11 Tahun Hidup Tanpa Listrik, Aras Tak Mau Pindah dari Tanah Sengketa

9 Mei 2018 12:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keluarga Aras, 11 tahun Hidup Tanpa Listrik (Foto: Marrisa Krestianti/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga Aras, 11 tahun Hidup Tanpa Listrik (Foto: Marrisa Krestianti/kumparan)
ADVERTISEMENT
Muhammad Aras Arifin (45), tinggal di gubuk selama 11 tahun tanpa listrik di tanah milik orang tuanya. Tanah seluas 2.700 meter itu tak bisa menjadi milik Aras lantaran menjadi lahan sengketa proyek pembangunan jalan tol.
ADVERTISEMENT
Saat ditemui kumparan (kumparan.com) di gubuknya yang terletak di Kampung Kunciran Mas Permai, Kelurahan Kunciran Indah, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Aras menceritakan harapannya agar tanah miliknya diberikan status yang jelas beserta surat-surat resmi yang lengkap dari pemerintah.
"Harapan kita biar tempat ini terang, tempatnya dikasih ke hak saya. Kita nggak minta untuk dimasukin listrik, atau rumahnya dibagusin, tapi minta untuk diterangkan tempat kita ini," ujar Aras kepada kumparan, Senin (8/4).
Tanah yang ditempati Aras adalah warisan dari orang tuanya. Kedua orang tuanya mengumpulkan uang dari hasil kerja keras mereka saat menjadi Pegawai Negeri Sipil di kantor Wali Kota Jakarta Barat selama 30 tahun. Ketika kedua orang tua Aras meninggal pada 2009, tanah tersebut diwariskan kepada Aras.
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
Aras lalu tinggal bersama istrinya, Yulianti dan keenam orang anaknya. Dia membangun gubuk berukuran sekira 5 x 8 meter di atas tanah itu. Gubuk yang ia bangun menggunakan alat dan bahan seadanya tanpa bantuan warga sekitar.
ADVERTISEMENT
Mereka selama ini bertahan di gubuk tersebut karena ingin menjaga tanah milik orang tuanya. Aras tak ingin tanahnya tersebut dijadikan proyek tol, pasalnya tempat tinggalnya tersebut terletak di bawah Tol Kunciran.
Diketahui, tanah milik keluarga Aras yang seluas hampir 2.700 meter itu tidak diakui pemerintah karena tidak memiliki surat-surat resmi.
"400 meter itu dijual buat lahan proyek, sisanya milik orang tua saya itu yang saya jaga. Sampai detik ini surat-suratnya tidak ada, bertahun-tahun saya ngurus tapi tidak ada hasilnya," ujar Aras.
Sebetulnya pemerintah Tangerang sudah menawari Aras untuk pindah dari gubuknya tersebut, namun ia menolak dengan alasan tak ingin meninggalkan tanah milik keluarganya.
"Enggak bisa, mereka harus dihukum semuanya karena kita enggak akan jual tempat ini sampai kapan pun," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Di sekitar gubuk tersebut, Aras juga menanami pohon kapas dan juga padi agar terlihat sejuk. Untuk memenuhi kbutuhan keluarganya sehari-harinya Aras menjual botol-botol plastik yang ia kumpulkan dari sampah kemudian dijual ke pengepul.
"Kita makan dari sampah, ya itu kan botol-botol plastik kita kumpulkan kita jual jadi nasi buat makan," lanjut Aras.