3 Bupati yang Ditangkap KPK karena Jual-Beli Jabatan

5 Februari 2018 10:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tiga bupati terjerat kasus jual- beli jabatan (Foto: Dok. Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Tiga bupati terjerat kasus jual- beli jabatan (Foto: Dok. Antara)
ADVERTISEMENT
Selama dua tahun terakhir, KPK semakin gencar menangkap kepala daerah yang terindikasi korupsi. Atas perbuatannya, mereka harus rela berpindah 'kantor' ke jeruji besi.
ADVERTISEMENT
Bahkan baru-baru ini, KPK baru saja menangkap Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko. Dia dijebloskan bersama Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna Silestyowati atas dugaan kasus suap.
Berbicara suap, setidaknya, di sepanjang 2016-2018, KPK berhasil menjerat tiga bupati yang menerima suap dengan modus jual-beli jabatan.
Tersangka suap, Sri Hartini diperiksa KPK (Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto)
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka suap, Sri Hartini diperiksa KPK (Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto)
1. Bupati Klaten
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang memvonis Bupati nonaktif Klaten Sri Hartini dengan hukuman 11 tahun penjara. Dia dihukum atas perbuatannya dalam kasus jual beli jabatan serta potongan fee atas dana bantuan keuangan desa di Kabupaten Klaten.
Selain penjara, kader PDIP yang ditangkap KPK pada 31 Januari 2016 itu, juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 900 juta subsidair 10 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Pada dakwaan pertama, Sri terbukti menerima suap dalam pengisian Satuan Organisasi Tata Kerja (SOTK) di Kabupaten Klaten dengan total Rp 2,9 miliar.
Sementara pada dakwaan kedua, Sri menerima pemberian berupa uang atau gratifikasi. Pemberian itu berkaitan dengan pencairan dana bantuan keuangan desa, titipan dalam penerimaan calon pegawai di BUMD, mutasi kepala sekolah, serta fee proyek di Dinas Pendidikan.
Total gratifikasi yang tidak pernah dilaporkan Sri mencapai Rp 9,8 miliar. Hingga 2016, total kekayaannya sebesar Rp 35 miliar.
Bupati Nganjuk Taufiqurrahman di KPK. (Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Nganjuk Taufiqurrahman di KPK. (Foto: Akbar Nugroho Gumay/Antara)
2. Bupati Nganjuk
KPK juga mengungkap praktik dugaan suap jual-beli jabatan di Pemkab Nganjuk. Suap tersebut sampai menyasar ke level Kepala Sekolah Dasar.
Kader PDIP itu diduga menerima suap dari beberapa pihak agar mereka dapat mengisi sejumlah posisi, seperti Kepala SD, SMP, SMA, kepala dinas, hingga kepala bidang lainnya. Total suap yang diterima mencapai Rp 300 juta.
ADVERTISEMENT
Selain jual-beli jabatan, pria yang memiliki harta lebih dari Rp 21 miliar ini, juga ditetapkan sebagai tersangka atas dua pengembangan kasus. KPK menduga Taufiq menerima gratifikasi senilai Rp 2 miliar terkait proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Nganjuk tahun 2015.
Sementara, di kasus Tindak Pidana Pencucian Uang, Taufiq diduga mentransfer hasil gratifikasinya dalam kurun 2013 hingga 2017. Diduga, Taufiq membelanjakan hasil gratifikasi dengan membeli sejumlah kendaraan atas nama orang lain, tanah, dan uang tunai.
Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko di KPK (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko di KPK (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
3. Bupati Jombang
KPK resmi menahan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, Minggu (4/2). Nyono ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Plt Kepala Dinas Kesehatan Jombang Inna Silestyowati.
KPK menduga Nyono, kader Golkar yang memiliki kekayaan lebih dari Rp 16 miliar itu, menerima suap dari Inna agar bisa menjadi pejabat definitif.
ADVERTISEMENT
Pemberian suap dilakukan bertahap sejak 2017-2018. Uang yang diberikan ke Nyono diduga berasal dari pungli uang jasa pelayanan kesehatan di puskesmas sebesar Rp 200 juta pada Desember 2017.
Inna juga sudah menyerahkan uang sebesar Rp 75 juta. Uang itu diduga berasal dari perizinan operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang. Nyono bahkan telah menggunakan uang itu sebesar Rp 50 juta untuk membayar iklan di salah satu media terkait pencalonannya di Pilbub Jombang.