6 Pasal Perubahan Usul Pemerintah di Revisi UU KUHP

31 Mei 2018 4:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Rancangan KUHP. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Rancangan KUHP. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
DPR bersama dengan pemerintah menggelar rapat di Gedung DPR untuk membahas soal sejumlah pasal-pasal krusial di revisi KUHP. Dalam rapat itu, DPR memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk memberikan usulan terkait pasal-pasal apa saja yang harus direvisi.
ADVERTISEMENT
Ketua Panja DPR Mulfachri Harahap mengatakan, beberapa pasal yang akan dibahas dalam rapat kali ini antara lain pasal perluasan perzinaan, penghinaan presiden, penerapan hukuman mati, dan tindak pidana korupsi.
"Rapat ini untuk mendengarkan penjelasan tim perumus dari pemerintah terkait pasal-pasal di RUU KUHP," ucap Mulfachri, di Ruang Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5).
Berikut kumparan merangkum 5 pasal usulan pemerintah:
1. Istilah Penghina Presiden Diubah
Ilustrasi Hate Speech (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hate Speech (Foto: Thinkstock)
Ketua Panja Pemerintah untuk RUU KUHP Enny Nurbaningsih mengusulkan, perubahan redaksional pada judul pasal yang semula "Penghinaan Presiden Wakil Presiden" menjadi "Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden".
Enny mengatakan, kategori yang termasuk pidana dalam pasal ini antara lain menyerang kehormatan presiden dan wakil presiden, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.
ADVERTISEMENT
Berikut usulan pemerintah terkait perubahan 'Pasal Penghinaan Presiden':
(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang harkat atau martabat diri presiden dan wakil presiden dipidana dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya bisa dituntut berdasarkan aduan.
(4) pengaduan sebagaimana ayat (3) dapat dilaksanakan oleh kuasa presiden dan wakil presiden.
2. Perempuan Bisa Jadi Pelaku di Pasal Perkosaan
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Pemerintah mengusulkan untuk tidak membedakan jenis kelamin sebagai pelaku dalam pasal perkosaan revisi KUHP. Sebab, yang dianggap melakukan tindak pidana perkosaan adalah selalu kaum laki-laki.
ADVERTISEMENT
Revisi KUHP terkait pasal pemerkosaan di mana perempuan dapat menjadi pelaku ada di pasal 512.
Ada pun susunan redaksional usulan pemerintah terkait pasal perkosaan di mana laki-laki yang menjadi korban, seperti berikut:
(1) Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Dalam hal pelaku dan korban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terikat dalam hubungan perkawinan penuntutan hanya dapat dilakukan berdasarkan aduan korban.
(3) Termasuk tindak pidana perkosaan dan di pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a) seseorang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain dengan persetujuan orang lain tersebut karena orang lain tersebut percaya bahwa seseorang tersebut merupakan suami atau istrinya yang sah;
ADVERTISEMENT
b) orang yang melakukan persetubuhan dengan anak atau;
c) seseorang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
(4) Dianggap juga melakukan tindak pidana perkosaan jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 3 dilakukan perbuatan cabul berupa:
a) seseorang memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus atau mulut orang lain;
b) seseorang memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri atau;
c) seseorang memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
(5) Dalam hal korban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 4 berusia dibawah 18 tahun dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.
ADVERTISEMENT
(6) Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 mengakibatkan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.
(7) Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
(8) Jika korban adalah anak kandung, anak tiri, atau anak di bawah perwaliannya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lambat 20 tahun.
3. Revisi KUHP Atur Tipikor
Foto Ilustrasi Hukum Koruptor (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Ilustrasi Hukum Koruptor (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Aturan soal pasal tipikor itu diusulkan pemerintah dalam RKUHP mengacu kepada pasal 2, 3, 5, dan 11 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
ADVERTISEMENT
Pada pasal 2 dan 3 UU Tipikor, lamanya pidana diatur paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun. Sementara, dalam revisi KUHP ini, konsep yang dibangun dan sepakati pidana paling lama 15 tahun.
Namun pemerintah menjamin tidak akan ada dampak apa pun dengan masuknya pasal tipikor di revisi KUHP tersebut.
"Terkait isu pelemahan KPK yang hangat diperbincangkan, kami pastikan tidak ada secuil pun. Kalau kita bicara pelemahan, kita bicara kewenangan yang diambil, itu tidak ada sedikit pun," ujar Enny.
Bahkan kewenangan lembaga-lembaga yang diberikan kewenangan khusus seperti BNPT, BNN, dan KPK tetap ada dan diatur sesuai ketentuan masing-masing seperti diatur di pasal peralihan, di ketentuan penutup, Pasal 729.
ADVERTISEMENT
4. Perluasan Pasal soal LGBT Dihapus
Ilustrasi LGBT (Foto: REUTERS/Fabian Bimmer)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi LGBT (Foto: REUTERS/Fabian Bimmer)
Pemerintah menghapus frasa "sesama jenis atau jenis kelamin yang sama" di Pasal Pencabulan dalam revisi KUHP. Dengan demikian, isu LGBT tidak lagi diatur dalam pasal sendiri melainkan melebur di pasal pencabulan.
Frasa sesama jenis atau sama jenis kelamin sebelumnya diatur di Pasal 454 yang menyatakan "Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang sama jenis kelamin".
Kini bunyi Pasal Percabulan diatur di Pasal 451, sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul:
a. Di depan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda kategori II.
b. Secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun atau pidana denda kategori III.
ADVERTISEMENT
c. Yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(2) Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
"Pasal 451 dan Pasal 454 digabung sehingga Pasal 454 dihapus. Jadi perbuatan cabul dalam ketentuan ini dilakukan dengan orang yang sama jenis kelaminnya atau orang yang berbeda jenis kelaminnya," pungkasnya.
5. Pidana Mati Jadi Alternatif Terakhir di RKUHP
Ilustrasi gantung diri. (Foto: Pixabay/Bykst)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gantung diri. (Foto: Pixabay/Bykst)
Pemerintah mengusulkan agar pidana mati tetap diatur di revisi KUHP. Hanya saja, penerapannya menjadi alternatif terakhir. Pidana mati ini selalu digunakan secara alternatif dengan jenis pidana seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
"Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun," ujar Enny.
Enny menjelaskan, pidana mati dapat dijatuhkan secara bersyarat dengan memberikan masa percobaan, sehingga dalam tenggat waktu masa percobaan tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan.
Pidana mati dalam revisi KUHP terdapat pada pasal 111. Berikut pasal pidana mati usulan pemerintah:
(1) Pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan selama 10 tahun jika:
a. Terpidana menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, atau
b. Ada alasan yang meringankan.
Ada pun alternatif redaksional yang lain dari pemerintah:
ADVERTISEMENT
(1) Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun jika:
a. Terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, atau
b. Ada alasan yang meringankan
(1a) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
6. Perzinaan Bisa Dipidana Asal Dilaporkan Keluarga Inti
Ilustrasi berhubungan intim (seks). (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi berhubungan intim (seks). (Foto: Pixabay)
Pemerintah mengatur lebih ketat mengenai laporan di Pasal Perzinaan revisi KUHP. Jika sebelumnya, pengaduan atau laporan soal perbuatan zina diatur secara umum, kini delik aduan hanya berlaku pada orang yang berkepentingan.
Usulan perubahan itu ada pada Pasal 484 ayat (2) tentang Perzinaan. Pemerintah mengusulkan, pada pasal itu berbunyi: "Tindak pidana perzinaan tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, isteri, orang tua atau anaknya".
ADVERTISEMENT
Berikut usulan pemerintah terkait Pasal 488 tentang kumpul kebo:
(1) Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami isteri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, isteri, orang tua atau anaknya.