5 Hal yang Mungkin Belum Kamu Tahu dari Sosok AM Fatwa

14 Desember 2017 11:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
A.M. Fatwa (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
A.M. Fatwa (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Indonesia kehilangan sosok negarawan terbaiknya hari ini. Sosok itu adalah anggota DPD RI Andi Mappetahang Fatwa atau AM Fatwa yang meninggal dunia pada usia 78 tahun.
ADVERTISEMENT
Fatwa mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit MMC, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (14/12), sekitar pukul 06.25 WIB.
Berdasarkan keterangan dari pihak keluarga, Fatwa diketahui mengidap komplikasi dan kanker hati. Fatwa sudah di rawat di Rumah Sakit MMC selama dua bulan terakhir.
Rencananya, jenazah Fatwa akan dimakamkan selepas Zuhur di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Fatwa merupakan seorang politisi yang dilahirkan di Bone, Sulawesi Selatan, pada 12 Februari 1939. Ia pernah menjadi Wakil Ketua MPR RI periode 2004-2009.
Semasa hidupnya, Fatwa dikenal sebagai orang yang memiliki integritas tinggi. Ia tak saja pernah melewati Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi, tetapi juga terlibat secara penuh dan bersikap kritis atasnya.
ADVERTISEMENT
kumparan (kumparan.com) mengumpulkan 5 fakta menarik mengenai AM Fatwa.
1. Keluar masuk penjara
Ilustrasi Penjara (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Penjara (Foto: Thinkstock)
Pada rezim Orde Lama, Fatwa yang saat itu berstatus mahasiswa mengkritik kebijakan Menteri Agama melalui demonstrasi yang dipimpinnya. Atas sikapnya itu, ia ditangkap oleh aparat. Ia kemudian dipenjarakan di beberapa kota atas tuduhan meruntuhkan kewibawaan Presiden Soekarno.
Sementara itu, pada saat Orde Baru berkuasa, ia kembali menyuarakan sikap kritisnya. Kali ini, ia menilai kebijakan Presiden Soeharto telah jauh menyimpang. Sikap kritisnya itu membuat dirinya mengalami penyiksaan, mulai dicelurit hingga mengalami pendarahan, hingga ditodong pistol oleh orang tak dikenal.
Tidak hanya itu, Fatwa juga pernah divonis 18 penjara oleh Pemerintahan Soeharto. Meski vonis tersebut hanya efektif dijalaninya selama 9 tahun.
ADVERTISEMENT
2. Deklarator berdirinya PAN
Pada masa pemerintahan Soeharto, hampir tak ada alternatif partai politik. Terkait dengan hal itu, di pengujung masa Reformasi, Fatwa mendeklarasikan sebuah lahirnya partai politik baru, yang ia beri nama Partai Amanat Nasional (PAN). Ia menjabat sebagai Ketua PAN periode 1998-2005.
Melalui Partai bentukannya tersebut, Fatwa mengajukan diri sebagai calon legislatif di Pemilu 1999. Di situ, ia terpilih dan didaulat sebagai Wakil Ketua DPR RI periode 1999-2004. Sementara pada pemilu di tahun 2004, ia kembali terpilih dan menjadi Wakil Ketua MPR RI periode 2004-2009.
3. Raih Award Pejuang Antikezaliman
Apa yang selama ini diperjuangan oleh Fatwa, nyatanya membuat ia menerima penghargaan sebagai tokoh pejuang antikezaliman pada 29 Januari 2009.
ADVERTISEMENT
Award Pejuang Antikezaliman itu diterimanya dari Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Penghargaan itu sendiri diberikan kepada 9 tokoh pejuang demokrasi dan kemerdekaan dari 9 negara.
4. Menerima tiga rekor MURI
Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan tiga penghargaan kepada Fatwa. Pertama, Fatwa didaulat sebagai anggota parlemen paling produktif dalam menulis buku pada tahun 2004.
Kedua, penghargaan atas pledoi terpanjang pada masa pemerintahan Orde Baru. Dalam pledoi tersebut, Fatwa menulis sebanyak 1.118 halaman.
Ketiga, Fatwa dianggap sebagai tokoh perintis dari penggunaan Hak Bertanya Anggota DPD RI kepada Presiden. Kala itu Hak Bertanya tersebut erat kaitannya dengan kebijakan ‘Mobil Murah.’ Adapun Hak tersebut memecahkan rekor dengan adanya 96 anggota DPD RI yang menandatangani pertanyaan kepada Presiden.
ADVERTISEMENT
5. Raih Gelar Doktor Honoris Causa
Ilustrasi pendidikan  (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pendidikan (Foto: Pixabay)
Kontribusi Fatwa untuk Indonesia mengantarkannya menerima gelar Doktor Honoris Causa (DHC).
Gelar tersebut diberikan oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada 16 Juni 2009. Pihak UNJ menilai, Fatwa telah berjasa atas pemikiran dan pengabdian pada masyarakat, utamanya pada bidang pendidikan luar sekolah.
Lebih jauh lagi, UNJ menilai bahwa Fatwa merupakan tokoh dengan beragam nilai pendidikan yang perlu diwariskan kepada generasi mendatang. Sikap Fatwa yang berani memaafkan semua pihak yang pernah menzaliminya merupakan kebesaran jiwa yang patut ditiru.