14 Tahun Damai, Sejauh Mana Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM di Aceh?

10 Desember 2018 17:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Memperingati hari HAM di Aceh. (Foto: Zuhri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Memperingati hari HAM di Aceh. (Foto: Zuhri/kumparan)
ADVERTISEMENT
Konflik panjang di Bumi Serambi Makkah sudah berakhir selama 14 tahun. Selama rentang waktu itu masih banyak warisan konflik Aceh yang belum tuntas, termasuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
Pada 2013, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh dibentuk untuk mendorong berlangsungnya proses hukum pelaku pelanggar HAM. Kehadiran lembaga ini sempat menjadi secercah harapan bagi korban pelanggar HAM selama konflik Aceh terjadi.
Setelah lima tahun dibentuk, baru pada November 2018 KKR Aceh mendengarkan korban dalam Rapat Dengar Kesaksian (RDK). Pengambilan pernyataan ini sebagai bagian dari mekanisme pengungkapan kebenaran.
Kegiatan itu berlangsung pada Rabu (28/11) dan Kamis (29/11), menghadirkan 14 korban dugaan pelanggaran HAM masa lalu di Aceh. Para saksi korban menyampaikan apa yang pernah dilihat dan dirasakannya pada saat itu di depan Komisioner KKR Aceh dan tamu undangan yang hadir.
Ketua Komisioner KKR Aceh Afridal Darmi menyatakan, pemenuhan keadilan dan pemulihan hak korban adalah agenda penting pemerintah. Sebagaimana tugas dan wewenang KKR dalam amanat UU Pemerintahan Aceh & Qanun Aceh No 17/2013 tentang KKR Aceh sedang mengungkap kebenaran atas berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh sejak konflik berlangsung medio 1976 hingga 2005.
Memperingati hari HAM di Aceh. (Foto: Zuhri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Memperingati hari HAM di Aceh. (Foto: Zuhri/kumparan)
Bertepatan dengan momentum Hari HAM Internasional, Afridal mengaku, pengungkapan kebenaran yang dilakukan KKR Aceh berorientasikan pada penguatan perdamaian, pemenuhan keadilan dan pemulihan hak korban. Mereka juga ingin meluruskan sejarah Aceh dan jaminan tidak berulangnya peristiwa kelam di masa lampau.
ADVERTISEMENT
“KKR Aceh berkepentingan untuk mengingatkan kembali kepada semua pihak bahwa KKR Aceh sebagai jalan penegakkan HAM dalam perdamaian adalah kewajiban kedua pihak dalam perundingan sebagaimana MoU Helsinki. Agenda HAM khususnya pemulihan bagi korban pelanggaran HAM masa lalu Aceh harus menjadi prioritas penting pada pemerintah pusat dan Pemerintahan Aceh,” katanya di Banda Aceh, Senin (10/12).
Afridal mengaku, proses penyelesai HAM yang sedang dijalankan saat ini tidak sekadar menjadi etalase politik. Konstitusi telah memberikan amanat bahwa perlindungan, pemajuan, pemenuhan dan penghormatan HAM menjadi tanggung jawab negara terutama pemerintah.
“Hak dan marbabat kemanusiaan korban harus dibumikan ke dalam agenda penting pemerintahan, tidak sekadar jadi etalase politik. Kita semua memiliki utang, mari kita bersama-sama wujudkan pemenuhan keadilan dan pemulihan hak korban,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Hingga Oktober 2018, KKR Aceh telah mengambil pernyataan langsung dari korban dan saksi di 5 kabupaten/kota yakni Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Bener Meriah, dan Aceh Selatan. Hasil pengambilan pernyataan telah didokumentasikan pada periode Desember 2017- Juli 2018, menghasilkan 700 dokumen pernyataan.
Kegiatan pendataan korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh mendapat dukungan dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Tindakan itu dianggap sebagai upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah sisa konflik.
“Kami berharap dari pendataan yang sudah dilakukan korban mendapat pengakuan. Supaya kami punya catatan resmi, Aceh berapa orang yang menjadi korban pelanggaran HAM dari era 1976 sampai 2005. Karena hari ini pertanyaan saya adalah siapa yang mempunyai data resmi terkait dengan itu,” kata Koordinator KontraS Aceh Hendra Saputra saat ditemui kumparan.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan KontraS, selama waktu rentang 1976 hingga 2005, ada 204 kasus penghilangan paksa yang terjadi di Aceh. Data tersebut dianggap masih perlu diverifikasi ulang, karena ada sumber lain yang menyebutkan hampir sekitar 1000-an lebih orang yang menjadi korban penghilangan secara paksa pada saat konflik Aceh.
Selain upaya yang dilakukan KKR, KontraS menjelaskan kasus pelanggaran HAM di Aceh bisa diselesaikan lewat penyelidikan Komnas HAM. Saat ini ada lima kasus HAM Aceh yang ditangani lembaga tersebut yaitu kasus Simpang KKA, Jamboe Kupok, Rumoh Geudong, Bumi Flora, dan kasus penghilangan paksa.
Dari lima kasus yang sudah dilakukan proses penyelidikan hukum, tiga kasus telah diserahkan ke Kejaksaan Agung yaitu Simpang KKA, Jamboe Kupok, dan Rumoh Geudong. Informasi terbaru, Kejaksaan Agung mengembalikan kasus Rumoh Geudong dan Simpang KKA karena berkasnya dianggap belum lengkap.
ADVERTISEMENT