langkah selanjutnya. “Setelah semua berada di area kumpul darurat yang telah ditentukan, barulah kami segera mengaktifkan Pohon Komunikasi,” Jasmin menjelaskan lebih lanjut, “Pohon Komunikasi adalah sistem komunikasi berantai yang kami susun untuk mengantisipasi terjadinya situasi darurat agar pesan sampai dengan tepat dan akurat.”
ADVERTISEMENT
Nuresti, salah satu orang tua murid Sekolah Gemala Ananda, mengaku menjadi tenang berkat Pohon Komunikasi ini. “Sebagai ortu saya pasti cemas. Tapi saya percaya pada pihak sekolah karena sejak awal tahu sudah ada prosedur yang jelas. Buktinya kan, tidak lama setelah gempa berlalu, Pohon Komunikasi aktif dan saya mendapat kabar lengkap. Jadi nggak lama-lama khawatirnya.”
Meski begitu, Jasmin masih merasa perlu terus mengevaluasi SOP sekolahnya ini. “Saya berharap ke depannya kami bisa lebih melibatkan orang tua murid saat melakukan simulasi rutin,” ujarnya.
Rivalino, salah satu orang tua murid yang sesaat setelah gempa terjadi siang tadi menjemput anaknya ke sekolah, setuju dengan rencana Jasmin ini. Ia mengatakan, sayang kalau kebiasaan baik yang berusaha dibangun sekolah untuk para siswa tidak diimbangi orangtua. “Saya rasa orang tua juga harus berlatih supaya jadi satu frekuensi dengan anak dan pihak sekolah,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan sekolah si kecil, Moms? Bila belum memiliki SOP Keadaan Darurat, mungkin Anda dapat segera mengusulkannya atau mulai dengan meneruskan artikel ini pada guru dan sesama orangtua murid di sekolah anak Anda.