4 Jenis Sanksi untuk Dwi Hartanto

11 Oktober 2017 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dwi Hartanto (Foto: Dwi Hartanto)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto (Foto: Dwi Hartanto)
ADVERTISEMENT
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin menyatakan kebohongan Dwi Hartanto dapat dikenai beberapa sanksi.
ADVERTISEMENT
Dua sanksi pertama, kata Thomas, adalah berupa sanksi moral dan sanksi sosial seperti yang saat ini sedang diterima Dwi melalui pemberitaan di media-media dan tanggapan masyarakat.
Sanksi ketiga adalah sanksi administratif. “Sanksi administratif sudah dilakukan oleh Kedutaan Besar (Republik Indonesia) di Belanda,” papar Thomas ketika ditemui kumparan di kantornya, Rabu (11/10/2017).
Pada 17 Agustus 2017 lalu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag memberikan penghargaan kepada Dwi Hartanto atas prestasi-prestasi yang diraihnya --atau lebih tepatnya yang diklaimnya. Namun pada 15 September 2017 KBRI Den Haag mencabut penghargaan tersebut setelah kebohongan-kebohongan Dwi tersebut terungkap.
Pada 4 Oktober 2017, KBRI Den Haag secara resmi mengumumkan pencabutan penghargaan kepada Dwi tersebut.
Thomas Djamaluddin (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Thomas Djamaluddin (Foto: Utomo Priyambodo/kumparan)
Selain ketiga sanksi di atas, menurut Thomas, ada pula sanksi akademik yang mungkin akan diterima oleh Dwi sebagai mahasiswa doktoral yang sedang belajar di TU Delft, Belanda. Sebagaimana diketahui dari surat klarifikasi dan permohonan maaf Dwi yang dipubilkasikan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Delft, saat ini pihak kampus TU Delft sedang melakukan serangkaian sidang kode etik terhadap Dwi.
ADVERTISEMENT
Kasus kebohongan yang dilakukan Dwi ini, imbuh Thomas lagi, akan membuat reputasi Dwi akan sulit untuk diterima di kalangan ilmuwan lainnya. Sebab, perbuatan Dwi sudah merupakan pembohongan publik dan pelanggaran kode etik peneliti.
Thomas mengatakan, ketika seseorang sudah melakukan pelanggaran terkait kode etik peneliti, komunitas ilmiah sudah menganggapnya negatif dan hal itu akan terbawa seterusnya. Apalagi ini sudah tersebar di media, imbuh Thomas.
Dalam dunia akademik, lmuwan boleh salah, tapi tidak boleh berbohong.
"Sekali lancung di ujian, selamanya tidak akan dipercaya," tegas Thomas.
Atas kebohongannya, Dwi membuat surat klarifikasi dan permintaan maaf. Dalam bagian akhir suratnya Dwi Hartanto menuliskan sejumlah janji:
1. Tidak akan mengulangi kesalahan/perbuatan tidak terpuji ini lagi,
ADVERTISEMENT
2. Akan tetap berkarya dan berkiprah dalam bidang kompetensi saya yang sesungguhnya dalam sistem komputasi dengan integritas tinggi,
3. Akan menolak untuk memenuhi pemberitaan dan undangan berbicara resmi yang di luar kompetensi saya sendiri, utamanya apabila saya dianggap seorang ahli satellite technology and rocket development, dan otak di balik pesawat tempur generasi keenam.
Klarifikasi ini saya sampaikan dan tanda tangani atas kesadaran sepenuhnya dari diri saya tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Saya juga ucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat alumni dan mahasiswa TU Delft yang telah mengutamakan pendekatan persuasif dalam menyelesaikan permasalahan ini, dan telah berperan aktif membantu memfasilitasi saya dalam melakukan klarifikasi.
Perbuatan tidak terpuji/kekhilafan saya seperti yang tertulis di dokumen ini adalah murni perbuatan saya secara individu yang tidak menggambarkan perilaku pelajar maupun alumni Indonesia di TU Delft secara umum.
ADVERTISEMENT
Kebohongan-kebohongan yang telah Dwi perbuat ini tidak serta merta menamatkan masa depannya. "Janganlah kita kemudian menghakimi, tetapi kita arahkan dan berikan kesempatan. Jalan karier Dwi masih panjang, mari kita tegur dan kita bant ke arah yang baik," kata Dirjen SDM Iptik Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Senin (9/10).